Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Risiko Mempekerjakan Jin, Anda Mampu? Silakan

Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Titanic dan Nelayan Desa

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 41-43. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.

81. Wa lisulaimānar-rīḥa ‘āṣifatan tajrī bi'amrihī ilal-arḍil-latī bāraknā fīhā, wa kunnā bikulli syai'in ‘ālimīn(a).

(Kami menundukkan) pula untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami beri berkah padanya. Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Jin, Sang Pekerja Tambang

82. Wa minasy-syayāṭīna may yagūṣūna lahū wa ya‘malūna ‘amalan dūna żālik(a), wa kunnā lahum ḥāfiẓīn(a).

(Kami tundukkan pula kepada Sulaiman) segolongan setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain itu. Kamilah yang memelihara mereka itu.


Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 81-82: Angin, Pesawat Pribadi Nabi Sulaiman, Pesan untuk Dunia Transportasi Udara

TAFSIR AKTUAL

Wa ya’malun amala dun dzalik”. Di samping jin penyelam, ada juga kawanan jin yang bertugas di bidang lain. Dalam menafsir tesis ini, para mufassir umumnya merujuk ayat 13, al-Saba’, “Ya’malunah ma yasya’ min maharib wa jifan ka al-jawab wa qudur rasiyat...”.

Bahwa, di antara para jin itu ada yang berkeahlian arstektur, jin arsitek yang ditugaskan membuat mihrab (maharib), bangunan berbentuk kayak pengimaman di masjid atau bentuk lengkung yang melambangkan kebesaran waktu itu. Ada juga yang punya keahlian memahat, jin pengrajin yang ditugasi membuat patung atau arca-arca (tamatsil).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Mukjizat Nabi Daud A.S.

Dan ada pula kawanan jin yang ahli membuat perkakas rumah tangga, alat-alat dapur dan piranti memasak. Jifan ka al-jawab, wajan yang ukurannya sebesar empang.

Kata “jawab” adalah bentuk jamak dari mufrad “jabiyah”, kubangan air, tambak, dsb. Tidak usah dibayangkan, untuk apa wajan sebesar itu.

Pertama, kira-kira menunjukkan saking banyaknya makanan yang perlu dihidangkan kepada banyak makhluk yang menjadi ramutan, yang diservis gratis, diberi makan oleh nabi Sulaiman A.S.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Inggris, Negara Islam Masa Depan

Jika wajan itu untuk menggoreng, maka agar memuat banyak bahan yang digoreng sehingga cepat disajikan.

Kedua, bila diasumsikan saking gedenya, saking besarnya barang yang digoreng, mengingat yang makan adalah para dedemit, genderuwo dan para raksasa, maka wajan itu kira-kira seluas lapangan bola untuk menggoreng pisang segede Tugu Pahlawan Surabaya.

Begitu pula “qudur rasiyat”, belanga, kuwali, kendil yang kokoh-kokoh. Tentu saja, selain berukuran sangat besar, materinya sangat kuat. Bisa terbuat dari besi, baja, atau logam dan lain-lain.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Gunung-Gunung Ikut Bertasbih

Pertanyannya, untuk memasak atau menggodok apa? Mungkin digawe godog telo, pohong segede menara Masjid Al-Akbar Surabaya. Lalu, dapurnya seberapa? Itulah tafsiran “wa ya’malun amala dun dzalik”. Allah a’lam.

Membaca ulang ayat di atas, tergambar secara nyata, bahwa memperkerjakan makhluk itu bebas dan diperbolehkan. Termasuk memperkerjakan jin. Silakan kalau anda bisa, seperti Nabi Sulaiman A.S.

Tetapi hak dan kesejahteraan mereka wajib diperhatikan. Janganlah menzalimi mereka.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Nabi Daud Melahirkan Generasi Lebih Hebat, Bukan Memaksakan Jabatan

Menurut kurrikulum perdukunan, memperkerjakan jin, menjadikan khadam jin itu memang enak, tetapi sesungguhnya sangat berisiko pada akhirnya.

Aslinya, para jin itu sama saja dengan manusia dan makhluk hidup lain. Ingin hidup terhormat dan dihormati, bukan direndahkan dan dibebani.

Mereka pasti menghitung dan meminta imbalan yang sepadan, seperti layaknya para pekerja. Terhadap orang sakti majikannya, para jin itu sesungguhnya bekerja dengan terpaksa dan bukan karena sukarela.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: 70 Persen Hakim Masuk Neraka

Makanya, ketika sang majikan lengah dan lemah, mereka mesti menuntut balas dan berulah. Kalau si majikan tidak mampu menangkis, maka akan jatuh sakit, seperti lumpuh, linglung, dan lain-lain.

Kalau majikan mampu, maka jin perewangan tersebut akan terus menuntut kepada ahli waris setelah sang majikan meninggal. Sebaik-baik jin, tidaklah bisa sebaik mansuia.

Wa kunna lahum hafidhin”. Kami-lah yang bertanggung jawab menjaga mereka, begitu ikrar Tuhan. Maksudnya, terma ini untuk menjamin keselamatan para jin pekerja yang sedang bertugas menyelesaikan pekerjaan besar yang berisiko.

Makanya menggunakan kata “lahum hafidhin”. Jadi titik tekan ayat ini kepada pekerjanya.

Sementara pada ayat sebelumnya menggunakan terma: “wa kunna bi kull syai ‘alimin”. Di mana Tuhan maha monitoring kepada setiap hasil karya yang mereka buat.

Pengertian “’alimin” termasuk juga memberi bimbingan kepada mereka agar semakin inovatif, sehingga menghasilkan karya-karya baru yang lebih modis. Jadi, titik tekan ayat ini kepada hasil karyanya, bukan pada pekerjanya.

Dari penutup kedua ayat di atas, bila digabung menghasilkan pelajaran yang berharga. Bahwa, dalam bekerja, seperti di pabrik atau di perusahaan, maka yang mesti diperhatikan adalah – minimal – dua hal. Pertama, keselamatan kerja dan kedua produktivitas. Allah a’lam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO