JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Inilah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pengeluaran keuangan para anggota DPR RI. BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 945.465.000.000 dalam kunjungan kerja (kunker) fiktif yang dilakukan perseorangan oleh anggota DPR RI.
Laporan ini sudah diterima Sekretariat Jenderal DPR dan diteruskan ke 10 fraksi di DPR. "BPK melakukan audit dan melakukan uji sampling. Ternyata ada laporan (kunjungan kerja) yang tidak memenuhi persyaratan. Pelaporan yang tak memenuhi syarat ini artinya susah diverifikasi, apakah memang kegiatan kunker yang dilakukan anggota Dewan itu bisa dibuktikan atau tidak," kata Wakil Ketua Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno saat dihubungi, Kamis (12/5).
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
Hendrawan mengakui, sejumlah anggota DPR selama ini banyak yang kurang serius membuat laporan pertanggungjawaban kunjungan ke dapilnya.
Ada pula anggota DPR yang hanya memercayakan kegiatan kunker kepada tenaga ahli. Sehingga foto kegiatan yang sama digunakan berkali-kali dalam setiap laporan kunker.
"Jadi artinya, aktivitas anggota Dewan itu menurut audit BPK tidak bisa dipertanggungjawabkan secara keuangan," kata anggota Komisi XI DPR ini.
Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap
Menyikapi audit BPK itu, lanjut Hendrawan, Fraksi PDI-P sudah menyurati anggota untuk menyusun ulang laporan kegiatan kunkernya selama satu tahun terakhir. Laporan tersebut harus diterima Fraksi pada 25 Mei mendatang.
"Anggota Dewan kalau reses gunakan sebaik-baiknya. Kalau melakukan sosialisasi empat pilar, sosialisasi UU, gunakanlah forum itu, kegiatannya ada gitu lho, jangan stempel saja," ujar dia.
Bagaimana tanggapan BPK Harry Azhar Azis? Ia membenarkan bahwa lembaganya melakukan audit terhadap DPR RI. Namun audit itu belum selesai, sehingga belum bisa disebutkan ada tidaknya potensi kerugian negara.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dukung Pasangan Fren Pimpin Kota Kediri
Ia mengatakan jika ada potensi kerugian negara dalam audit laporan keuangan DPR tersebut, maka harus dikembalikan ke negara.
"Kan kalau betul ada kerugian negara harus dikembalikan kepada negara selama 60 hari sesuai undang-undang. Itu kalau ada kerugian negara, kalau nggak ada ya nggak apa-apa," ucap Harry Azhar Azis, Kamis (12/5).
Harry mengatakan BPK memang sedang gencar-gencarnya melakukan audit terhadap laporan keuangan lembaga negara, namun audit untuk DPR RI ini adalah audit rutin bukan investigatif.
Baca Juga: Kawal Anggota DPR RI, Kabag Ops Polres Kediri Kota Ditantang Duel OTK
Soal potensi kerugian negara tadi, Harry mengingatakan bahwa jika ada kerugian negara namun tidak dikembalikan kepada negara, maka berpotensi menjadi masalah hukum yang bisa ditindaklanjuti.
"Kalau lewat 60 hari tidak ditindaklanjuti dan ada indikasi kerugian negara, maka bisa diproses oleh penegak hukum," terang Harry sembari menegaskan bahwa ia mengaudit dari 1 Januari sampai 31 Desember 2015.
BPK juga menemukan adanya tiket pesawat fiktif senilai Rp 2,05 miliar.
Baca Juga: Hadiri Raker dan RDP Bersama Komisi II DPR RI, Pj Wali Kota Batu: Jelang Pilkada Terpantau Kondusif
Hal itu tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2015 BPK atas 666 objek pemeriksaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya. Di Tabel 1.7. Permasalahan Utama Kerugian Negara pada KL di halaman 53 IHPS itu salah satunya disebutkan bahwa BPK menemukan adanya biaya tiket pesawat fiktif senilai Rp 2,05 miliar.
"Biaya transport tidak sesuai data manifest maskapai penerbangan Rp 2,05 miliar," begitu tertulis dalam IHPS I 2015 BPK yang dikutip detikcom, Kamis (12/5).
Belanja tiket pesawat itu, menurut IHPS BPK, tidak sesuai atau melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. "Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang antara lain untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku," tulis BPK dalam rekomendasinya di IHPS tersebut.
Baca Juga: Terima Baleg DPR RI untuk Prolegnas, Pj Gubernur Jatim Sampaikan Pelbagai Aspirasi
Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukriyanto saat dikonfirmasi masalah tersebut, mengaku belum menerima surat dari Sekjen DPR dan belum mengetahui laoporan audit BPK soal kunker anggota DPR.
"Hingga kita reses belum menerima surat pemberitahuan itu, kita belum tahu," ucap Didik Mukriyanto saat dikonfirmasi, Kamis (12/5).
DPR reses sejak tanggal Jumat (29/4) lalu, hingga Selasa (17/5) nanti. Didik mengatakan sebelum reses pun, Fraksi Partai Demokrat tidak menerima surat soal dugaan kerugian negara atas penggunaan anggaran kunker.
Baca Juga: Gali Data Primer Keimigrasian Secara Faktual, Komisi XIII DPR RI Kunker Spesifik ke Jawa Timur
"Sesuai UU MD3 kunker itu pertanggunjawaban tugas masing-masing anggota, mereka membuat laporan," ujarnya.
Didik menjelaskan, selama ini pelaporan dana kunker yang terkait reses, cenderung disusun secara lump sum atau dilakukan secara sekaligus dalam satu waktu. Misal, tiap kegiatan Rp 15 juta, maka laporannya tidak rinci, tapi sekaligus.
"Kalau nomenklatur anggaran itu misal ada 15 kegiatan, fakta yang bisa memverifikasi itu dari foto. Bagaimana anggota dewan menyerap aspirasi di bawah dan lainnya," papar Didik.
Baca Juga: Paparkan Program 100 Hari Kerja saat Raker, Nusron: 119 Juta Bidang Tanah Sudah Terdaftar
"Soal audit BPK itu nanti dikonfirmasi seperti apa. Basis auditnya apa? Kegiatan atau apa? Saya belum dapat surat itu," ucap Didik.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto. Pihaknya belum mendapat surat dari Sekjen DPR ataupun BPK soal laporan anggaran kunker yang perlu dipertanggungjawabkan itu.
"Saya belum mengetahui. Tapi selama ini ya masing-masing angota membuat laporan sesuai aturan," ucap Yandri.
Sementara Sekjen DPR Winantuningtyas saat dikonfirmasi belum memberikan penjelasan. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News