JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah mengatakan pertumbuhan industri nasional secara keseluruhan masih tumbuh positif. Namun, Bos PT Panasonic Gobel Indonesia, Rachmat Gobel, mengaku ragu terkait hal tersebut.
Rachmat mengatakan, saat ini pelaku industri nasional tengah diserang oleh produk-produk impor ilegal. Hal itulah yang juga terjadi kepada industri elektronik.
Baca Juga: Petrokimia Gresik Raih Outstanding Achievement In Solvability Ratio-Cluster Non Infrastructure
"Saya bicara sebagai asosiasi, karena saya masih penjadi pengurus. Sudah beberapa tahun kalau kebutuhan produk elektronika nasional itu berasal 50 persen dalam negeri dan 50 persen impor," katanya dalam diskusi “PHK dan Perekonomian Kita” di Jakarta, Sabtu (6/2).
"Nah dari 50 persen impor itu 80 persennya produk ilegal. Dan yang masuk barang itu barang-barang KW 4 dan 5, bagaimana kita bisa bersaing," tambah dia.
Mantan Menteri Perdagangan itu juga mengatakan, bagi pelaku industri dalam negeri hingga saat ini masih cenderung untuk melakukan impor komponen produknya. Pasalnya harga komponen yang ada di dalam negeri masih lebih mahal dibanding melakukan impor.
Baca Juga: 7 Prinsip Kepemimpinan yang Diperhitungkan
"Makanya perlu ada penerapan standar produk industri. Kalau banyak industri ilegal ya mati lah industri kita. Jadi saya mau cek betul tidak itu industri kita tumbuh," imbuhnya.
Kendati begitu, Rachmat menegaskan, bukan berarti saat ini pelaku industri nasional tidak mampu bersaing. Namun perlu adanya dukungan dari pemerintah untuk menjaga industri nasional dari serangan produk ilegal.
"Ya bagaimana membangun industri kita. Saya mau sampaikan ini bahwa ada yang bilang kita tidak mampu bersaing, enggak kok kita mampu bersaing," pungkasnya.
Baca Juga: Mengenal Fitur Penting yang Harus Ada dalam Software HRIS
Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyayangkan sikap tidak proaktifnya pemerintah ketika industri elektronik di Indonesia guncangan dua perusahaan besarnya, Toshiba dan Panasonic.
Ketua Umum KSPI Said Iqbal menjabarkan, pemerintah sangat pasif dalam kasus penutupan pabrik Panasonic. Pernyataan resmi dilakukan telah dilakukan enam bulan lalu dan KSPI telah mendapat keterangan resmi dari Panasonic.
"Harusnya kan pemerintah memanggil perusahaan Panasonic atau pimpinan Panasonic dan Toshiba dan meminta tolong agar tidak tutup. Kemudian dirundingkan apa yang menjadi masalah," jelas Said, di Sport Mall Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (6/2/2016).
Baca Juga: QNET dan ASA Foundation Menangkan Penghargaan ISDA 2021
Said memberikan contoh ketika mantan Presiden Gus Dur melakukan pemanggilan ketika perusahaan Sony akan tutup.
"Dipanggil oleh beliau. Oke apa yang kamu mau. Kan dia bisa memberikan insentif di hulu dan barang-barang baku impor bisa dipermudah. Kemudian dwelling time ditekan. Kemudian harga pajak di bahan baku bisa dikurangi," paparnya.
Artinya, lanjut Said ketika semua itu dilakukan, maka dalam memasuki proses produksi barang, hasilnya barang mampu bersaing dengan barang-barang yang ada di luar tadi.
Baca Juga: DPRD Jatim Minta Disnaker Turun Tangan dalam Sengketa Buruh dengan Manajemen PT TSP
"Harusnya itu jauh-jauh hari dilakukan pada Toshiba dan Panasonic. Andai pemerintah proaktif semua ini tidak akan terjadi. Kalau kemarin Kemenakertrans mengirim petugasnya, tapi kini sudah telat. Sudah tutup perusahaan dan sudah di-PHK pekerjanya," tandas dia. (okezone.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News