Oleh: M Mas’ud Adnan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo Jawa Timur menggelar Seminar Nasional bertema Peran Media Kampus dalam Menangkal Radikalisme Mahasiswa pada 18 Nopember lalu. Direktur HARIAN BANGSA M Mas’ud Adnan diundang sebagai pembicara bersama Dr Masdar Hilmy, wakil direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Kini radikalisme jadi perbincangan publik. Redaksi BANGSAONLINE.com merasa perlu menurunkan makalah M Mas’ud Adnan yang dipresentasikan dalam seminar tersebut secara bersambung. Selamat menikmati. Redaksi.
Baca Juga: Polda Jatim Kolaborasi dengan Ponpes Wali Barokah Bentengi Santri dari Pengaruh Radikalisme
Kelompok Islam radikal selalu memanfaatkan ”opini publik” untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan mereka. Pesan-pesan keagamaan itu dikemas dalam bentuk propaganda. Kita cermati semua media mereka, terutama website, majalah dan bulletin mereka atau media mereka yang lain. Semua pesan mereka disampaikan dalam kemasan propaganda.
Kita mungkin heran. Pada era intelektualisme tumbuh pesat seperti sekarang kenapa media-media kelompok Islam radikal justru selalu tampil dengan kemasan propaganda. Apa publik tidak muak? Bukankah propaganda terkesan primitif dan emosional?
Memang. Tapi faktanya propaganda tetap memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi atau mengubah perilaku masyarakat. Contoh paling aktual adalah Tabloid Obor Rakyat dalam kampanye Pilpres pada 2014 lalu. Tabloid ini sangat efektif mengubah mindset masyarakat dalam sekejap, terutama para kiai Nahdlatul Ulama (NU). Maklum, tabloid itu diedarkan dengan target yang jelas, yakni kalangan Islam khususnya basis-basis Islam tradisional, NU.
Baca Juga: Densus 88 Gelar Sosialisasi Kebangsaan di Lamongan
Sedemikian berpengaruh sampai seorang teman anggota DPR RI yang kini jadi menteri mengontak saya. Ia minta koran yang saya kelola, HARIAN BANGSA, membantu untuk melakukan “counter attack” terhadap tabloid tersebut. Ia minta HARIAN BANGSA dicetak secara khusus 300 ribu eksemplar untuk dibagikan gratis ke kantong-kantong NU di Jawa Timur, meski permintaan itu tak terwujud.
Lebih heboh lagi ternyata di balik gegap gempita propaganda dalam pilpres itu ditengarai bahwa Rob Allyn, konsultan politik kewargaan Amerika Serikat, terlibat. Ia dikenal ahli strategi, tukang plintir (spin doctor), jagoan intrik, dan ahli memanipulasi.
Seperti ditulis kompas.com, Indonesia-2014, yang pemimpin umumnya dijabat Goenawan Mohamad, menulis bahwa Allyn telah malang melintang di dunia periklanan dan public relations di AS selama 25 tahun. Allyn tidak bekerja untuk memenangkan ideologi tertentu. Ia pebisnis, bukan politisi.
Baca Juga: Ghibah Politik Ramadhan: Menyoal PBNU tentang Politik Dinasti dan Misi Gus Dur
"Apa yang terjadi di Indonesia saat ini khas karya-karya Allyn: penuh kebohongan, fitnah, rekayasa, dan pelintiran. Jokowi misalnya dituduh sebagai komunis, kafir, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Tionghoa-Singapura. Begitu juga konsep Revolusi Mental, ini dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, beredar bukti-bukti hasil rekayasa, seperti foto, akta kelahiran atau bahkan surat nikah palsu," tulis Indonesia-2014 dalam artikel yang terbit pada 13 Juli 2014.
Tak jelas, apakah aksi propaganda Tabloid Obor Rakyat itu hasil “nasehat” dia. Tapi munculnya nama Allyn dalam jagat politik pilpres mengundang tanya besar publik.
Meski demikian Allyn membantah. Dalam artikelnya di New Mandal (asipacivic.anu.edu.au/newmandala), Rabu (16/7/2014) ia mengaku tak terlibat kampanye fitnah untuk memenangkan pasangan capres tertentu. Ia menegaskan bahwa rekam jejaknya sebagai konsultan media selama tiga dekade bersih, tanpa cacat.
Baca Juga: Cegah Ajaran Radikalisme Melalui Medsos, Polresta Sidoarjo Perkuat Barisan Netizen
Saya menampilkan kasus di atas hanya ingin menampilkan contoh bahwa propaganda sangat berpenqaruh dan selalu hadir dalam pertarungan politik, ideologi dan agama. Bahkan sejak tahun 1920-an propaganda sudah menjadi perhatian para pakar ilmu sosial, terutama bidang komunikasi. Harold Lasswell adalah doktor pertama yang secara akademik dan ilmiah membahas masalah propaganda. Bahkan disertasi doktornya mengangkat tema tentang penggunaan propaganda pada Perang Dunia I.
Yang menarik, ketika Lasswell mempublikasikan disertasi doktornya banyak sekali para ahli dan tokoh ketakutan. Seorang pengulas bahkan menyebut, “buku ajaran Machiavelli yang harus segera dihancurkan.” (Dulles 1928). Jadi propaganda sangat besar pengaruhnya.
Lasswell mengartikan propaganda dalam cakupan yang sangat luas. Yaitu teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (penyajian). Representasi bisa berbentuk lisan, tulisan, gambar atau musik.
Baca Juga: MUI Pasuruan Keberatan dengan Usulan BNPT yang akan Awasi Masjid untuk Cegah Radikalisme
Konsep Lasswell tentang propaganda itu mirip dengan persuasi. Karena itu Roger Brown membedakan antara propaganda dan persuasi. Ia mendefinisikan persuasi sebagai manipulasi simbol yang didesain untuk menghasilkan aksi pada orang lain.
Laswell dalam mendefinisikan propaganda mengalami nasikh-mansukh atau punya qaul qadim (lama) dan qaul jadid (baru). Qaul qadim Laswell tentang propaganda berarti: semata merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting atau berbicara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya.(Werner J Severin-James W Tabkard, Jr, 2005)
Menurut Lasswell, ada 4 tujuan utama propaganda. Salah satunya untuk menumbuhkan kebencian terhadap musuh. Selain itu untuk menghancurkan semangat musuh. Selebihnya adalah untuk melestarikan persahabatan dengan sekutu dan jika mungkin menjali kerjasama dengan pihak yang netral.
Baca Juga: Pengkhianat, Waktumu Sudah Habis
Tampaknya pernyataan Lasswell itu selalu terbukti dari masa ke masa. Kelompok Islam radikal selalu hadir dengan pesan-pesan keagamaan yang dikemas dalam bentuk propaganda. Faktanya dalam batas-batas tertentu kelompok Islam radikal mampu memporakporandakan opini musuh-musuhnya.
Pada sisi lain, propaganda punya potensi besar untuk membentuk kader militan siap mati jika dipadukan dengan indoktrinasi keagamaan bagi anak-anak remaja yang jiwanya masih bersih. Maka mudah dipahami jika banyak anak-anak muda yang masih lurus dan bersih secara ideology keagamaan kemudian jadi “tumbal politik” mereka. (bersambung)
M Mas’ud adnan adalah direktur HARIAN BANGSA, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Universitas Airlangga (mmasudadnan@yahoo.com)
Baca Juga: Cegah Radikalisme, BNPT dan FKPT Jatim Gelar Kenduri Desa Damai
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News