GRESIK, BANGSAONLINE.com - Anggota DPRD Gresik asal Pulau Bawean, Musa, merespons protes masyarakat Bawean terhadap unggahan Dewan Kebudayaan Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparekrafparbud) Gresik di laman Facebook (FB) dan Instagram (IG).
Unggahan itu tentang thok-thok sapi (aduan sapi) yang dikategorikan sebagai tradisi budaya Bawean dan obyek pemajuan kebudayaan asal Bawean.
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Toko Budi Snack di Manyar Gresik Terbakar
"Kalau benar, Dewan Kebudaan Gresik yang berada di naungan disparekrafparbud akan menjadikan thok-thok atau aduan sapi menjadi budaya Bawean, jangan gegabah. Silakan dikaji mendalam, karena sangat menyinggung dan meresahkan masyarakat Bawean," ucap Musa saat dihubungi BANGSAONLINE.com, Kamis (16/5/2024).
Ia meminta dewan kebudayaan membuat kajian terlebih dulu dan melakukan penelitian, riset, untuk memastikan thok-thok merupakan budaya asal Bawean.
"Jangan terus tiba-tiba dimunculkan seperti itu, sehingga membuat warga yang menganggap thok-thok bukan budaya di Bawean menjadi gaduh," tutur anggota Fraksi Nasdem ini.
Baca Juga: Ketua Fraksi PDIP DPRD Gresik Sosialisasikan Perda Bantuan Hukum
Ia meminta kepada Kepala Disparekrafparbud, Saifudin Ghozali dan Dewan Kebudayaan, turun ke masyarakat Bawean untuk memberikan penjelasan kepada mereka. Sebab, warga sangat resah.
Seperti diberitakan bangsaonline, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, masyarakat adat, telah melayangkan protes kepada dewan kebudayaan yang mengklaim thok-thok sebagai budaya Bawean.
Spanduk protes telah bermunculan dan dipasang warga Bawean di sejumlah tempat. Spanduk itu antara lain bertuliskan,"Jangan Hina Budaya Etnis Bawean dengan Kepentingan Politik Sesaat, permintaan maaf dengan materai 10.000 Dewan Kebudayaan Gresik bukan penyelesaian bagi keluhuran budaya Bawean".
Baca Juga: Pastikan Layanan Publik Berjalan Baik, Komisi IV DPRD Gresik Turun ke OPD Mitra
Spanduk itu tertulis atas nama masyarakat adat Bawean.
Selain memasang spanduk, Masyarakat Adat Bawean juga menyatakan sikap:
1. Thok-thok sapi bukan tradisi budaya Bawean. Aduan sapi ini baru masuk ke Bawean pada tahun 1990-an dibawa pendatang dari Tapal Kuda yang menjadi pekerja di Bawean.
Baca Juga: Upaya Dongkrak PAD, Komisi II DPRD Gresik Studi Banding Pengawasan PBG
2. Meminta dinas pemangku kebudayaan (pariwisata) untuk tidak memasukkan thok-thok sapi sebagai obyek pemajuan kebudayaan asal Bawean sebagaimana keberatan kami yang telah menjadi kesepakatan dalam FGD pembahasan usulan review Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah di kantor Kecamatan Sangkapura tahun 2022.
3. Meminta Pemkab Gresik melalui Bupati Gresik dan DPRD Gresik untuk membuat peraturan daerah (perda) larangan thok-thok sapi .
4. Meminta pihak Dewan Kebudayaan Gresik untuk melakukan dialog dengan elemen masyarakat adat Bawean terkait unggahan di sosial media tentang thok-thok sapi.
Baca Juga: Bapemperda DPRD Gresik Segera Bahas 6 Raperda yang Ditetapkan di Propemperda 2024
Sementara itu, Kepala Disparekrafparbud Gresik, Saifudin Ghazali, belum menjawab saat dikonfirmasi BANGSAONLINE.com lewat sambungan telepon. (hud/mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News