
JEMBER, BANGSAONLINE.com – Arif Afandi, mantan wakil walikota Surabaya, pernah membuat tesis tentang hubungan kepala daerah dan wakilnya. Tesis yang dibuat untuk persyaratan S2 di Unair itu menyebutkan bahwa rata-rata bulan madu atau keharmonisan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lama 6 bulan. Setelah itu mereka konflik sampai akhir jabatan.
Tesis itu benar. Setidaknya inilah yang terjadi pada Bupati Jember Muhammad Fawait (Gus Fawait) dan Wakil Bupati Jember Djoko Susanto.
Bahkan konflik Bupati Jember dan Wakilnya bisa disebut tercepat di seantero Indonesia. Belum satu bulan menjabat sebagai bupati-wakil bupati Jember, benih-benih konflik sudah menyeruak ke publik.
Ironisnya, konflik itu dipertontonkan secara terbuka kepada rakyatnya. Bahkan Djoko Susanto - sebagai wakil bupati – tak segan-segan mengeritik Fawait secara terbuka lewat media massa.
Wakil Bupati Jember itu juga beberapa kali “memboikot” dan tak menghadiri acara dengan alasan tak ada pendelegasian dan tak diberi tahu. Antara lain, ia tidak menghadiri sidang paripurna di DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (15/3/2025) malam.
“….sampai hari ini, sampai detik ini, juga tidak ada pendelegasian kepada saya untuk menghadiri,” demikian salah satu potongan alasan Djoko Susanto, disamping mengaku ada acara diskusi.
Djoko pernah mengungkapkan bahwa dirinya belum pernah dilibatkan dalam proses penataan kelembagaan, termasuk dalam pengisian jabatan Plt di lingkungan Pemkab Jember.
Meski demikian Djoko Susanto pernah secara mendadak hadir dalam acara Forum Lintas Perangkat Daerah yang digelar oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jember di Aula Dinas Pendidikan (Dispendik) Jember, Selasa (11/3/2025). Acara ini dihadiri oleh seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Jember.
Padahal ia mengaku tidak mendapat pemberitahuan resmi terkait acara tersebut. Ia hadir untuk memberikan arahan kepada para kepala OPD yang hadir secara langsung maupun daring.
Lalu bagaimana tanggapan Muhammad Fawait selaku bupati. Politisi Gerindra itu mengaku baik-baik saja dengan Djoko Susanto.
Fawait bahkan sempat menyindir Djoko Susanto saat acara serah terima jabatan (Sertijab) dan paripuna DPRD Jember yang dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
“Yang saya hormati wakil bupati Jember yang kemarin mungkin ditulis di berita (tidak harmonis), tapi saya baik-baik saja dengan wakil bupati,” ujar Fawait.
Pada kempatan lain bahkan Fawait mengaku tak mematikan peran wabupnya.
“Saya tegaskan, tidak ada upaya mematikan peran Wakil Bupati. Pemerintahan berjalan sesuai aturan, dan setiap tugas harus dijalankan sesuai porsinya. Pihak kami selalu melibatkan siapapun untuk berkontribusi dalam membangun Kota Jember,” tegas mantan anggota DPRD Jawa Timur itu.
Yang pasti, perang terbuka Bupati Bupati Jember dan wakilnya itu kini menjadi perbincangan publik secara luas. Bahkan tokoh pers nasional, Dahlan Iskan, menilai pecah kongsi Fawait dan Djoko Susanto itu sebagai rekor baru Indonesia dalam konflik kepala daerah dan wakilnya. Mantan Meteri BUMN itu menyebut sebagai konflik tercepat.
“Belum sampai dua bulan, P1 dan P2 nya sudah konflik,” tulis Dahlan Iskan di Disway edisi Kamis, 10 April 2025.
P1 adalah istilah untuk bupati dan P2 adalah wakil bupati. ”P” adalah nomor pelat nomor kendaraan Jember.
