SUMENEP, BANGSAONLINE.com – Pada mulanya Haruji khawatir bisnis yang akan digeluti tidak berhasil, karena bisnis yang akan digeluti terbilang baru di wilayahnya. Di pelosok seperti Desa Pragaan Daya, Kecamatan Pragaan, memproduksi sandal merupakan hal sangat baru. Masyarakat di sana rata-rata hanya menjadi pembuat gula merah dari nira, sebagian lain sebagai pembuat tikar dari daun pohon siwalan.
Kekhawatiran Haruji cukup beralasan. Menekuni bisnis baru sebagai pembuat sandal memerlukan keterampilan khusus, juga biaya banyak. Tapi karena dorongan yang sangat kuat merambah bisnis baru, akhirnya dia memutuskan menggeluti bisnis tersebut, tentu dengan segala kemungkinan konsekuensi yang akan dihadapi.
Baca Juga: BPRS Bhakti Sumekar Luncurkan Program Teranyar, Pembiayaan Tanpa Jaminan untuk Aparatur Desa
Dari bandrol harga yang ditetapkan, segmen pasar yang dibidik adalah golongan masyarakat perekomian menengah ke bawah. Harga jual sandal untuk anak-anak berkisar antara Rp 17 ribu hingga Rp 21 ribu. Dan untuk orang dewasa antara Rp 25 ribu hingga Rp 55 ribu.
Saat ditemui di rumahnya yang juga tempat memproduksi sandal, Haruji menuturkan awal menjalankan bisnisnya dirasakan sangat berat. Waktu itu, sekitar pertengahan tahun 2013 lalu, dia harus mendatangkan instruktur untuk mengajari karyawannya cara memotong bahan, mengelem, dan menjahit bahan sehingga membentuk sandal menawan.
“Awalnya karyawan sebanyak empat orang memang buta soal membuat sandal. Meski sudah diajari instruktur, mereka tidak langsung cakap. Butuh beberapa waktu menunggu melihat mereka piawai bikin sandal. Butuh kesabaran tingkat tinggi juga,” kenangnya seraya tersenyum, Minggu (5/6).
Baca Juga: Harga Cabai di Pasar Tradisional Sumenep Mulai Merangkak Naik
Untuk memulai bisnis tersebut, Haruji membutuhkan biaya sebesar Rp 15 juta. Biaya sebesar itu untuk kebutuhan membeli mesin jahit, alat cetak, alat potong, dan sejumlah peralatan lain. Waktu itu Haruji hanya memiliki uang sebanyak Rp 7,5 juta. Untuk mencukupi kebutuhan modal yang masih kurang Rp 7,5 juta, dia harus meminjam ke PNPM Mandiri yang waktu itu menyediakan program simpan pinjam.
Kini Haruji sudah menikmati hasil jerih payah yang dilakukan. Bisnis yang dijalankan mendatangkan keuntungan kotor sebesar Rp 10 juta tiap bulan dengan modal yang dimiliki sebesar Rp 24 juta. Sebagai keuntungan kotor, tentu saja uang sebesar Rp 10 juta itu masih harus dikeluarkan untuk kepentingan bisnisnya, yaitu sebesar Rp 7,2 juta dibayarkan kepada 6 karyawannya dengan masing-masing orang sebanyak Rp 1,2 juta. Jadi, keuntungan bersih yang dia dapatkan sebesar Rp 2,8 juta tiap bulan.
“Saya sangat bersyukur sudah punya pemasukan rutin dari bisnis. Tapi yang terpenting adalah dengan bisnis yang saya jalankan ini, ada nilai lebih yang saya dapatkan, yaitu saya merasa bahagia membantu orang lain memiliki penghasilan juga. Saya sangat mensyukuri perasaan bahagia ini,” ujarnya.
