SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, mengklaim anjloknya harga garam milik petani di kabupaten ujung timur pulau Madura ini, karena dirusak tengkulak atau pengepul. Hasil garam yang dipanen warga selalu dibeli di bawah harga yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sumenep, Saiful Bahri mengatakan, selama petani garam mempunyai hubungan emosional dengan para pengepul, harga garam tidak akan sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Baca Juga: Pesan Dandim 0827 Sumenep Usai Hadiri Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024 di Kantor Bupati
”Kalau kelompok atau peguyuban tidak bergantung kepada pengepul, harga garam bisa lebih baik,” kata dia kemarin.
Sesuai dengan surat edaran (SE) Kementrian Perdagangan, harga garam untuk kwalitas 1 (KW-1) Rp 750 rupiah, KW 2 Rp 550 rupiah per kilogramnya. Namun sepanjang sejarah tidak pernah ada garam petani yang mampu mencapai harga tersebut.
”Berdasarkan laporan yang kami terima, harga garam di petani untuk KW I Rp 425, untuk KW II Rp 300,” terang dia.
Baca Juga: Dinsos Sumenep Bersama USAID ERAT Gelar Workshop untuk Susun RAD Pemenuhan Hak Disabilitas
Pihaknya memaklumi anjloknya harga garam di Sumenep saat ini, sebab pengepul atau pengusaha saat membeli garam milik petani masih membutuhkan biaya, salah satunya untuk biaya transportasi, ongkos kuli, karung untuk membungkus garam dan kebutuhan oprasional lainnya.
”Berdasarkan informasi yang saya tangkap, harga garam sesampainya di perusahaan sesuai dengan ketentuan pemerintah,” terang dia.
Sementara untuk produksi garam tahun ini, di Sumenep mengalami peningkatan dibandingkan produksi garam tahun lalu. Baik dari segi kualitas maupun dari kuantitas. ”Alhamdulillah kalau dari segi produksi mengalami peningkatan. Karena cuaca tahun ini sangat mendukung,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumenep Moh. Jakfar.
Baca Juga: Ciptakan Udara Bersih dan Berkualitas, DLH Sumenep dan Medco Energi Tanam Ribuan Pohon
Selain itu membaiknya kualitas garam tersebut berkat kesadaran petani itu sendiri. Saat ini banyak petani garam di sumenep saat melakukan produksi menggunakan giomimbran. Baik alat tersebut diperoleh dari bantuan pemerintah Pusat melalui Kementrian Perdagangan dan Peridustrian, bantuan dari PT Garam, maupun bantuan dari pemerintah Provinsi Jawa Timur. ”Ada pula yang membeli sendiri,” ungkap dia.
Sementara petani garam Suri asal Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, mengaku kecewa. Sebab selama puluhan tahun Pemerintah Daerah Terkesan tidak memperdulikan petani garam di Sumenep. ”Prinsipnya kami tidak hanya butuh bantuan fisik dari pemerintah, kami juga butuh pembelaan soal harga,” terang dia.
Saat ini, harga garam milik petani hanya dibeli seharga Rp 425 ribu untuk KW I dan Rp 300 untuk K II. Sementara untuk harga garam yang dihasilkan melalui giomimbran dibeli Rp 500. ”Logikanya, apa gunanya kualitas garam petani semakin membaik jika harganya tetap dibawah ketentuan pemerintah. Ini kan percuma meskipun pemerintah memberi bantuan fisik. Karena petani tetap berpotensi merugi setiap musim panen,” tegas dia.
Baca Juga: Bappeda Sumenep Hadirkan 2 Narasumber dalam Sosialisasi GDPK
Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar pemerintah selain memberikan bantuan fisik juga memperjuangkan harga garam milik petani. ”Itulah harapan petani selama ini,”tukas dia. (fay/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News