Seorang pengacara terkemuka Surabaya punya mobil Rolls-Royce. Namanya: Dr Tonic Tangkau SH MH. Pelat nomornya: P 21. Anda sudah tahu: P21 adalah penanda bahwa perkara yang dilimpahkan polisi ke kejaksaan sudah bisa diproses lebih lanjut.
Kinflik P1 dan P2 bisa jadi berlanjut ke saling mengadu ke polisi. Bisa-bisa P21.
”Konflik kepala daerah dan wakilnya seperti itu biasanya terjadi setelah enam bulan masa jabatan. Jember mungkin berprinsip ”lebih cepat lebih baik”,” tulis Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan Iskan, pasangan itu beda usianya memang jauh sekali: 37 dan 65 tahun. Bupati Gus Muhammad Fawait jauh lebih muda dari wakil bupati Pak Djos (Djoko Susanto).
Dua-duanya bukan kelahiran Jember tapi tumbuh di Jember. Sejak kecil. Gus Fawait kelahiran Jombang. Pak Djos orang Kediri.
Keduanya juga beda latar belakang. Gus Fawait aktivis. Pak Djos pegawai negeri. Gus Fawait adalah ketua Ansor NU yang ketika mahasiswa di Unair aktif di HMI. Ia sarjana ekonomi Unair dengan master manajemen dari UGM. Kini kuliah lagi di S3 ekonomi Unair.
Yang menarik, Dahlan Iskan mengungkap faktor penyebab konflik yang kini jadi "perang terbuka" itu.
”Penyebab konflik sangat klasik. P2 merasa lebih banyak keluar biaya: untuk Pilkada. Setelah terpilih tidak banyak dilibatkan dalam menentukan kebijakan. Terutama di saat pengangkatan pejabat-pejabat tinggi daerah,” tulis Dahlan Iskan lagi.
Jember - tulis Dahlan - termasuk sangat cepat mengganti 17 kepala dinas dan jabatan setingkat. P2 merasa tidak diajak bicara. Maka, sejak itu, P2 terlihat tidak pernah berdua bersama P1.
Bahkan benihnya sudah sejak sebelum itu. Seorang sahabat Disway di sana menceritakan konflik itu bermula sejak P1 pulang dari retreat di Magelang. Sebagai bupati yang dilantik di Jakarta ia harus segera ke Magelang. Tidak sempat ada perayaan selamat datang.
"Perayaan baru terjadi saat P1 pulang dari Magelang. Ia disambut ribuan orang. Sendirian. Tanpa P2," tegas Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan, mereka yang menyambut utamanya jaringan Laskar Sholawat Nusantara (LSN). Gus Fawait memang presiden LSN.
Itulah jaringan yang dibuat Gus Fawait sejak lebih lima tahun lalu. Yakni saat ia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Jatim. Dari Partai Gerindra. Dapilnya, Jember dan Lumajang. Jaringan LSN terbentuk di dua kabupaten itu. Sampai ke tingkat desa.
Gus Fawait terpilih. Di Pileg 2024 ia maju lagi. Terpilih lagi. Perolehan suaranya meningkat. Tertinggi se-Indonesia.
Besarnya perolehan suara itu, tutur Dahlan, dilihat sebagai modal besar untuk maju sebagai calon bupati. Ia pun mundur dari DPRD. Maju sebagai calon bupati.
"Lalu ada mak comblang yang akhirnya menjodohkannya dengan Pak Djos," beber Dahlan lagi.
"Gus Fawait bermodal perolehan suara. Pak Djos bermodal uangnya. Klop," tambahnya.
Umumnya orang Jember tahu siapa mak comblang yang dimaksud: Ir MZA Jalal --sesepuh politik di Jember. Jalal pernah jadi bupati Jember. Dua periode.
Saat Jalal menjabat bupati Pak Djos adalah kepala dinas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember. Tentu Jalal tahu betapa kaya Pak Djos. Perjodohan pun dilakukan. Menang 54 persen atas saingan mereka dari PDI-Perjuangan.
”Tapi pasangan ini tampaknya tidak sempat berbulan madu. Begitu pulang dari Magelang langsung pisah ranjang,” tulis wartawan senior asal Takeran Magetan Jawa Timur itu.