Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, saat menyampaikan mau'idzah hasanah dalam acara Kick Off Harlah ke-58 KOPRI PMII di Istana pertemuan Universitas KH Abdul Chalim (UAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur, Ahad (2/11/2025). Foto: Aris/bangsaonline
MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, minta Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI PMII) berorientasi pada spiritualitas dan transformasi dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut Kiai Asep, KOPRI PMII juga harus menjaga Ahlussunnah Wal Jamaah, Islam inklusif, rahmatan lil'alamin, dengan pondasi shalat.
Kiai Asep menegaskan bahwa semua perilaku kita dinilai dari shalat kita.
"Awwalu maa yuhaasabu 'abdu yaumal qiyaamati ash-shalaatu, idzaa shaluhat shaluha saa-iru 'amalihi, wa idza fasadat, fasada saa-iru 'amalihi. Shalat adalah yang pertama kali dihisab. Jika shalatnya baik, maka seluruh amal lainnya akan dinilai baik. Jika shalat jelek, maka seluh amal lainnya akan dinilai jelek,” kata Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, dalam acara Kick Off Harlah ke-58 KOPRI PMII di Istana pertemuan Universitas KH Abdul Chalim (UAC) Pacet Mojokerto Jawa Timur, Ahad (2/11/2025).
Hadir dalam acara itu Gubenur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Jawa Timur dan Ketua Dekranasda Jawa Timur Arumi Bachsin, Bupati Mojokerto Dr Muhammad Al Barra (Gus Bara), anggota DPR RI Muhammad Habibur Rochman (Gus Habib), Ketua Umum PB PMII Shofiyulloh Cokro, Ketua Umum PB Kopri Wulan Sari Aliyatus Sholikhah, dan Anggota DPRD Jatim Hidayat.
Juga hadir Syaikh Ahmad Muhammad Mabruk dan Syaikh Dr Faraq Salim Al Azhari asal Mesir.
Kiai Asep juga menekankan pentingnya KOPRI PMII melakukan transformasi. “Dulu santri memperjuangkan kemerdekaan, sekarang santri dan PMII harus mengisi kemerdekaan,” ujar pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu.
Kiai Asep bercerita bagaimana perjuangan dan pengorbanan para santri dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Menurut dia, banyak sekali korban meninggal dalam perang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia itu.
“30.000 mayat mengambang di Kalimas Jembatan Merah Surabaya,” ujar putra pahlawan nasional KH Abdul Chalim itu.
Sekarang, tegas Kiai Asep, para santri dan PMII tidak lagi harus berperang secara fisik untuk memerdekakan RI.
“Sekarang santri dan PMII harus berubah, transfromasi. Kalau dulu orientasi pesantren adalah Indonesia merdeka dan menjaga Ahlussunnah wal Jamaah, sekarang harus ditransformasi, menjaga dan mengawal paham Islam yang inklusif, rahmatun lil’alamin, Ahlusunnah wal Jamaah, untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia yaitu Indonesia maju, adil dan makmur,” tegas Kiai Asep.
Lalu apa yang harus dipersiapkan. Menurut Kiai Asep, ada empat komponen untuk mewujudkan cita-cita luhur kemerdekaan RI. Pertama, kita harus melahirkan ulama besar dan ilmuwan besar yang menerangi dunia, terutama bangsa Indonesia.
“Yang ilmunya itu dijadikan referensi oleh para birokrat,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
Kedua, santri dan PMII harus siap diorientasikan menjadi pemimpin bangsa Indonesia bahkan pemimpin dunia.
“Untuk terwujudnya kesejahteraan dan tegaknya keadilan,” katanya.
Ketiga, ujar Kiai Asep, harus mempersiapkan diri menjadi konglomerat yang berorientasikan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Konglomerat yang loman. Bukan konglomerat yang mengeksploitasi orang-orang miskin tetap miskin agar abadi menjadi buruh mereka. Di Indonesia saat ini konglomerat seperti itu. Mempemanenkan buruh-buruh. Selamanya buruh menjadi buruh dan anak-anak buruh juga menjadi buruh dari anak-anak konglomerat. Itu sangat tidak baik,” katanya.
Keempat, harus melahirkan profesional yang berkualitas dan bertanggungjawab.
Menurut Kiai Asep, jika orientasi kita empat pilar itu maka negara kita akan menjadi Indonesia maju, adil dan makmur.
Dalam acara itu juga diabstaksikan buku Islam ala Prabowo oleh tim penulis yang diwakili oleh Mush’ab Muqoddas. Prolog buku itu ditulis oleh Ahmad Muzani, Ketua MPR RI. Sedangkan epilognya ditulis Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim MA.











