SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Kebijakan kontroversial dilakukan Saiful Ilah, Bupati Sidoarjo terpilih. Ia mengeluarkan izin pengeboran sumur baru Lapindo Brantas Inc di Desa Kedungbanteng, Tanggulangin. Menurut dia, pihaknya memberikan izin setelah tiga kepala desa dan satu camat setempat memberikan persetujuan.
"Yang jelas, saya memberikan rekomendasi setelah ada persetujuan dari tiga kepala desa dan camat," kata Saiful seusai menghadiri penyerahan sertifikat rumah korban lumpur Lapindo di perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV), Sidoarjo, Rabu, 20 Januari 2015.
Baca Juga: Rakor Bersama DPRD, Pjs Bupati: Perkuat Sinergi Turunkan Angka Korupsi di Sidoarjo
Tiga desa yang dimaksud Saiful adalah Desa Kedungbanteng, Banjarasri, dan Kalidawir. Ketiganya berada di sekitar Lapangan Sumur Tanggulangin.
Kebijakan Saiful Ilah itu berbeda 180 derajat dengan sikap Gubernur Jawa Timur yang minta agar pengeboran distop. Kementerian ESDM bersama SKK Migas juga sama. Mereka mau menghentikan rencana pengeboran sumur di Tanggulangin (TGA)-6 di well pad TGA-1 dan Tanggulangin (TGA)-10 di well pad TGA-2 yang dilakukan Lapindo Brantas Inc. Begitu juga warga di beberapa kecamatan yang dijadikan lokasi pengeboran secara konsisten menolak Lapindo mengebor kembali.
Menurut Saiful Ilah, sebagai bupati, setelah ada persetujuan dari kades dan camat, pihaknya menyerahkan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Sidoarjo untuk diproses. "Kalau tanpa rekomendasi dari bawah tidak mungkin saya mengeluarkan izin," kilahnya. Rekomendasi itu Saiful teken pada 13 Oktober 2015.
Baca Juga: Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Insentif BPPD Sidoarjo: 4 Saksi Bantah Terima Uang
Mantan Bupati Sidoarjo yang terpilih kembali pada Pilkada Desember 2015 lalu itu mengaku sebelumnya Lapindo pada 2013 lalu telah mengajukan izin pengeboran. Namun dirinya tolak karena saat isu Lapindo belum menyelesaikan ganti rugi kepada korban lumpur.
"Begitu tahun 2015 Lapindo sudah menyelesaikan semua ganti rugi, walau sampai saat ini masih ada puluhan berkas yang belum terbayar karena masih bermasalah, di tahun 2015 juga BLH sudah merekomendasikan untuk diterbitkan izin UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan)," ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Camat Tanggulangin Sentot Kunmardiyanto menolak berkomentar. "Mohon maaf saya tidak bisa berkomentar soal itu. Ada instruksi dari Pak PJ Bupati untuk tidak berkomentar," katanya dikutip dari Tempo.
Baca Juga: Pastikan Layanan Kesehatan Optimal, Pjs Bupati Sidoarjo Sidak RSUD Notopuro
Kepala Desa Kedungbanteng Tohiran tidak cukup tegas menjawab perihal pernyataan bupati yang menyebut pihaknya menyetuji pengeboran. "Saya pernah meneken itu. Tapi seingat saya itu persetujuan soal pengurukan bukan pengeboran. Cobak saya cek dulu," kata dia. Sementara Kades Kalidawir dan Banjarasri belum memberikan jawaban.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo membuka kemungkinan rencana pengeboran sumur baru oleh Lapindo Brantas di Tanggulangin, Sidoarjo, untuk dibatalkan. Ini terkait dengan kajian yang sedang dilakukan pihaknya yang tidak hanya mencakup aspek teknis, tapi juga sosial.
"Mungkin layak secara teknis. Tapi, kalau secara sosial bikin stigma atau ketakutan warga, jelas juga tidak bisa," ujarnya, Selasa, 19 Januari 2015.
