Oleh: Khariri Makmun
Munculnya Pansus PKB yang dibentuk oleh PBNU dengan tujuan untuk mengembalikan PKB ke pangkuan PBNU telah memicu kontroversi baru dalam hubungan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Langkah ini menyoroti ketegangan yang terus berlanjut antara kedua entitas, yang meskipun memiliki akar yang sama, sering kali terlibat dalam konflik kepentingan. Pembentukan Pansus ini dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya PBNU untuk mengendalikan PKB, menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian dalam hubungan mereka.
Hubungan antara NU dan PKB memang tidak pernah benar-benar stabil. Sejak awal berdirinya PKB pada tahun 1998, tumpang tindih fungsi antara organisasi keagamaan dan partai politik ini sering terjadi.
Meskipun pernah ada kesepakatan antara Gus Dur dan KH Hasyim Muzadi untuk memisahkan urusan NU dan PKB secara struktural, kenyataannya intervensi dan friksi antara keduanya tetap berlanjut.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Pansus PKB menjadi contoh terbaru dari tumpang tindih PBNU - PKB untuk menjaga batas-batas fungsi masing-masing, yang berpotensi mengganggu stabilitas organisasi dan kepercayaan masyarakat terhadap keduanya.
Pada tahun 1998, Indonesia berada di tengah gelombang reformasi yang mengubah lanskap politik secara drastis. Di tengah situasi ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) lahir sebagai partai politik yang digagas oleh tokoh-tokoh besar NU.
Dua sosok kunci dalam pendirian PKB adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Hasyim Muzadi. Keduanya memiliki visi yang jelas tentang bagaimana NU dan PKB harus berfungsi dan berinteraksi, tanpa saling tumpang tindih.
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
Pada 23 Juli 1998, PKB dideklarasikan di Ciganjur. Gus Dur dan Kiai Hasyim membuat kesepakatan tak tertulis yang sangat penting.
Gus Dur menyatakan bahwa NU harus mengatur civil society dengan nilai-nilai sosial dan akhlak, sementara PKB akan bergerak di bidang kekuasaan praktis yang penuh liku-liku. Kedua entitas ini tidak boleh dicampuradukkan secara struktural, meski hubungan aspiratif dan strategis harus tetap terjalin.
Kiai Hasyim mengingat kembali pesan Gus Dur dengan jelas, "Pak Hasyim, Anda yang mengatur NU, saya akan memimpin PKB. NU mengatur civil society dengan tata nilai atau akhlak sosial, sedangkan PKB bergerak di bidang kekuasaan praktis. Keduanya jangan dicampuraduk secara struktural kepengurusan, tapi hubungan aspiratif strategis harus ada."
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Tantangan dan Dinamika Politik
Dalam perjalanannya, NU dan PKB menghadapi berbagai tantangan dan dinamika politik yang kompleks. Kesepakatan awal yang ideal sering kali diuji oleh kepentingan pragmatis dan intrik politik internal.
Di era politik kontemporer, NU sering terseret dalam arus politik yang tidak dewasa, memunculkan friksi di antara warga NU sendiri. Hal ini membuat warga Nahdliyin kebingungan tentang patronase yang harus mereka ikuti, terutama ketika kiai dan ulama NU tidak mampu membedakan antara kepentingan NU dan kepentingan partai.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
Menjaga agar NU dan PKB tidak saling tumpang tindih adalah tugas berat namun krusial. Platform hubungan strategis dan komitmen untuk tidak saling intervensi antara NU dan PKB yang diatur oleh Gus Dur menjadi sangat ideal dan relevan. Sayangnya, jika langkah-langkah pragmatis terus mendominasi, perjuangan mulia NU bisa tergeser oleh kepentingan politik jangka pendek.
Perlu diingat bahwa perjuangan NU jauh lebih besar daripada sekadar politik pragmatis. Sejak berdirinya, NU telah berperan sebagai penyeimbang antara negara dan agama, merangkai persatuan keduanya.
NU bukan alat politik, melainkan organisasi civil society yang menjaga marwah dan menjadi jembatan antara kepentingan negara dan masyarakat. Tidak ada organisasi Muslim besar selain NU yang mampu menjadi garda terdepan dalam membela agama dan bangsa.
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
NU harus tetap membumikan Islam dengan segala kemanusiaannya yang ramah, toleransi, menghormati kearifan budaya, adat istiadat, dan ajaran moral yang telah lama tertanam.
