SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tekad Jawa Timur menjadi provinsi Industri pada 2016 patut dipertanyakan. Pasalnya, rencana itu tidak diimbangi dengan kesiapan daerah membangun sarana pengelolaan limbah khususnya limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari sampah produk industrialisasi.
Akibatnya, Jawa Timur kini dalam kondisi darurat limbah berat, sehingga perlu ada solusi secepatnya. Fakta itu dikritisi anggota Komisi D DPRD Jatim, Basuki Babussalam.
Baca Juga: Kanwil DJP Jatim II Gelar Media Gathering, Apa yang Dibahas?
"Limbah berat itu merupakan ancaman sangat serius bagi Jawa Timur. Bisa dibilang Jatim darurat limbah B3. Karena itu, pemerintah provinsi harus segera mencarikan solusi berupa pendirian pengolahan limbah berat di wilayah JawaTimur," ujar Basuki, Rabu (6/1).
Menurut politisi asal F-PAN ini, limbah industri Jatim selama ini dikirim ke Cileungsi, Bogor Jawa Barat untuk diolah. Namun dengan tumbuh kembangnya industrialisasi di Jatim maka banyak limbah berat di Jatim yang dibuang sembarangan sehingga membahayakan lingkungan hidup.
Diakui Basuki, pada 2016 ini, Pemprov Jatim telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp.50 miliar untuk pengadaan lahan pengolahan limbah B3 seluas 50 hektar di wilayah Mojokerto. "Rencana awal memang di Gresik tapi ditolak oleh warga, sehingga dialihkan ke Mojokerto karena warga setempat sudah setuju," ungkapnya.
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur, Bambang Sadono membenarkan jika Jawa Timur saat ini dalam kondisi darurat limbah B3 khususnya limbah elektronik yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Ironisnya, pemanfaatan barang bekas elektronik juga diluar kendali sehingga proses penertiban saat ini sulit dilakukan.
"Saat ini limbah elektronik ini sekarang banyak dimanfaatkan oleh pengerajin UMKM, sehingga kita mengalami kesulitan untuk menertibkannya," terang Bambang Sadono.
Limbah B3 yang dimanfaatkan pelaku UMKM di antaranya komputer bekas, telepon genggam bekas, aki bekas, televisi bekas, kulkas, serta aneka barang lainnya.
Baca Juga: Silaturahmi Pj Gubernur Jatim, Kapolri dan Panglima TNI Singgung Insiden Berdarah di Sampang
"Biasanya mereka ambil sisa-sisa besi dan tembaganya kemudian dilebur untuk dijadikan barang-barang tertentu. Ini sebenarnya tidak boleh karena pemanfaatan limbah B3 itu harus hati-hati benar," jelas Bambang.
Akibat banyaknya industri UMKM yang memanfaatkan limbah B3 ini, setiap hari barang bekas dari luar Jatim maupun luar negeri telah membanjiri Jatim. Bahkan barang bekas elektronik yang ada di Jatim mencapai 1,4 juta ton per hari. Ironisnya, hingga kini Jatim belum memiliki industri pengelolaan limbah B3.
"Selama ini, pengolahan limbah B3 dikirimkan ke Bogor Jabar sehingga cukup memberatkan karena ongkosnya mencapai Rp 2.500 perkilogram," dalih mantan kepala Inspektorat Jatim ini.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Tinjau Uji Coba Program Makan Bergizi di SMA dan SMK Gema 45 Surabaya
Untuk mengantisipasi terus membanjirnya limbah B3, pemprov Jatim saat ini telah berencana mendirikan sebuah perusahaan pengolahan limbah B3 seluas 50 hektar yang rencananya akan didirikan di daerah Mojokerto.
"Kita sudah punya gambaran akan didirikan di Mojokerto tapi masih menunggu izin kelayakan dari Kementerian Lingkungan Hidup," pungkasnya. (mdr/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News