Kontroversi Gelar Pahlawan Soeharto, Cak Ofi: Alhamdulillah Gus Dur Tak Dipermasalahkan

Kontroversi Gelar Pahlawan Soeharto, Cak Ofi: Alhamdulillah Gus Dur Tak Dipermasalahkan Muhamad Rofi’i Mukhlis

PASURUAN,BANGSAONLINE.com - Penetapan Presiden RI ke-2 H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional menuai sorotan dari berbagai kalangan. Sejumlah tokoh agama, aktivis, dan politikus menyatakan keberatan atas keputusan tersebut.

Salah satu yang menolak adalah KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. Ulama asal Rembang itu menegaskan ketidaksetujuannya terhadap rencana pemberian gelar tersebut.

“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Gus Mus di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

Gus Mus menuturkan, pada masa pemerintahan Soeharto banyak kiai mendapat perlakuan tidak adil.

“Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh dipasang banyak dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” urainya.

Ia menambahkan, “Kiai Sahal Mahfudh itu didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah diminta jadi penasehat Golkar Jawa Tengah. Kiai Sahal tidak mau, saya menyaksikan sendiri.”

Menurut Gus Mus, masih banyak ulama dan pejuang bangsa yang memiliki jasa besar tetapi keluarganya tidak pernah mengusulkan gelar pahlawan. Hal itu, katanya, dilakukan untuk menjaga keikhlasan amal kebaikan almarhum.

Selain tokoh agama, aktivis juga menyoroti keputusan tersebut. Mereka menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bertentangan dengan semangat dan mandat reformasi.

“Kami mengecam keras keputusan tersebut,” ujar aktivis dari LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, saat dihubungi.

Fadhil menegaskan bahwa mandat reformasi adalah penyelesaian dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto.

“Kami mengecam keras keputusan tersebut. Pemberian gelar pahlawan ini adalah bukti konkret bahwa rezim yang dipimpin Prabowo Subianto saat ini telah melenceng jauh dari mandat dan tuntutan reformasi, yang mengharuskan adanya penyelesaian dugaan pelanggaran berat HAM, korupsi, dan penyelewengan kekuasaan yang dilakukan Soeharto dan kroninya,” tegas Fadhil.

Dari kalangan politikus, penolakan juga datang dari kader PDI Perjuangan, Guntur Romli. Ia menyebut partainya hanya menerima sebagian nama tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun, untuk Soeharto, mereka menolak.

“PDI Perjuangan menerima gelar pahlawan bagi Gus Dur, Marsinah, dan lain-lain, kecuali kepada Soeharto. Kami menolak gelar pahlawan pada Soeharto,” ujar Guntur kepada awak media, Selasa (11/11/2025).

Menurut Guntur, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat Reformasi 1998.

Menanggapi berbagai kritik tersebut, Ketua Umum Ormas Barisan Ksatria Nusantara (BKN) Muhamad Rofi’i Mukhlis atau Cak Ofi menyampaikan rasa syukur karena tidak ada pihak yang mempermasalahkan gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepada KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

“Alhamdulillah kepada Romo KH Abdurrahman Wahid tidak ada yang mempersoalkan,” kata Cak Ofi kepada Harian Bangsa melalui sambungan telepon.

Cak Ofi mengatakan, berbagai tanggapan terhadap gelar untuk Soeharto merupakan hal yang wajar karena setiap tokoh memiliki pandangan masing-masing. Ia menghormati seluruh pendapat yang muncul.

Namun, ia menilai perbedaan reaksi tersebut bisa menjadi pelajaran berharga. 

v“Mereka berpendapat seperti itu pasti ada alasan yang kuat, hingga ada kritik dan protesan seperti itu. Berbeda dengan KH Abdurrahman Wahid, meski di zamannya beliau dikenal tokoh kontroversial, tetapi dengan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, tidak ada satu pihak pun yang mempermasalahkan beliau,” ucapnya.

Cak Ofi menambahkan, hingga kini makam Gus Dur selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri. Ia pun membandingkan kondisi makam Gus Dur dengan makam Soeharto. 

“Coba lihat makam Gus Dur gimana dan makam Pak Harto gimana, setiap hari makam Gus Dur rame kayak makam Walisongo,” ungkapnya.

Ia berharap perbedaan pandangan tersebut bisa diambil hikmahnya. “Jadi dari perbedaan di atas semoga kita bisa mengambil pelajaran dari para tokoh yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional itu. Pada intinya, kita semua saudara,” pungkasnya. (afa/van)