SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya merespon gugatan hukum M. Sholeh atas Undang-Undang no. 8 Tahun 2015 tentan Pilkada. Hal itu dibuktikan dengan digelarnya kembali sidang MK terkait gugatan hukum tersebut.
M. Sholeh, Selasa (8/9) mengungkapkan, ini merupakan agenda persidangan tahap ketiga, yakni mendengarkan keterangan Presiden RI, yang diwakilkan kepada Menteri Dalam Negeri, kemudian DPR RI yang diwakili oleh Komisi II dan KPU RI.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
“Kehadiran tiga lembaga tersebut guna menjelaskan posisi terkait gugatan yang kami layangkan,” ujarnya.
Mantan Aktifis PRD ini mengatakan, penundaan pilkada bertentangan dengan Pasal 201 UU Pilkada, yang isinya, kepala daerah yang masa jabatannya habis 2015 sampai semester pertama 2016, pelaksanaan pilkadanya desember 2015. “Ini gak mungkin bisa ditunda lagi,” tegasnya singkat.
Untuk menyelesaikan masalah itu, Sholeh menegaskan, pihaknya mengusulkan ke MK, satu pasangan yang mendaftar tetap sah sepanjang negara sudah memberikan hak kepada parpol untuk mendaftar.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
“Ketika hak itu tidak digunakan calon perseorangan, parpol atau gabungan parpol maka proses pilkada tetap jalan, dan bukan salah negara,” jelas Alumnus Universitas Wijaya Kusuma.
M.Sholeh menilai, hingga memasuki tahapan sidang tersebut setidaknya ada harapan bagi 5 daerah yang telah diputuskan hanya memiliki calon tunggal, serta lebih dari 50 daerah yang berpotensi akan mengalami kondisi serupa. ”Jadi gugatan kami tidak hanya berbicara Surabaya saja,” terangnya.
Apabila gugatan tersebut dikabulkan, menurut mantan aktivis yang pernah menjadi Tahanan Politik (Tapol) di era Orde Baru ini setidaknya bisa mengerucutkan pada solusi adanya bumbung kosong.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Menurutnya, mekanisme kearifan lokal yang biasa berlangsung dalam Pilkades tersebut tak membatalkan adanya calon tunggal. Meski mekanisme Bumbung Kosong tersebut juga menyerap aspirasi masyarakat yang tidak setuju terhadap calon yang maju dalam Pilkada serentak. “Dalam bumbung kosong aspirasi yang tak setuju calon juga diakomodir,” paparnya
Sholeh meyakini, keseriusan pembahasan tersebut segera diputuskan dalam waktu dua minggu ke depan. ”Dua minggu akan segera ada putusan yang bisa menjadi titik terang dari kebuntuan politik di daerah,” tukasnya.
Agenda gugatan terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Kepala Daerah ini diawali atas adanya desakan dari Warga Surabaya.Itu dilakukan mengingat kondisi Pilkada Surabaya dan beberapa daerah lainnya, berpotensi adanya calon tunggal. (lan/dur)
Baca Juga: Hearing Lanjutan soal RHU dan Efek Pengendara Mabuk, DPRD Surabaya Soroti SOP, Perizinan, dan Pajak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News