
BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Pengajuan pernikahan dini di Bojonegoro, Jawa Timur, cukup memprihatinkan. Hingga Juli 2025, tercatat 205 perkara dispensasi kawin (diska) masuk ke Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro. Bahkan seorang anak berusia 12 tahun telah mengajukan permohonan menikah.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, Nafidatul Hima, mengatakan pernikahan dini disebabkan karena kemiskinan dan pendidikan yang masih rendah.
"Kondisi itu mempengaruhi pola pikir, seperti menikah dinikan anak perempuan karena ujungnya nanti juga akan menikah," ujarnya, Senin (11/8/2025).
Menurutnya, program pemerintah selama ini terkesan hanya formalitas. "Itu terbukti dari angka diska yang masih cukup tinggi. Sosialisasi sudah cukup sering, tapi efeknya tidak tepat sasaran dan tidak ada hasilnya," kata Nafidatul Hima.
Nafidatul mengatakan, ada sejumlah faktor penyebab permohonan diska. Mulai dari pendidikan, masyarakat, pergaulan anak remaja, orang tua, dan keluarga.
Karena itu, untuk menekan angka diska di Bojonegoro perlu melibatkan semua pihak
Ia menilai, seorang anak belum memiliki prioritas untuk mengambil keputusan yang besar, terutama pernikahan. Maka, yang harus disasar pertama adalah keluarga.
"Solusinya Satgas PPA di desa juga harus difungsikan. Namun Satgas PPA harus diisi orang yang mumpuni dan bergerak di bidang pemberdayaan atau advokasi masyarakat. Satgas harus dirombak penuh untuk memaksimalkan fungsi dan kinerjanya," jelas Presidium Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur itu.
Berdasar data dari Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro, jumlah perkara diska mengalami penurunan tahun ini, dibanding dengan tahun sebelumnya. Tercatat sebanyak 228 perkara diska per Juli 2024. Menurun menjadi 205 perkara diska per Juli 2025.
Panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik, menyampaikan adanya penurunan jumlah perkara diska ini bisa disebut membanggakan.
Ia menegaskan, selama ini PA Bojonegoro terus bekerja keras untuk mencari akar masalahnya. Guna melakukan pencegahan adanya pernikahan dini.
"Karena data yang masuk di PA sudah dalam kategori penanganan," ujarnya.
Menurutnya, meskipun sudah terjadi penurunan, namun kantong-kantong kemiskinan dan kebodohan yang masih dominan selalu menjadi faktor penentu masyarakat untuk melakukan pernikahan di bawah umur.
Sholikin mengungkapkan, bahwa diska di Bojonegoro masih cukup memprihatinkan. 6 anak usia 15 tahun sudah mengajukan diska, 3 anak usia 14 tahun, 2 anak usia 12 tahun, bahkan terdapat 1 anak usia 12 tahun juga telah mengajukan pernikahan dini. Namun, ajuan tersebut ditolak karena anak usia 12 tahun masih sangat kecil.
"Ini gambaran yang perlu kita perhatikan secara serius,’" terangnya. (jku/rev)