Kontroversi Penebangan Beringin Mondoroko Malang: Publik Soroti Dugaan Komersialisasi Lahan

Kontroversi Penebangan Beringin Mondoroko Malang: Publik Soroti Dugaan Komersialisasi Lahan Penebangan pohon beringin tua di Jalan Raya Mondoroko, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

MALANG, BANGSAONLINE.com - Penebangan pohon beringin tua di Jalan Raya Mondoroko, Singosari, Kabupaten Malang, memicu kontroversi publik. Pohon yang telah puluhan tahun menjadi peneduh jalan itu ditebang habis, meski dokumen resmi menunjukkan perbedaan istilah antara permohonan dan izin yang diberikan.

Surat permohonan menyebutkan “pemotongan atau penebangan”, sementara surat izin dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur menggunakan istilah “perapian atau perempesan”. Namun di lapangan, pohon beringin tersebut ditebang total tanpa sisa.

Kerancuan istilah ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi prosedur. Dalam konteks lingkungan, “perempesan” umumnya berarti pemangkasan sebagian ranting, bukan penebangan menyeluruh. Publik menilai perbedaan redaksional ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan indikasi bahwa prosedur administratif hanya dijalankan secara formalitas.

Kecurigaan warga semakin menguat setelah lokasi bekas pohon langsung dicor dan dipasangi patok, memunculkan dugaan bahwa area tersebut disiapkan sebagai akses menuju kawasan komersial. Terlebih, informasi yang beredar menyebutkan bahwa permohonan izin penebangan bukan diajukan oleh instansi pemerintah, melainkan oleh pihak yang diduga seorang pengusaha.

Nama pemohon menjadi sorotan, apalagi lahan di belakang pohon berdekatan dengan tanah kosong yang kabarnya akan dikembangkan menjadi perumahan atau ruko.

Menanggapi hal ini, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBPJN Jatim, Reza Maulana, menegaskan bahwa penebangan telah sesuai prosedur.

“Pohon itu posisinya dekat saluran dan hampir di bahu jalan, sehingga berpotensi menghambat truk besar. Pemotongan dilakukan berdasarkan hasil survei, bahkan sudah ada penanaman pohon pengganti,” ujarnya, Kamis (2/9/2025).

Kendati demikian, Reza mengakui adanya kerumitan administratif karena pohon berada di jalur nasional yang menjadi kewenangan pusat, sementara izin teknis tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan dinas lingkungan hidup daerah.

“Memang dalam surat kerap digunakan istilah perempesan atau perapian. Namun konteksnya tetap pada pemotongan pohon yang dianggap membahayakan,” imbuhnya.

Walaupun telah ada klarifikasi resmi, publik tetap menaruh curiga. Fakta bahwa izin diajukan oleh pihak yang diduga pengusaha, ditambah perbedaan redaksional dan keberadaan patok di lokasi bekas pohon, membuat isu komersialisasi sulit dibendung.

Kini, penebangan beringin di Mondoroko tak lagi dipandang sebagai urusan keselamatan jalan semata. Ia telah menjadi simbol tarik ulur antara kepentingan administratif, pelestarian ruang hijau, dan dugaan proyek komersial yang membayangi di balik satu kata dalam surat resmi. (dad/mar)