SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Potensi calon perseorangan atau independen di pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Timur tahun 2018 masih terbuka, asal bisa memenuhi syarat dukungan minimal 3,5 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun sejumlah kalangan pesimis calon perseorangan bakal ikut meramaikan Pilgub mendatang.
Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Kusnadi mengatakan bahwa munculnya calon perseorangan itu bertolak belakang dengan teori demokrasi. Alasannya, sistem demokrasi di Indonesia sudah bersepakat parpol menjadi salah satu pilar dari demokrasi, sehingga calon yang ingin maju di Pilkada harusnya tetap lewat parpol.
Baca Juga: Penuhi Nadzar Kemenangan Khofifah-Jokowi, Kiai Asep Umrohkan Tim 35 Kabupaten
"Calon independen itu jangan hanya menggunakan cara pandang ekonomis dan pragmatis baru kemudian mencari cantolan demokrasi. Tapi juga harus mengedepankan sistem tata negara yang sudah disepakati bersama," tegas pria yang juga wakil ketua DPRD Jawa Timur itu, Kamis (17/3).
Pertimbangan lainnya, calon tunggal sekarang sudah diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga kemunculan calon perseorangan yang biasanya hanya dijadikan boneka untuk kepentingan calon tertentu sudah tidak diperlukan lagi. "Calon independen cenderung hanya dijadikan sebagai boneka," tegas Kusnadi.
Bahkan, kalaupun calon perseorangan menang dalam Pilkada, maka proses calon pertanggungjawaban kepala daerah terpilih terhadap rakyat pemilih khususnya untuk kongkritisasi janji-janji kampanye (visi-misi) juga akan mengalami kesulitan. Sebab, menterjemahkan visi-misi dalam RPJMD dan APBD itu juga harus bekerjasama dengan DPRD.
Baca Juga: Janji Temui Agus, Gubernur Khofifah Malam Ini Kembali ke Surabaya
"Kalau fraksi-fraksi di DPRD yang merupakan kepanjangan tangan parpol, menolak tentu kepala daerah terpilih juga kesulitan merealisasikan visi-misinya," dalih Kusnadi.
Terpisah, pakar ilmu komunikasi politik dari Unair Surabaya, Sukowidodo juga pesimis calon perseorangan akan muncul di Pilgub Jatim mendatang. Selain syarat dukungan yang jumlahnya cukup besar yakni sekitar 3,5 persen dari 30 juta pemilih di Jatim, kultur masyarakat Jatim juga masih bersifat komunal.
"Calon independen itu berpotensi muncul pada daerah urban (perkotaan) yang masyarakatnya bersifat individualistik. Secara sosiologis masyarakat Jatim itu masih didominasi pedesaan yang cenderung bersifat komunal," tegas Sukowidodo.
Baca Juga: Loyalis Pakde Karwo Deklarasi Dukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin di Jatim
Menurut Sukowidodo, munculnya calon independen itu dipengaruhi karena kepercayaan (trust) masyarakat terhadap parpol rendah dan masyarakat memiliki sarana informasi yang memadai sehingga calon perseorangan cenderung akan memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial untuk mendapatkan dukungan masyarakat. "Saya meyakini calon perseorangan pada Pilgub Jatim mendatang akan mengalami kesulitan," tegas Sukowidodo.
Disinggung soal peluang kandidat calon gubenur di Jawa Timur yang muncul ke publik menggunakan jalur independen? Dengan lugas Sukowidodo menegaskan bahwa para kandidat Cagub di Jatim itu memiliki popularitas dan elektabilitas yang cukup tinggi sehingga parpol akan berpikir ulang jika menolak mereka.
"Orang seperti Gus Ipul maupun Khofifah, saya kira tak mungkin menggunakan jalur independen karena parpol pasti akan merekomendasi jika mereka berdua maju lewat parpol," pungkas Sukowidodo. (mdr/ros)
Baca Juga: Selamatan Relawan Khofifah, Jadi Ajang Promosi Wisata
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News