MALANG, BANGSAONLINE.com - Dr. KH. Nasrullah Afandi, Lc, MA, Wakil Ketua Komisi Kerukunan antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengatakan bahwa hukum salam lintas agama selalu menjadi perdebatan publik. Menurut dia, salam umat Islam, yakni Assalamualaikum, dengan tutur sapa, memiliki posisi berbeda.
“Tutur sapa atau sekedar basa-basi dalam interaksi sosial sehari-hari, seperti menyapa tetangga dengan kosa kata dan apa saja, apapun agamanya, kita dianjurkan melakukannya. Sedangkan salam umat Islam, dengan bentuk kosa kata assalamualaikum, adalah sharih (jelas) dalam Al-Qur’an dan hadits,” kata Gus Nasrul - panggilan Nasrullah Afandi - dalam diskusi di Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan tema Hall Al-Masail V di auditorium Fakultas Syariah, Kamis, (4/7/2024).
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Menurut dia, dalam tinjauan maqashid syariah, jika ditarik dalam lingkup maslahah, salam lintas agama hanya bagian kecil dari upaya untuk menerapkan maqashid tahsiniyyah (kepantasan).
“Tidak sampai pada taraf chajjiyah (kebutuhan pokok) dan sangat jauh dari zona darurat atau sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan,” tegas alumnus Pesantren Lirboyo Kediri tersebut.
Terkait pendapat yang mengatakan bahwa salam lintas agama bagian dari toleran, Gus Nasrul menyatakan hal itu adalah maslahah mutawahhamah (adanya kemaslahatan hanya sebatas berdasarkan asumsi).
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
“Bukankah realita di lapangan kerukunan antar umat beragama tetap terjaga walau tidak ada satu orang pun yang mencampur adukkan salam? Diplomasi sosial dengan agama lain sungguh sangat banyak bentuknya, tidak hanya dengan salam lintas agama,” kata Wakil Katib PWNU Jateng itu.
Menurut Gus Nasrul, akan terjadi mafsadah muhaqqaqah (kerusakan yang terang benderang) akibat pencampuran salam dari semua agama. “Kerusakan itu minimalnya, hilangnya salah satu autentisitas identitas agama tertentu, maka salam lintas agama adalah haram,” tutur pengasuh Pesantren Balekambang Jepara tersebut.
Gus Nasrul juga menangkis anggapan yang menganggap Islam tidak toleran hanya karena mengharamkan salam lintas agama.
Baca Juga: Gus Nasrul: Banyak Sarjana Muslim yang Belum Paham Salat
”Sama sekali tidak. Dari semua kitab mengaskan, syariat Islam diturunkan untuk menjaga kemaslahatan para hamba, apapun agamanya, punya hak yang sama di hadapan syariat Islam. Sekali lagi, untuk kemaslahatan para hamba, bukan kemaslahatan agama, bukan kemaslahatan agama islam,” tegasnya.
Gus Nasrul juga mengungkap, pada 22 Oktober 2018, saat terjadi pembakaran bendera HTI (HIzbut Tahrir Indonesia) yang dilakukan oleh banser, ia menegaskan bahwa membakar bendera HTI berpahala.
“Gagasan khilafah oleh HTI dianalisis dalam perspektif Maqashid Syariah, merupakan Jalbul Maslahath al-Mutawahhamah atau berasumsi adanya kebaikan. Dengan penerapan khilafah di Indonesia, dengan target memberangus Pancasila”.
Baca Juga: Sinergitas Pendidikan Non-Formal, MUI Kabupaten Pasuruan Gelar Lokakarya
”Padahal sejatinya, gagasan Khilafah di Indonesia oleh HTI adalah Jalbul Mafasid Al- mutahaqqoqoh (mengundang mafasid atau berbagai mara bahaya yang benar-benar nyata) karena mengganggu stabilitas negara, berisiko pada stabilitas ekonomi sosial dan politik.
“Pertumpahan darah dipastikan akan jatuh korban ribuan jiwa pro kontra jika kelompok HTI memaksakan ajaran mereka,” katanya.
Dalam acara yang digelar untuk para profesor dan dosen muda Fakultas Syariah tersebut, juga hadir Dr. Muhammad Annas, M. Pil, anggota Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) Malang. (MSN)
Baca Juga: Judi Online Jadi Bahasan Ormas Islam di Kabupaten Pasuruan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News