Baca Juga: Siang-Malam, Plt Bupati Sidoarjo Sisir Warga yang Butuh Bantuan
Soekarwo mengungkapkan bahwa kajian dilakukan Pusat Studi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Hasil kajian, menurut dia, dapat dijadikan sebagai satu pertimbangan oleh pemerintah pusat untuk tetap memberikan izin pengeboran atau tidak. "Selain juga akan menjadi dasar sikap dari pemerintahan provinsi untuk mendukung atau menolak pengeboran itu," katanya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Dewi J. Putriatni menjelaskan bahwa kajian teknis ini menggunakan pendekatan geologi, geofisika, dan geodesi. Ini dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah dan permukaan di sekitar lokasi rencana pengeboran sumur baru Lapindo.
Menurut dia, pengeboran selalu memperhatikan soal keadaan tanah. Terlebih, adanya kolam raksasa dan lumpur yang masih terus menyembur tak jauh dari lokasi itu. Hasil studi ITS pada 2008 dan 2010 disebutkannya menunjukkan telah terjadi penurunan tanah yang meluas dari kolam lumpur tersebut.
Baca Juga: Stan Terbakar, Pedagang Pasar Krian Terima Bantuan dari Pemkab Sidoarjo
Sedangkan untuk kajian sosial dan ekonomi dilakukan lewat survei respons masyarakat terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Selain itu, melihat kerentanan sosial-ekonomi penduduk sekitar, terutama di wilayah Kecamatan Tanggulangin. "Kita semua tahu kejadian bencana lumpur membuat masyarakat takut. Jadi kami perlu lakukan kajian," ujar Dewi.
Tim, kata Dewi, akan melakukan kajian selama tiga bulan sejak 18 Januari 2016. Kajian juga telah disepakati Lapindo Brantas.
Berbeda dengan klaim Saiful Ilah, warga di beberapa Kecamatan konsisten menolak. "Sejak 2012, semua warga Desa Kalidawir menolak pengeboran yang dilakukan Lapindo," kata Mochamad Arifin (60 tahun), warga Kalidawir yang dikenal getol melakukan penolakan, di kediamannya, dilansir Tempo, Sabtu (16/1).
Baca Juga: Salurkan Bantuan Pangan, Plt Bupati Sidoarjo Ajak Orang Tua Berperan Cegah Stunting
Menurut Arifin, Lapindo Brantas memiliki dua sumur di Desa Kalidawir. Keduanya dibor sebelum terjadinya semburan lumpur di Sumur Banjar Panji 1 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. "Sejak terjadi semburan, setiap kali mau ngebor lagi, kami larang," ucapnya.
Terakhir, ujar dia, warga melakukan demo penolakan pada 2014, saat Lapindo berencana melakukan pengeboran di salah satu sumur. "Warga saat itu menutup akses jalan menuju lokasi pengeboran," tuturnya. Selain menjalankan aksi, warga berkirim surat ke pemerintah pusat.
Bersama warga lain, Arifin mengaku juga pernah melakukan demo di lokasi pengeboran di Desa Kedungbanteng. "Sekitar tahun 2012, kami dulu juga ikut demo ke sana bersama warga Kedungbanteng dan Banjarasri. Saat itu Desa Banjarasri masih dipimpin kades lama."
Baca Juga: Peresmian Flyover Djuanda, Presiden Jokowi Minta Pemkab Sidoarjo Terus Tingkatkan Pembangunan
Menurut dia, warga menolak pengeboran, antara lain, karena masih trauma oleh semburan lumpur akibat pengeboran oleh Lapindo beberapa tahun lalu yang menenggelamkan ribuan rumah. Selain itu, Lapindo tidak bermanfaat bagi warga. "Lapindo hanya menyengsarakan dan meresahkan warga," katanya. Karena itu, Arifin menilai sikap yang diambil warga Desa Kedungbanteng dan Banjarasri sangat tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News