
SURABAYA,BANGSAONLINE.com - Guru besar sosiologi Universitas Airlangga (Unair), Prof Tuti Budirahayu, Dra, M.Si mempertanyakan 'Sekolah Kemiskinan' yang sedang disiapkan Pemerintahan Presiden Prabowo.
Dia menyarakankan pemerintah sebaiknya berfokus memperbaiki sekolah yang sudah ada, tidak membuat sesuatu yang baru.
“Pendirian ‘Sekolah Kemiskinan’ tidak berdasarkan pemikiran yang matang,” kata dia, Sabtu (12/4/2025).
Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) itu dalam analisisnya mempertanyakan dasar teori dari program Sekolah Kemiskinan.
“Apakah sekolah ini menggantikan sekolah yang sudah ada, atau justru menjadi pesaing bagi sekolah tersebut?,” ungkap Prof Tuti.
Menurut pakar reformasi pendidikaan ini, Sekolah Kemiskinan, tidak berdasarkan pemikiran yang matang, terkait kondisi persekolahan di Indonesia. Program Sekolah Kemiskinan, kesannya sebagai proyek berbiaya besar. Yang berpotensi tidak berjalan.
“Berkaca dari proyek-proyek pemerintah sebelumnya, banyak bangunan sekolah yang mangkrak dan ada yang ambruk,” tandasnya.
Prof Tuti mengatakan seharusnya pemerintah lebih fokus pada sekolah-sekolah yang sudah ada.
"Sekolah yang sudah ada, dapat direvitalisasi dengan meningkatkan guru, kurikulum sesuai kebutuhan. Sekolah-sekolah yang ada bisa diperbaiki dan disesuaikan untuk memenuhi standar pendidikan yang lebih baik," ujarnya.
Sebagai informasi, Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto saat ini sedang mempersiapkan 'Sekolah Rakyat'.
Berdasarkan instruksi Presiden (Inpres) No 8 Tahun 2025 telah diatur strategi pengentasan kemiskinan secara terpadu.
Dalam program ini Sekolah Rakyat dianggap sebagai instrumen penting untuk memutus mata rantai kemiskinan.
Inpres tersebut menginstruksikan lebih dari 40 kementerian dan lembaga untuk bersinergi mengentaskan kemiskinan.
Salah satu program unggulan yang diatur dalam Inpres ini adalah Sekolah Rakyat. Guru besar Unair menggunakan istilah 'Sekolah Kemisikinan', sementara Pemerintah menggunakan istilah 'Sekolah Rakyat'.