Baca Juga: Pastikan Ketersediaan Bahan Pokok Aman, TPID Sumenep Monitoring Sejumlah Pasar
Haruji mengaku memang tidak mudah menjalankan bisnis tersebut. Seperti bisnis lainnya, yang menjadi kendala utama adalah pemasaran. Tapi persoalan pemasaran itu hanya dijumpai di awal menjalankan bisnis, sebab dia punya trik yang mengantarkannya menjadi bagian dari orang yang sudah berhasil mengurangi angka pengangguran. Sandal hasil produksinya kini tidak hanya dipasarkan di Kabupaten Sumenep, tapi sudah keluar daerah seperti Kabupaten Pamekasan.
Model pemasaran yang dilakukan pertamakali adalah menjajakan sandal ke toko-toko kecil. Untuk model pemasaran ini, Haruji mengandeng sales yang menggunakan motor dengan kesepakatan bagi hasil. Haruji juga memfungsikan media sosial facebook untuk mejajakan dagangannya. Selain itu, dia juga memanfaatkan jejaringnya sebagai PNS. Dia mempromosikan sandalnya tiap kali ada kesempatan kepada semua kenalannya sesama PNS.
“Posisi saya sebagai sekretaris desa yang diangkat PNS beberapa tahun lalu juga saya manfaatkan. Tapi bukan dimanfaatkan dalam konotasi negatif ya... Saya kan sering ke Pendopo Kecamatan. Tiap kali saya ke sana, waktu itu juga saya promosikan sandal bikinan saya ke teman-teman.”
Baca Juga: Bosa Jasa: Solusi Urus Izin Usaha Mudah dari Rumah Saja
Dia juga memanfaatkan jasa para TKI dari desanya yang mencari nafkah di Malaysia, juga meminta para tetangganya yang bekerja di wilayah Kalimantan Timur mempromosikan sandalnya. Haruji mengirim barang ke negeri Jiran dan Kalimantan Timur itu menggunakan jasa antar barang. Meski hanya sekali dalam satu bulan mengirimkan barang, dia mengakui bahwa hasil penjualannya cukup lumayan.
Selain itu, Haruji juga tidak enggan mengikuti pameran pembangunan yang sering diadakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Bahkan pada bulan Mei kemarin, produk sandalnya diikutkan di pameran pembangunan yang diselenggarakan Disperindag Jawa Timur. Berkat diikutkan dalam tiap pameran pembangunan itu, sandal produksi Haruji makin dikenal orang banyak.
“Saya berharap ada campur tangan pemerintah dalam bisnis yang saya jalankan ini, sehingga bisa berkembangan pesat,” harapnya.
Baca Juga: Hadiri Workshop Literasi dan Inklusi Keuangan, Pj Wali Kota Kediri Berikan Arahan kepada Pelaku UMKM
Dan gara-gara sering diikutkan pameran pembangunan, produk sandal itu mampu mencuri perhatian Wakil Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. Karena penasaran, pekan lalu Fauzi meluangkan waktu mengunjungi lokasi pembuatan sandal tersebut. Saat tiba di lokasi, dia langsung melontarkan harapan agar home industri tersebut semakin berkembang pesat dengan banyak menyerap tenaga pekerja.
“Jelas sekali akan kita support usaha kreatif seperti ini,” jelasnya.
Sebagai bentuk dukungan, Fauzi berjanji akan memberikan support modal untuk home industri itu. Dia juga akan memberikan bantuan peralatan yang bisa meringankan beban pekerja. Tidak hanya itu, dia juga akan mengusahakan mencarikan pasar melalui instansi terkait, karena dia berprinsip home industri bisa besar jika menguasai pasar.
Baca Juga: Stabilkan Harga Sembako, DKPP Sumenep Gelar Aksi Gerakan Pangan Murah
“Kalau home indsutri sudah besar yang ditandai dengan penguasaan pasar, maka tidak perlu lagi bantuan dari pemerintah,” ujarnya tersenyum.
Fauzi berharap pelaku home industri lain juga terus memaksimalkan potensi bisnis yang digarap. Di era persaingan bisnis seperti saat ini, kata Fauzi, sangat dibutuhkan kreativitas dan produktivitas tinggi, tentu saja tidak mengenyampingkan kualitas produk yang dihasilkan. Jika tidak berbenah, dia yakin pelaku home industri akan tergilas dalam persaingan bisnis. (mat/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News