Diskusi yang digelar BEM Pasuruan Raya terkait 1 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.
KOTA PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi sorotan tajam dalam Dialog Publik bertajuk 'Bedah Kebijakan Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran' yang digelar Aliansi BEM Pasuruan Raya, Senin (10/11/2025).
Forum ini menghadirkan narasumber lintas sektor untuk membedah kesenjangan antara kebijakan pusat dan realitas di daerah.
Ketua pelaksana kegiatan, Muhammad Qommaruddin, menyebut forum ini sebagai bentuk tanggung jawab moral mahasiswa untuk menilai arah pemerintahan secara objektif.
“Acara ini bukan sekadar ajang menilai, tapi ruang refleksi untuk melihat sejauh mana janji politik mampu diwujudkan dalam kebijakan nyata yang menyentuh rakyat,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya peran mahasiswa sebagai kontrol sosial yang independen dan objektif.
“Independensi dan objektivitas adalah jantung dari gerakan intelektual kampus,” katanya.
Koordinator BEM Pasuruan Raya, M. Ubaidillah Abdi, menyampaikan keprihatinan atas “benang putus” antara kebijakan nasional dan kebutuhan lokal.
“Mengapa kita memilih istilah ‘menjahit’? Karena seringkali ada keputusan di Senayan dan Istana, tapi rakyat di gang-gang sempit Pasuruan tak merasakan dampaknya,” ungkapnya.
Ia menyoroti paradoks pembangunan nasional yang diwarnai proyek strategis bernilai triliunan, sementara di sisi lain masyarakat masih menghadapi pungutan liar di dunia pendidikan.
“Ini kontras yang tak bisa kita abaikan. Kita ingin kebijakan nasional itu mendarat, bukan melayang di atas kepala rakyat,” pungkasnya.
Wali Kota Pasuruan, Adi Wibowo, turut hadir dan menilai forum ini sebagai bentuk kontrol publik yang sehat. Ia menyebut satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran telah memasuki tahap implementasi konkret.
“Fokus pemerintah sekarang adalah pergeseran dari pembangunan fisik ke pembangunan sumber daya manusia. Karena sehebat apa pun infrastruktur, yang menggerakkan tetaplah manusia,” ujar Adi, yang juga dikenal sebagai mantan aktivis pers mahasiswa.
Adi memaparkan sejumlah program nasional yang telah berjalan di Pasuruan, seperti Program Makan Siang Bergizi dengan 7 dari 23 dapur umum aktif, serta Program Sekolah Rakyat untuk masyarakat miskin ekstrem. Namun, ia juga melontarkan kritik kepada mahasiswa agar tidak hanya berkutat pada wacana.
“Gerakan mahasiswa jangan hanya jadi menara gading. Coba tengok isu narkoba dan HIV/AIDS di Pasuruan, yang masih tinggi. Sudahkah itu menjadi fokus gerakan kita? Gerakan intelektual harus praksis, tidak berhenti di ruang diskusi,” paparnya.
Diskusi semakin berbobot dengan kehadiran narasumber lintas sektor, di antaranya:
- Gus H. M. Nailurrochman, S.IP., M.Pd. – Ketua PCNU Kota Pasuruan, menekankan pentingnya etika sosial dalam kebijakan publik.
- Dr. Moch. Mubarok, M.IP. – Pengamat politik Unesa, mengulas tren pemerintahan tersentralisasi.
- Dr. Mochammad Taufiq, M.Pd. – Rektor Uniwara, menyoroti lemahnya literasi kebijakan publik di masyarakat bawah.
- H.M. Rohani Siswanto, SE., MM. – Sekretaris Partai Gerindra, menyebut pemerintahan kini berada pada fase 'pembumian visi besar' menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam analisisnya, Mubarok menyebut pola komunikasi pemerintahan saat ini masih sangat tersentral di Jakarta.
“Kebijakan besar seperti kemandirian pangan atau digitalisasi layanan publik belum memiliki downstream policy yang jelas di daerah. Ini yang membuat jarak antara narasi nasional dan pengalaman lokal tetap lebar,” ujarnya.
Forum ini menunjukkan dinamika demokrasi tak hanya hidup di Jakarta, tetapi juga berdenyut kuat di daerah. Pasuruan menjadi contoh bahwa mahasiswa masih memegang bara idealisme untuk memastikan kebijakan negara berpihak pada rakyat.
Dalam konteks nasional, suara-suara seperti ini menjadi pengingat, keberhasilan pemerintahan bukan hanya soal angka makroekonomi, tetapi juga sejauh mana kebijakan mampu 'mendarat' di ruang-ruang kecil tempat rakyat hidup dan bergulat.
“Jika pusat sibuk menjahit visi, maka daerah harus memastikan benangnya tidak putus di tengah jalan.” (maf/par/mar)








