JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor terus mendapat sorotan publik pasca operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Lebih-lebih setelah ia secara tiba-tiba bergabung dengan pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Maklum, Gus Muhdlor – panggilan Ahmad Muhdlor – dikenal sebagai kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selama ini mendukung Anies-Muhaimin.
Baca Juga: Gus Muhdlor Sesalkan Kesaksian Pegawai DJP
Gus Muhdlor kian mendapat sorotan terutama ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya disebut-sebut nyaris menangkapnya saat OTT tiba-tiba lunak setelah putra KH Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) itu gabung dengan 02.
Buktinya lunak? KPK memutuskan untuk menunda pemeriksaan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali. Penundaan ini dilakukan atas permohonan yang bersangkutan.
Gus Muhdlor juga mengonfirmasi akan datang ke KPK pada 16 Februari 2024 atau pasca pencoblosan pemilu 2024. Informasi tersebut dikatakan oleh Kepala Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Baca Juga: Sidang Korupsi Insentif ASN BPPD Sidoarjo: Gus Muhdlor Siap Buka-Bukaan soal Uang di Rekeningnya
Sikap KPK yang terkesan tiba-tiba lunak itu mendapat sorotan Novel Baswedan, mantan penyidik KPK. Dia mengatakan, seharusnya KPK bersikap adil dalam menangani seluruh perkara, termasuk yang menyeret nama Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor.
Menurut Novel Baswedan, tidak sepatutnya KPK memberikan perlakuan khusus dalam mengungkap suatu kasus.
"Setahu saya beberapa hari yang lalu KPK memanggil caleg (calon legislatif) juga sebelum pencoblosan. Lalu kenapa bersikap berbeda dalam kasus ini?" kata Novel Baswedan dikutip Tempo.co, Jumat, 9 Februari 2024.
Baca Juga: Eks Kades Kletek Sidoarjo Dituntut 1 Tahun 10 Bulan Penjara di Kasus Dugaan Korupsi PTSL
Melihat fenomena itu, Novel Baswedan menilai sekarang sulit untuk mengharapkan KPK berbuat jujur. "Di saat pimpinannya justru banyak melanggar etik dan selamat dari dewas atau dewan pengawas," tegas Novel Baswedan.
Menurut dia, penyidik berhak menolak permohonan saksi dan melakukan penjemputan.
"Dalam undang-undang (UU), penyidik berwenang menilai, apakah alasannya bisa diterima. Bila tidak bisa dipanggil kedua dengan surat perintah membawa," ucap Novel Baswedan.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Bupati Nonaktif Sidoarjo, Penasihat Hukum Klaim Puluhan Saksi Tak Berhubungan
Seperti diberitakan, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali diduga terlibat dalam kasus korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. KPK telah melakukan operasi tangkap tangan atau OTT di Sidoarjo pada 25 Januari 2024.
Dalam OTT di Sidoarjo itu, KPK telah menahan satu tersangka, yakni Siska Wati, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum BPPD Pemkab Sidoarjo. KPK menyita uang tunai sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang Rp2,7 miliar pada 2023.
Tim penyidik juga melakukan penggeledahan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 30 Januari 2024. Penggeledahan dilakukan di Pendopo Delta Wibawa, Kantor BPPD, Rumah Bupati Sidoarjo, dan kediaman pihak terkait lainnya.
Baca Juga: Sidang Pemotongan Insentif Sidoarjo: Staf BPPD Tak Tahu Penggunaan Dana, Hanya Jalankan Perintah
Dalam penggeledahan itu, tim KPK menemukan bukti berupa berbagai dokumen dugaan pemotongan dana insentif. "Ada juga ada bukti lain alat elektronik dan 3 unit mobil di rumah kepala BPPD," ujar Ali Fikri.
Penyidik juga menemukan sejumlah uang bernilai mata uang asing. Namun, ia belum bisa mengumumkan nominal uang yang ditemukan. Sebab, KPK perlu memeriksa bukti itu lebih lanjut. "Kami harus konfirmasi dulu. Kaitannya uang itu untuk apa? Apakah nanti juga dilakukan penyitaan, dan seterusnya. Jadi ditunggu dulu," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News