10 WNI Disandera Abu Sayyaf: Perusahaan Mau Bayar Tebusan, DPR Kritik Pemerintah

10 WNI Disandera Abu Sayyaf: Perusahaan Mau Bayar Tebusan, DPR Kritik Pemerintah Kelompok Militan Abu Sayyaf bersama sanderanya.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kalangan DPR yakin negara dan TNI mampu membebaskan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina tanpa memberikan uang tebusan. Peran negara dan TNI dianggap tidak berguna jika membebaskan WNI dengan memberikan uang tebusan. Ini disampaikan anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon.

Menurut Effendi Simbolon, peran TNI tidak diperlukan jika pembebasan sandera menggunakan uang tebusan. Menurutnya, Palang Merah Indonesia (PMI) juga bisa jika sekadar melakukan penjemputan terhadap para WNI yang disandera itu. "Waduh kalau begitu tidak perlu ada negara, tidak perlu ada TNI," ujar Effendi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/4).

Politikus Partai Indonesia Perjuangan (PDIP) ini yakin tanpa mengeluarkan uang tebusan, kemampuan TNI mampu membebaskan para sandera.

"Prihatin saya kalau pemerintah baik presiden, menteri, semua pihak mengedepankan cara-cara bernegoisasi dan menerima pembayaran dengan mengiyakan tebusan dari separatis atau pihak perompak," ucapnya.

Di sisi lain, DPR meminta TNI kembali melakukan pengecekan ulang terhadap kesiapan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki. Pengecekan ulang ini sangat menentukan untuk keberhasilan operasi mengatasi persoalan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

DPR juga merasa prihatin atas pembajakan kapal Tunda Brahma dan kapal Tongkang Anand di kawasan Filipina. Maka itu DPR mendesak pemerintah, kepolisian, TNI dan aparat berwenang segera mengambil langkah taktis terhadap persoalan tersebut.

"DPR terus mendorong kerja sama TNI dan Polri dalam penanganan kasus seperti pembajakan tersebut," ujar Ketua DPR, Ade Komarudin dalam rapat Paripurna DPR dengan agenda pembukaan masa persidangan IV tahun sidang 2015-2016, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/4) dikutip dari sindonews.com.

Politikus Partai Golkar ini mengingatkan, dalam tindakan cepat, keselamatan sandera harus diutamakan. "DPR mengucapkan prihatin dan mengutuk tindakan pembajakan terhadap kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 yang berawak 10 anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia di kawasan Filipina Selatan," ucapnya.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dengan Filipina sudah melakukan pertemuan dalam upaya membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, koordinasi kedua negara berjalan intensif dalam menyelesaikan penyanderaan WNI.

Sejak Sabtu, 26 Maret 2016, kelompok Abu Sayyaf telah menyandera sepuluh WNI yang berada di kapal berbendera Indonesia bermuatan batubara. Mereka meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp 15 miliar.

Sementara, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti telah menyerahkan tanggung jawab penebusan 10 WNI tersebut kepada pemilik kapal Brahma 12 dan Abu Sayyaf. “Kan itu urusan perusahaan. Masa urusan kita (Polri), kita enggak ikut urusan itu,” ujar Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (6/4) seperti dikutip dari

Kendati demikian, pemerintah Indonesia tetap mengambil langkah pada penyelamatan 10 WNI yang disandera, karena tidak mungkin kekuatan militer Indonesia masuk ke wilayah Filipina melakukan operasi. “Kita (Polri) harapkan Filipina bekerja maksimal, tetapi pesan kita yang paling utama bagaimana sandera selamat,” kata Badrodin.

Terpisah, Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah masih berupaya membebaskan sepuluh orang WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Penyandera sebelumnya memberikan batas waktu 2 hari lagi untuk memberikan uang tebusan yang diminta.

"Masih komunikasi terus, masih komunikasi saya ikuti terus. Ada hal yang tidak bisa saya umumkan. Kita ikuti terus, iya kita ikuti terus," kata Jokowi sebelum meninggalkan Halmahera Utara, Rabu (6/4) seperti dikutip dari detik.com. (sid/dtc/sta)

Sumber: sindonews.com/detik.com