JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, anggota DPR yang tidak melaporkan kunjungan kerjanya secara benar, harus dijatuhi sanksi. "Harus ada sanksi, baik dari fraksinya atau oleh pimpinan DPR," kata dia di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (13/5).
Wakil Presiden yang biasa disapa JK mengemukakan pendapatnya mengenai temuan Badan Pemeriksa Keuangan ihwal potensi kerugian negara Rp 945 miliar dalam penggunaan dana kunjungan kerja perseorangan oleh anggota DPR.
Baca Juga: Kunker Fiktif DPR Rugikan Negara Rp 945 M, Ketua BPK: Uang itu Harus Dikembalikan
Menurut Kalla, ada dua macam laporan yang berkaitan dengan kunjungan kerja anggota DPR ke daerah pemilihanya. Pertama adalah laporan perjalanan. Misalnya, anggota DPR menemui bupati, maka dalam laporannya harus ada bukti berupa tanda tangan bupati yang didatanginya.
Begitu pula bila anggota DPR mendatangi atau bertemu masyarakat, seharusnya ada foto sebagai bukti anggota DPR itu benar melakukan kunjungan. Laporan kedua berupa hasil kunjungan kerja tersebut.
Berdasarkan laporan BPK, kata Kalla, kadang yang melakukan kunjungan kerja justru staf khusus anggota DPR. Sedangkan anggota DPR tak melakukan kunjungan kerja. Itu sebabnya Kalla menyayangkannya, karena menyimpang.
Bagi anggota DPR, kata Kalla, kegiatan kunjungan kerja bermanfaat untuk anggota DPR itu sendiri. "Anggota DPR itu lebih dikenal, selalu dikenang konstituennya, sehingga bisa dipilih lagi,” tuturnya.
Selain itu, kunjungan kerja juga bermanfaat berkaitan dengan fungsi DPR menyusun anggaran dan perundang-undangan. Bila benar-benar turun ke daerah menemui konstituen, aspirasi yang disuarakan setiap anggota DPR sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat. “Dua jenis laporan dalam kunjungan kerja anggota DPR harus dipenuhi,” ucap Kalla.
Sebelumnya beredar surat pemberitahuan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang meminta anggotanya membuat laporan kunjungan saat masa reses. Surat itu ditandatangani oleh Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto.
Surat Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan itu dikeluarkan setelah ada surat Sekretariat Jenderal DPR tentang keraguan terhadap kunjungan kerja anggota DPR. Hal tersebut mengakibatkan potensi kerugian Rp 945 miliar.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis mengatakan, pihaknya sedang mengaudit keuangan DPR, termasuk di dalamnya pengeluaran yang berkaitan dengan kunjungan kerja para anggota Dewan. Namun, dia belum mengetahui secara pasti berapa potensi kerugian negara karena proses audit belum selesai.
Sementara Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Winantuningtyastiti Swasanani mengatakan saat ini sekretariat sedang mengumpulkan laporan pertanggungjawaban kunjungan kerja anggota DPR dari masing-masing fraksi. Langkah Sekretariaat Jenderal Dewan ini sebagai tindak lanjut atas temuan BPK anggaran 2015 mengenai kegiatan kunjungan kerja anggota Dewan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 945 miliar.
Menurut Winantuningtyastiti, pemeriksaan BPK terhadap kunjungan kerja DPR tersebut belum selesai. Selain itu, kata dia, masih ada data-data yang harus dikumpulkan lagi untuk disampaikan ke BPK. Ia berharap setelah semua bukti laporan dari masing-masing fraksi diterima, angka potensi kerugian negara yang jadi temuan BPK dapat berkurang.
"Kami ngumpulin laporan-laporan anggota supaya berkurang angka (temuan) yang temen-temen rilis itu," katanya saat berada di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (13/5). Dia mendatangi KPK hari ini karena diperiksa sebagai saksi perkara korupsi proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016, dengan tersangka anggota Komisi V DPR Budi Supriyanto.
Winantuningtyastiti mengatakan sebelum ada laporan dari BPK, sudah banyak anggota DPR yang menyampaikan laporan kunjungan kerja mereka ke sekretariat. (ant/mer/tic/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News