Poster daftar buronan kasus korupsi. foto ilustrasi/kejaksaan.
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, ditangkap di China. Buronan sejak tahun 2003 itu sedang dalam proses untuk dibawa ke Indonesia. Ini disampaikan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Sabtu (16/4).
"Dalam proses ya, under control. Semua dalam proses, ini kan Tim Pemburu Koruptor dengan kita yang bekerja itu, tapi kan karena namanya di negara asing kan perlu proses, tapi under control sudah di bawa kesini," ujarnya, dikutip dari detik.com.
Prasetyo menyebut bahwa Tim Pemburu Koruptor yang merupakan gabungan dari beberapa instansi termasuk BIN dan diketuai kejaksaan telah melakukan pengintaian terhadap Samadikun. Ia tidak setuju menggunakan kata menyerahkan diri karena tim melakukan penjejakan.
"Ya enggak lah kalau dia menyerahkan diri sudah dari dulu, istilah kita penjejakan ya, namanya pemantauan," ungkap Prasetyo.
Prasetyo kemudian mencontohkan proses pemulangan Samadikun ke Indonesia seperti saat Inteligen Kejagung, KBRI Kamboja, BIN, Kemenko Polhukam, dan Kepolisian Kamboja membawa buronan eks Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo. Untuk membawa buronan, Prasetyo menyebut harus bekerja sama dengan pihak terkait.
"Ada prosesnya jadi enggak semudah ditangkap di negara sendiri, seperti mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja itu kan tim yang bekerja jadi kerja sama dengan semua pihak," imbuhnya.
Samadikun menjadi buronan sejak kabur pada tahun 2003. Dari informasi di laman kejagung.go.id, Samadikun yang merupakan mantan Komisaris Utama PT Bank Modern itu menghilang saat hendak dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003. Dia dihukum 4 tahun penjara karena kasus penyalahgunaan dana BLBI senilai Rp 169,4 miliar.
Informasi terakhir yang dihimpun, Samadikun tinggal Apartemen Beverly Hills Singapura. Selain itu disebutkan pula, dia mempunyai pabrik film di China dan Vietnam.
Dilansir dari laman kejagung.go.id, Sabtu (16/4), Samadikun lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 4 Februari 1948. Alamatnya terakhirnya di Indonesia ada di Jalan Jambu No 88, RT 5/02, Jakarta Pusat. Ia berlatar belakang pendidikan SMA. Pada 17 Oktober 2006 lalu, Kejagung merilis Samadikun dalam daftar buronannya.
Ciri-ciri mantan Komisaris Utama PT Bank Modern, Tbk itu adalah berkulit putih, berbentuk muka bulat, berambut hitam lurus, bermata sipit, dan bertubuh tegap.
Samadikun terjerat kasus ketika PT Bank Modern sebagai bank umum swasta nasional mengalami saldo debet karena terjadinya rush. Dalam kondisi itu, untuk menutup saldo debet PT Bank Modern telah menerima bantuan likuidasi dari Bank Indonesia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp 2,5 triliun.
Selanjutnya dari jumlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan dana talangan valas sebesar Rp 2,5 T itu, Samadikun dalam kapasitasnya selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern melakukan korupsi. Ia menggunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia tersebut menyimpang dari tujuan awal yang secara keseluruhan berjumlah Rp 80 miliar.
Samadikun menghilang saat hendak dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003. Dia adalah terpidana 4 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan dana BLBI senilai Rp. 169 miliar.
Informasi terakhir yang tertera dalam laman tersebut disebutkan bahwa Samadikun tinggal Apartemen Beverly Hills Singapura. Selain itu disebutkan pula, dia mempunyai pabrik film di China dan Vietnam.
Terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku belum mengetahui ditangkapnya Samadikun Suhartono tersebut. Meski begitu, apabila nantinya telah dipulangkan ke Indonesia, dia menegaskan KPK akan melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti buronan sejak tahun 2003 itu.
"Saya malah belum tahu saya. Tapi, saya dengar. Nanti ya kita koordinasi dengan Kejaksaan coba ya," kata Agus usai menghadiri peluncuran buku Jimly Ashiddiqie di Aula Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Sabtu (16/4).
Agus menjelaskan koordinasi dengan Kejaksaan Agung tersebut dibutuhkan untuk menindaklanjuti kasus yang menjerat Samadikun itu. Setelah melakukan koordinasi, barulah diputuskan langkah apa yang akan diambil. "Ya pasti akan ada tindak lanjutnya," kata Agus. (dtc/mer/sta)













