JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai, proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta merupakan bukti bahwa negara telah dilecehkan oleh korporasi. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman telah memutuskan untuk membekukan sementara proyek tersebut, namun hingga saat ini perusahaan masih melakukan pengerukan pasir di pesisir utara Jakarta tersebut.
Dewan Daerah WALHI Moestaqim Dahlan mengungkapkan, moratorium proyek reklamasi teluk Jakarta yang dilakukan pemerintah saat ini baru sebatas tindakan politik semata. Pemerintah harus melakukan upaya penegakan hukum jika tidak ingin moratorium ini hanya dijadikan bancakan politik semata.
Baca Juga: Status Cekal Berakhir, Aguan Hanya Sebatas Saksi
"WALHI apresiasi pemerintah pusat dengan memoratorium. Tapi moratorium yang ada sekarang baru sebatas tindakan politik. Kalau tidak ada upaya penegakan hukum hanya jadi bancakan dan angin segar. Moratorium harus jelas jangan jadi bancakan politik," katanya dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya, Jakarta, kemarin (23/4).
Menurutnya, pemerintah harus tegas kepada siapapun yang melakukan pelanggaran terkait proyek prestisius Jakarta ini. Sebab, saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan izin reklamasi namun peraturan daerah (perda) hingga izin lingkungan belum jelas.
"Ini pelanggaran. Makanya saya bilang ini harus tegas. Kalau salah ya salah. Ketika ada kesalahan ya harus ada tindakan. Karena material yang diambil adalah curian ya harus ditindak. Kalau dia mengeruk, ini juga hasil curian. Ketika hasil curian dan dipublikasi, maka pembelinya adalah penadah," tegas dia.
Baca Juga: Negara Bahaya, Aguan Bebas ke LN, Sunny Hilang, Mahfud MD: Mana Grand Corruption-nya
Pria yang akrab disapa Alan ini menilai, saat pemerintah pusat telah menegaskan untuk menunda proyek reklamasi ini, namun ternyata masih tetap terjadi pengerukan pasir di pesisir Jakarta maka hal tersebut merupakan pencurian. Pemerintah pun diminta secara tegas menindak pencurian atas nama reklamasi tersebut.
"DPRD sudah berhentikan pembahasan izin zonasi, KLH lagi investigasi, trus Menko Maritim dan Wapres stop reklamasi?. Ketika sudah dikatakan stop, tapi perusahaan atas izin gubernur tetap melakukan pencurian pasir ini kesalahan besar. Negara dilecehkan oleh korporasi," tandasnya. (sin/kcm/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News