>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 08123064028, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan
Kiai Ghazali yang terhormat, kerabat saya sejak memasuki bulan Ramadan lalu jatuh sakit, penyakit lamanya kambuh lagi. Praktis selama bulan Ramadan ini beliau tidak bisa menjalankan puasa. Dua hari lalu Allah memanggilnya untuk selama-lamanya. Dalam kasus kerabat saya yang seperti itu, apa yang harus kami lakukan? Meng-qada puasanya atau membayar fidyah? Mohon penjelasannya, trima kasih banyak sebelumnya. (Ahmad Maulana, Candi Lontar Surabaya)
Jawaban:
Saya turut berbelasungkawa atas wafatnya keluarga Anda, semoga Allah Swt merahmati sekaligus mengampuni segala dosanya dan menerima amal baiknya. Dalam kasus yang Anda tanyakan, jika kita kembalikan pada ketentuan Allah dalam firman-Nya: ...dan orang-orang yang tidak mampu (berpuasa) wajib membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin ...” (QS al-Baqarah 2:184). Maksud tidak mampu dalam ayat ini bisa karena sakit atau keadaan lain yang membuat seseorang tidak mampu berpuasa. Itu berarti keluarga Anda termasu katagori ini. Ayat di atas hanya mewajibkan membayar fidyah, tidak ada pejelasan kewajiban meng-qada puasanya.
Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?
Karena itu, menurut Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i, Ahmad dan fuqoha lain berpendapat bahwa ahli warisnya hanya punya kewajiban membayar fidyah dalam satu kali puasa memberi makan kepada satu orang miskin. Maksudnya ahli waris tidak diwajibkan untuk meng-qada puasanya. Ketentuan hukum ini diperkuat oleh fatwa Aisyah ra. yang menyatakan: “Janganlah Anda berpuasa untuk meng-qada orang-orang yang telah meninggal dari keluarga Anda, tetapi kasihlah makanan untuk mereka.”
Pendapat ini juga diperkuat fatwa Ibnu Abbas ra. yang menyatakan: “Seseorang tidak bisa berpuasa atas nama orang lain.” Abdulah bin Umar ra. juga berfatwa dengan mengatakan: “Barang siapa wafat dengan meninggalkan puasa satu bulan, maka posisi utang puasanya itu diganti dengan memberi makan setiap satu kali puasa untuk satu orang miskin.”
Menurut para fuqoha tersebut tentu ini berlaku bagi puasa bulan Ramadan. Tetapi jika kewajiban puasa itu karena nazar, maka keluarga wajib meng-qada mewakili yang meninggal.
Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?
Harus diakui ada pendapat yang menyatakan bahwa orang yang wafat dengan meninggalkan puasa ahliwarisnya wajib meng-qada. Ini berdasarkan sabda Rasul SAW: “Barang siapa wafat dengan meningglkan kewajiban puasa, maka walinya wajib berpuasa atas namanya.” (Hr. Bukhari-Muslim).
Setelah melakukan kajian tehadap keragaman pendapat tentang masalah ini, menurut saya ketentuan ayat di atas berlaku bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena uzur usia, dan dia masih hidup. Sebab seseorang yang meninggalkan kewajiban karena satu dan lain hal dan masih hidup, kewajibannya tidak boleh diwakilkan. Seseorang muslim seperti ini hanya punya kewajiban untuk membayar fidyah dan tidak diwajibkan untuk mengqada puasanya.
Sedangkan orang yang wafat dengan meninggalkan puasa, maka kentuan hadis sahih ini yang diberlakukan. Kewajibannya hanya meng-qada puasa tidak wajib membayar fidyah. Tetapi jika mau, maka sangat dianjurkan mengqada sekalugus membayar fidyah.
Baca Juga: Sejak Bayi Saya Ditinggal Ayah, Mau Nikah Saya Bingung
Ini dipahami dari kelanjutan ayat tersebut yang menyatakan: “...barang siapa berpuasa lebih dengan memberikan sedekah maka itu lebih baik...” (QS. Al-Baqarah 2:184). Dengan demikian, dalam kasus yang Anda tanyakan dalam hukum tidak ada kewajiban ganda. Karena hal demikian sangat memberatkan. Padahal kentuan kaidah umum hukum Islam itu mudah dan menyenangkan tanpa masyaqqah. Semoga Anda mafhum. Wallahu a’alam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News