JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak September lalu giat melakukan deregulasi. Salah satu aturan yang dideregulasi adalah ketentuan wajib label Bahasa Indonesia.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 73 Tahun 2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, wajib label yang semula diberlakukan begitu barang impor 'memasuki wilayah Indonesia' diubah menjadi 'sebelum barang diperdagangkan di pasar Indonesia'.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
Berdasarkan aturan sebelumnya, barang-barang impor sudah harus mengenakan label berbahasa Indonesia? sejak dari negara asal. Jika tak berlabel dalam Bahasa Indonesia, barang tersebut bakal ditahan di pelabuhan.
Sedangkan dalam Permendag 73/2015 barang impor tanpa label berbahasa Indonesia bisa masuk ke Indonesia, hanya belum boleh dipasarkan. Label boleh ditempel di gudang atau dimana pun sebelum dipasarkan. Pengawasan terhadap label tak lagi dilakukan di pelabuhan, tapi ketika barang beredar di pasar.
Pelonggaran ketentuan wajib label Bahasa Indonesia ini mendapat sorotan dari Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel. Menurut Gobel, hal tersebut bakal memudahkan barang-barang impor yang tidak sesuai ketentuan masuk ke Indonesia. Hal ini menambah daftar banyak regulasi perdagangan yang kena protes atau kritikan.
Baca Juga: Fungsi Kalkulator Forex Lanjutan: Melampaui Perhitungan Dasar
Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kemendag, Widodo, menjelaskan bahwa pengawasan ketentuan label akan dilakukan dengan pemantauan berdasarkan data dari Indonesian National Single Window (INSW).
"Itu kita akan dapat data dari INSW siapa yang mengimpor, berapa jumlah barang yang diimpor, apa saja jenis barangnya. Dari data itu kita akan lakukan pengamatan. Label akan kita lakukan pengamatan di pasar," kata Widodo saat ditemui di Lindeteves Trade Center Glodok, Jakarta, Jumat (6/11).
Selain itu, Kemendag akan memperkuat pengawasan di pasar dengan menggandeng dinas perdagangan provinsi dan masyarakat sebagai konsumen. Jika ditemukan ada barang yang tidak berlabel dalam Bahasa Indonesia, masyarakat bisa melapor ke Kemendag.
Baca Juga: Freeport Dukung Transformasi Era Society 5.0 di 36 Sekolah
"Kita bekerjasama dengan dinas perdagangan di provinsi, kemudian kita juga meminta kepada konsumen untuk ikut mengawasi. Jadi kita akan giatkan supaya konsumen juga mengadu kepada kita,"ucap dia.
Pihaknya pun berharap para importir yang diberi kemudahan oleh pemerintah melalui Permendag 73/2015 memberi 'imbal balik' dengan menaati kewajiban label berbahasa Indonesia.
"Kita sudah mengatakan kepada pengusaha bahwa kita sudah melakukan deregulasi, sudah memberikan kemudahan, maka pengusaha juga harus memberi imbal balik dengan menaati ketentuan-ketentuan. Jangan sudah diberi kemudahan tetap berusaha dengan memakai cara lama,"tutup dia.
Baca Juga: Sukses PT. Nathin dan PT. Khinco Gelar Tour Eskludif Manufaktur Maklon Herbal dan Kosmetik
Sebelumnya, Rachmat Gobel menyoroti masih banyaknya barang impor ilegal yang beredar di pasaran, khususnya tekstil, elektronik, dan produk-produk IT. ?Dia mengkritisi kebijakan Kementerian Perdagangan yang malah melonggarkan ketentuan label bagi barang-barang impor di tengah maraknya impor ilegal.
Pihaknya khawatir kebijakan tersebut akan membuat impor ilegal makin mudah menembus pasar Indonesia. Tanpa label berbahasa Indonesia, keterangan dan kualitas barang sulit diketahui masyarakat umum. Dengan begitu, barang murahan berkualitas rendah pun bisa beredar dengan mudah.
Industri lokal bakal dirugikan karena harus berkompetisi dengan barang impor berharga miring, sedangkan masyarakat juga dirugikan karena bisa saja barang berkualitas rendah tersebut membahayakan keselamatan.
Baca Juga: Peran Pinjaman Kelompok Amartha untuk Perkembangan UMKM di Indonesia
Pengawasan akan lebih mudah dilakukan di pelabuhan ketimbang di pasar. Jika barang sudah sampai di pasar, sulit sekali menertibkannya karena ada banyak sekali pasar di Indonesia.
"Kebijakan labelisasi dihapus harus dievaluasi. Jangan sampai memudahkan importir. Ini harus dibicarakan dengan asosiasi-asosiasi.?Kalau semua dikasih relaksasi nanti semua jadi importir, nggak ada yang mau bikin industri di dalam negeri," tandas Gobel beberapa waktu lalu. (detik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News