JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Fahri Hamzah melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan Joko Widodo. Wakil Ketua DPR RI itu menilai pemerintah saat ini mulai cenderung tidak mau dikontrol, sehingga segala kebijakan dan keinginannya diharapkan untuk diikuti oleh DPR RI.
Kecenderungan pemerintah yang tidak mau dikontrol tersebut antara lain dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), yang menurut politisi PKS itu justru pembahasannya lebih menekankan keinginan, hasrat, dan bukan akal sehat.
Baca Juga: Paparkan Program 100 Hari Kerja saat Raker, Nusron: 119 Juta Bidang Tanah Sudah Terdaftar
"Secara akal sehat, berbahaya dampak dari RUU tersebut," kata Fahri Hamzah dalam acara buka puasa bersama dengan wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (27/6/2016).
Dia juga mengevaluasi tentang keberadaan parlemen dan partai politik yang dianggap sudah tak lagi ideologis.
Ia menilai, pentingnya membangun sistem parlemen modern, parlemen yang sama-sama kuat dengan pemerintah untuk saling kontrol demi terwujudnya rakyat, yang juga modern.
Baca Juga: Komisi II DPR RI Dukung Program 100 Hari Kerja Menteri Nusron
“Parlemen yang modern itu harus didukung dengan parpol yang modern, profesional. Hanya saja parpol saat ini tidak dibangun dengan warna ideologi politik yang jelas. Bahkan kalah dengan jebakan survei – popularitas seseorang dalam Pilkada dan Pemilu. Jadi, tak ada demokrasi tanpa penguatan parpol,” ujarnya.
Fahri mengatakan itu memang godaan-godaan dalam berkuasa. Di mana semua keinginannya diikuti, dan itu terjadi di seluruh belahan dunia ini.
"Sehingga dibutuhkan parlemen yang kuat. Hanya saja tidak mudah meyakinkan masyarakat, karena DPR RI diidentikkan dengan hanya ngomong doang dan banyak korupsi,” ujarnya. Karena itu kata Fahri, saat ini ada trend pemrintah tidak mau diawasi DPR RI dan sebaliknya menginginkan DPR RI itu mengikuti saja kemauan pemrintah.
Baca Juga: Koalisi CBD Kirim Hasil Analisis Ganja Medis ke DPR dan Presiden
Bahkan simplisistis pemerintah itu bisa mempengaruhi DPR RI, pers, dan ormas.
“Jadi, kita harus waspada dan memang diperlukan DPR RI yang kuat. Kalau tidak, maka akan muncul kelompok ideologi ultranasionalis. Seperti Donald Trump di Amerika Serikat, partai baru AfD di German, dan lain-lain,” katanya.
Fahri mengakui sistem rekruitmen kader di Parpol selama ini buruk, sehingga melahirkan system politik yang juga buruk. Di mana siapa saja dan apalagi memiliki modal, maka bisa menjadi pimpinan parpol.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
“Kalau parpol sudah menghalalkan segala cara, maka akan melahirkan oligarki, dan oligarki masuk ke DPR RI,” katanya.
Ia juga mengeritik perilaku Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam persiapannya maju di pilkada serentak 2017 mendatang. Menurut dia, Ahok sudah melecehkan partai politik. Pasalnya, Ahok sempat menyepelekan parpol karena ia akan maju dengan jalur independen.
"Dalam kasus Ahok menuju pilkada DKI Jakarta, sempurna pelecehannya terhadap partai politik," katanya.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Namun, setelah mengalami masalah pengumpulan dukungan KTP, menurutnya, Ahok kembali bersikap baik pada parpol. Ini dianggapnya telah menunjukkan sikap Ahok yang melecehkan parpol.
"Saat ada tanda-tanda dukungan kopian yang sudah dia peroleh akan bermasalah, dia langsung mendekatkan diri dan memuji partai politik. Ahok telah menggunakan partai politik untuk kepentingan pribadinya," ungkap Fahri.
Sayangnya, ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, tidak satu pun di antara partai politik yang merasa dilecehkan. "Enak-enak saja tuh, sebagian partai politik bahkan mendukung Ahok lagi," sindirnya.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News