Organisasi ini bertugas menciptakan perdamaian, solidaritas, dan harmoni dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NU mengemban amanah mulia dalam menghadapi penindasan, baik di era feodalisme maupun kolonialisme.
Implementasi Kesepakatan Gus Dur dan Kiai Hasyim
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
Melihat perjuangan besar NU, sangat naif jika langkah-langkah NU dialihkan hanya untuk mencapai kepentingan pragmatis. PKB dan PBNU adalah dua entitas yang berbeda tetapi bisa saling melengkapi. Kesepakatan antara Gus Dur dan Kiai Hasyim harus diimplementasikan dengan penuh komitmen.
Platform yang diatur oleh Gus Dur memberikan arah yang jelas: NU fokus pada civil society, sementara PKB bergerak di ranah politik praktis. Hubungan strategis antara keduanya harus tetap terjalin tanpa intervensi struktural. Ini penting untuk memastikan bahwa perjuangan NU tidak terseret dalam konflik politik praktis yang bisa merusak marwah organisasi.
Di era politik yang semakin diwarnai oleh kepentingan pragmatis, NU harus mampu menjaga jarak dari intrik-intrik politik praktis. PBNU harus tetap fokus pada penguatan civil society, menjaga marwahnya sebagai organisasi keagamaan yang netral dan berwibawa. PKB, di sisi lain, harus tetap mengedepankan aspirasi dan kepentingan warga Nahdliyin dalam ranah politik praktis.
Baca Juga: Barisan Jawara Deklarasi Dukung Khofifah-Emil
Strategi konsolidasi internal yang baik, klarifikasi yang transparan, dan komitmen untuk tidak mencampuradukkan kepentingan struktural NU dan PKB menjadi kunci untuk mengatasi konflik ini. Dengan demikian, PBNU dan PKB dapat bersama-sama membangun Indonesia yang lebih baik, sejahtera, dan damai.
Sinergi dan Komitmen
Kesepakatan antara Gus Dur dan Kiai Hasyim Muzadi adalah fondasi yang kuat untuk menjaga hubungan antara PBNU dan PKB. Namun, tantangan politik kontemporer membutuhkan komitmen yang kuat dan implementasi yang konsisten dari kesepakatan ini. NU dan PKB harus terus bekerja sama, namun tetap menjaga batasan yang jelas antara peran keagamaan dan politik praktis.
Hanya dengan menjaga komitmen ini, NU dapat terus memainkan peran besarnya dalam menjaga marwah keagamaan dan menjadi penyeimbang antara negara dan masyarakat. Sementara itu, PKB dapat terus bergerak di ranah politik praktis, mengedepankan kepentingan warga Nahdliyin dan membangun kekuatan politik yang solid.
Dengan sinergi yang baik dan komitmen yang kuat, PBNU dan PKB dapat bersama-sama mengarungi dinamika politik Indonesia, mencapai tujuan-tujuan besar yang telah dirintis oleh para pendiri NU.
Hubungan strategis antara NU dan PKB, seperti yang dicetuskan oleh Gus Dur dan Kiai Hasyim Muzadi, sangat ideal untuk diterapkan kembali. Strategi ini memungkinkan kedua entitas untuk bergerak dalam ranah masing-masing tanpa saling mengintervensi, namun tetap menjaga hubungan yang aspiratif dan strategis.
Dengan strategi yang tepat, PBNU dan PKB bisa bersama-sama membangun Indonesia yang lebih baik, sejahtera, dan damai. Konsolidasi internal yang baik, klarifikasi yang transparan, serta komitmen untuk tidak mencampuradukkan kepentingan struktural NU dan PKB, menjadi kunci untuk mengatasi konflik ini. Sinergi antara NU dan PKB dapat menciptakan harmoni yang kuat, memastikan bahwa kedua entitas ini terus berkontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.
Dengan mengingat kembali kesepakatan bersejarah antara Gus Dur dan Kiai Hasyim Muzadi, NU dan PKB bisa menemukan jalan untuk memperkuat sinergi dan mengatasi konflik internal. Upaya klarifikasi dan konsolidasi yang baik akan memastikan bahwa kedua entitas ini tetap solid dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa. Pada akhirnya, sinergi yang kuat antara NU dan PKB akan menciptakan harmoni yang diperlukan untuk membangun Indonesia yang lebih baik, sejahtera, dan damai.
Penulis adalah Direktur Moderation Corner, Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News