SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Seakan sudah menjadi fenomena di setiap memasuki musim kemarau di Pulau Jawa. Siang terasa panas menyengat. Namun malam lebih dingin dari biasanya.
Termasuk Jawa Timur. Apalagi di Kota Surabaya yang terkenal dengan panas 'nyelekit' di siang hari.
Baca Juga: Nganjuk Terima Penghargaan UHC Tingkat Provinsi Jatim di Acara Peringatan HKN 2024
Fenomena ini disebut bediding. Berasal dari kata serapan Bahasa Jawa "Bedhidhing" yang merujuk pada perubahan suhu yang mencolok. Khususnya di awal musim kemarau.
Suhu siang hari melonjak panas menyengat, malam dan pagi hari justru sebaliknya, dengan suhu yang turun drastis hingga terasa sangat dingin.
Bahkan di malam hari rasanya lebih dingin. Ketimbang dingin yang dirasakan saat musim hujan di malam hari.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
Menurut penjelasan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, fenomena suhu udara dingin ini merupakan kejadian alamiah yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yaitu antara Juli hingga September.
Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menjelaskan fenomena bediding yang akan dirasakan oleh warga Jatim.
Baca Juga: Kanwil DJP Jatim II Gelar Media Gathering, Apa yang Dibahas?
BMKG mengidentifikasi empat faktor utama penyebab terjadinya fenomena "bediding":
1. Udara Kering: Musim kemarau ditandai dengan kurangnya curah hujan, menyebabkan udara menjadi lebih kering. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah, sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari
2. Langit Cerah: Minimnya awan pada musim kemarau menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
3. Topografi: Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung mengalami suhu yang lebih rendah karena tekanan udara yang lebih rendah dan kelembapan udara yang lebih sedikit.
4. Ketiadaan Angin: Kurangnya pergerakan angin menghambat percampuran udara, menyebabkan udara dingin terperangkap di dekat permukaan bumi.
"Pada musim kemarau, udara cenderung lebih kering karena kurangnya uap air. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari," papar Ida.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta mengikuti informasi terbaru terkait kondisi cuaca dari sumber resmi. (van)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News