Minta Kepastian Hukum soal Sumbangan Wali Murid, Advokat Malang Ajukan Uji Materiil ke MA

Minta Kepastian Hukum soal Sumbangan Wali Murid, Advokat Malang Ajukan Uji Materiil ke MA Advokad Hertanto Budhi Prasetyo.

MALANG, BANGSAONLINE.com - Advokat Hertanto Budhi Prasetyo resmi mengajukan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Pasal 12 huruf b Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Langkah hukum ini ditempuh untuk melindungi partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan sekaligus mengakhiri ketidakpastian hukum terkait aktivitas penggalangan dana di sekolah.

Permendikbud yang tengah diuji tersebut memuat larangan bagi Komite Sekolah untuk melakukan pungutan dan sumbangan. Menurut Hertanto, aturan itu telah menimbulkan kebingungan dan rasa takut di lingkungan Pendidikan, karena tidak adanya batasan yang jelas antara pungutan dan sumbangan sukarela.

“Ketidakjelasan definisi antara sumbangan sukarela (yang diperbolehkan oleh undang-undang) dan pungutan (yang dilarang) telah membuka ruang interpretasi yang salah dan berpotensi mengarah pada kriminalisasi partisipasi orang tua atau wali yang sebenarnya bertujuan baik,” ujar Hertanto Budhi saat dikonfirmasi di Malang, Jumat (7/11/2025).

Ia menilai, banyak sekolah masih bergantung pada dukungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan operasional maupun peningkatan mutu pendidikan yang belum tercakup dalam dana pemerintah seperti BOS atau APBD. Namun, larangan dalam Pasal 12 huruf b tersebut membuat upaya penggalangan sumbangan menjadi rentan disalahartikan.

Hertanto menegaskan, Permendikbud 75/2016 dinilai melampaui kewenangan karena tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya Pasal 54 ayat (1) dan (2) yang justru mendorong partisipasi masyarakat dalam pendanaan pendidikan.

Ia menilai ketiadaan penjelasan operasional mengenai istilah pungutan dan sumbangan telah menimbulkan multitafsir, bahkan membuka peluang kriminalisasi terhadap pihak sekolah yang menerima sumbangan sukarela. Kondisi ini, menurutnya, justru menghambat inisiatif sekolah dalam melakukan inovasi pembiayaan berbasis partisipasi masyarakat.

“Pasal 12 huruf b secara kaku menghambat inisiatif sekolah dalam melakukan inovasi pembiayaan yang berbasis partisipasi sukarela, padahal hal ini krusial bagi peningkatan mutu pendidikan nasional,” jelasnya.

Hertanto menambahkan, kebutuhan sekolah di tiap daerah berbeda-beda, sementara tidak semua kebutuhan dapat dijamin oleh dana pemerintah. Karena itu, ia menilai peran masyarakat dalam pendanaan pendidikan perlu tetap diakomodasi dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Melalui uji materi ini, Hertanto berharap Mahkamah Agung dapat menegaskan batasan hukum yang jelas antara sumbangan sukarela yang sah dan pungutan yang bersifat paksaan.

“Melalui putusan uji materiil ini, kami berharap marwah dunia pendidikan dapat dipulihkan dari kekhawatiran dan ketidakpastian. Komite Sekolah harus dikembalikan fungsinya sebagai mitra yang mendukung peningkatan mutu, bukan sebagai pelaku pungutan yang dicurigai,” tutupnya.

Putusan MA nantinya diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi sekolah, Komite Sekolah, dan orang tua terkait mekanisme penggalangan dana, serta memastikan bahwa sumbangan sukarela tetap dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai semangat Undang-Undang Sisdiknas. (dad/msn)