JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ratusan anggota Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) dan pekerja di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (10/3).
Mereka berbondong-bondong menyambangi Gedung KPK dan membentangkan spanduk dan berorasi untuk usut tuntas kasus perpanjangan kontrak JICT.
Baca Juga: Bareskrim Polri Tetapkan Adik Bambang Widjojanto sebagai Tersangka Pelindo II
Sembari berorasi, aksi teatrikal menolak Hutchison pun mereka mainkan. Para pekerja konsisten meminta KPK mengusut tuntas sehingga perjanjian yang melanggar Undang-Undang dan merugikan negara tersebut dibatalkan.
"Kalau ada investor model Hutchison, yang nekat melakukan kerjasama tanpa patuh kepada Undang-Undang, maka sebaiknya hengkang saja dari tanah air," ujar Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja (Trade Union) PT. JICT Firmansyah di depan kantor KPK, Kamis (10/2).
Pekerja JICT menganggap, apa yang dilakukan Hutchison selama di JICT juga melecehkan bangsa Indonesia. Diketahui, beberapa kasus Hutchison meliputi keberadaan paper company Seaport BV dengan tujuan penggelapan pajak dan untuk mendapatkan deviden tambahan lewat upaya-upaya yang tidak wajar. Setiap tahun JICT membayarkan 14,08% laba bersih kepada Seaport BV.
Baca Juga: RJ Lino Lawan KPK, Ajukan Praperadilan ke PN Jaksel
Selain itu komitmen Hutchison yang akan memberikan dana In-Kind (Sistem dan Teknologi) sejumlah US$ 28 juta pasa tahun 1999, belum sepenuhnya dibayarkan. Dari audit Succofindo, diketahui Hutchison baru memenuhi US$ 13,82 juta sehinga masih kurang US$ 14,18 juta.
"Kita bangsa Indonesia seperti dilecehkan begini. Konitmen Hutchison sebagai investor pelabuhan global perlu dipertanyakan. Dalam kasus dana in-kind dan Seaport BV mencerminkan Hutchison bukan investor yang baik. Bahkan dari dokumen akte perusahaan, 99% saham Hutchison Indonesia dimiliki oleh Seaport BV. Jadi terang benderang praktik transfer pricing oleh Hutchison," ungkap Firman.
Setidaknya, perpanjangan JICT merugikan negara sebesar Rp 36 triliun yang dihitung oleh BUMN Bahana Sekuritas bersama konsultan keuangan FRI.
"Kami turun kembali ke jalan untuk menyuarakan bahwa KPK harus tuntas mengusut kasus perpanjangan JICT ," ujar Firman. Jokowi pun didesak untuk segera membatalkan perpanjangan kontrak JICT dan TPK Koja.
"Pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, harus membatalkan perpanjangan kontrak JICT," kata Firman.
Di tempat yang sama, Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II mendatangi gedung KPK untuk menyerahkan rekomendasi pemecatan terhadap Menteri BUMN dan Dirut Pelindo II RJ Lino.
Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka mengatakan, pihaknya tidak memaksa agar Presiden Joko Widodo menjalani hasil rekomendasi Pansus. Pansus merekomendasikan agar Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut Pelindo II RJ Lino dipecat. RJ Lino sendiri telah diberhentikan setelah menjadi tersangka di KPK.
"Itu hak prerogatif presiden. Pansus sudah keluarkan rekomendasi, dan rekomendasi itu berdasarkan hal-hal yang diungkap secara terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi," ujar Rieke seusai bertemu dengan Pimpinan KPK.
Selain itu dia juga mengaku Pansus Pelindo II sedang berusaha memperjuangkan 30 bekas karyawan Jakarta International Container Terminal (JICT) yang di-PHK. Menurutnya ketiga puluh orang tersebut tidak lain hanya sebagai korban dari carut marutnya Pelindo II.
"Kita sedang berjuang untuk perjuangkan kembali kalau dirutnya saja sudah jadi tersangka, masa orang yang ikut mengungkapkan tetap di PHK," pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam sidang paripurna, Kamis (17/12/2015) Pansus menyampaikan rekomendasi. Dalam rekomendasinya mengimbau Presiden Jokowi memecat Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut Pelindo II RJ Lino. Usulan ini karena keduanya dinilai terbukti melanggar konstitusi dan perundang-undangan.
Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan surat rekomendasi ke pimpinan DPR. Selanjutnya, surat itu akan dikirimkan ke Presiden Joko Widodo. (rmol/mer/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News