BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Musim kemarau yang terus berlangsung terus menambah jumlah desa di Bojonegoro yang mengalami kekeringan. Akibatnya, warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Saat ini, desa yang mengalami kekeringan sebanyak 80 desa serta 150 dusun yang tersebar di 19 Kecamatan di Kota Ledre.
"Puluhan desa itu tersebar di wilayah barat dan selatan Bojonegoro," ujar Kepala BPBD Bojonegoro, Andik Sudjarwo, Jumat (30/10).
Baca Juga: Deklarasi Relasi Jamur, Ketua Dekopinwil: Jangan Sampai Jatim Dipimpin Selain Khofifah
Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BKMG) Jawa Timur, kemarau di Bojonegoro dan sekitarnya masih akan berlangsung hingga akhir Desember mendatang. Sebelumnya, BKMG merilis hujan akan turun pada awal hingga pertengahan November mendatang.
"Tapi ternyata ada laporan lagi kalau musim kemarau tahun ini lebih panjang. Hujan diprediksi baru turun pada pertengahan hingga akhir Desember mendatang, artinya kemarau kali ini mundur lagi satu sampai dua bulan ke depan," papar Andik.
Dia juga mengaku terus melakukan dropping air bersih bagi masyarakat yang mengalami kekeringan. Dalam sehari, pihaknya mengirimkan empat hingga delapan tangki air bersih. "Semua masyarakat sudah berharap turunnya hujan, agar tidak kekurangan air bersih lagi. Karena saat ini sumur-sumur warga tidak ada yang keluar airnya," katanya.
Baca Juga: Peletakan Batu Pertama Masjid Darussalam Trucuk Bojonegoro, Khofifah Bahas soal Perdamaian Gaza
Selain menyebabkan kekeringan di lingkungan masyarakat, kekeringan juga membuat ratusan embung (tempat penyimpanan air) turut mengering. Tercatat sebanyak 335 embung yang tersebar di beberapa kecamatan kering kerontang. Padahal, dibangunnya embung itu untuk menyimpan cadangan air bagi masyarakat pada saat musim kemarau berlangsung.
"Tidak ada manfaatnya (embungnya,red) karena saat kemarau juga airnya habis. Bahkan baru awal kemarau sudah habis," kata Budi, warga Kecamatan Sugihwaras yang desanya ditempati embung oleh pemerintah Bojonegoro.
Selain embung, air Sungai Bengawan Solo yang melintas di utara Bojonegoro airnya juga kritis. Saat ini air yang mengalir di sungai terpanjang di pulau jawa itu tidak boleh disedot untuk pengairan pertanian. Air khusus digunakan untuk kebutuhan masyarakat melalui pengolahan yang dilakukan oleh PDAM. (wan/rev)
Baca Juga: Berangkatkan Jalan Sehat Hari Koperasi di Bojonegoro, Khofifah: Penggerak Ekonomi Kerakyatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News