SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Sidang kasus "guru cubit siswa" dengan agenda pembelaan (pledoi) oleh HM. Priyo Oetomo SH, Penasehat Hukum terdakwa M. Samhudi, guru SMP Raden Rahmad Balong Bendo berlangsung panas, Kamis (21/7).
Hal itu bermula saat persidangan yang digelar diruang Sidang utama Delta Kartika, Ketua Majelis Hakim, Rini Sesulih SH, menanyakan terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) akankah memberikan tanggapan atas pembelaan kuasa hukum terdakwa.
Baca Juga: Kanit PPA Polresta Sidoarjo Ajak Guru Wujudkan Kesejahteraan Anak
Secara tegas, JPU Andrianis SH, menyampaikan akan melakukan replik atas pledoi itu. "Kami akan siapkan replik pada sidang pekan depan," ujarnya.
Ungkapan itu memicu memanasnya suasana ruang sidang yang dihadiri oleh ratusan guru dari berbagai daerah yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), untuk memberi support Samhudi.
Bahkan, saat Ketua majelis menutup sidang dan dilanjutkan pada Kamis (28/7) pekan depan dengan agenda replik dari Penuntut Umum, situasi semakin memanas. Para guru yang keluar dari ruang sidang mengancam akan membawa massa lebih banyak lagi.
Baca Juga: Berikut Tugas Guru Penggerak di Sekolah
"Kami akan datangkan massa lebih banyak lagi pada sidang pekan depan," ujar seorang guru yang membawa microphone, sembari menyerukan tuntutan jaksa tidak terbukti.
Sementara HM. Priyo Oetomo SH, Kuasa Hukum Samhudi menyatakan dari fakta-fakta persidangan pihaknya membeberkan bahwa perkara ini tidak terbukti.
Ia menguraikan di antaranya, pihaknya menganggap surat dakwaan JPU kabur dan tidak dapat diterima. Sebab, pasal tidak disebutkan secara jelas dalam dakwaan sebagaimana digantikannya pasal di dalam dakwaan. Namun, tiba-tiba JPU menuntut dengan menguraikan pasal dakwaan.
Baca Juga: Komitmen Tingkatkan Pelayanan, BPR Delta Artha Kelola Pembayaran Gaji Guru PPPK Sidoarjo
Selain itu, Priyo membeberkan, dari sejumlah saksi yakni Saksi Yuni Kurniawan, orang tua korban hanya mendengar cerita dari putranya saja, tanpa mengetahui kejadian itu. Begitupun, lanjut Priyo, saksi IM dan SS (Korban) yang merupakan masih di bawah umur, dalam keterangan saksinya di penyidik kepolisian tanpa diambil sumpah lantaran keduanya masih di bawah umur.
"Sehingga ini tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian. terlebih, saat di persidangan IM tidak bisa dihadirkan," jlentrehnya.
Selain itu, ungkap Priyo, hasil visum yang diajukan oleh penyidik dari puskesmas Balong Bendo itu dilakukan oleh perawat. Baru keesokan harinya ditandatangani oleh dokter. "Kami menganggap bahwa hasil visum itu merupakan alat bukti tidak sah. Sebab, bukan dilakukan oleh dokter," bebernya.
Baca Juga: Datangi Kejari Sidoarjo, GP Ansor dan LBHNU Sampaikan Hasil Investigasi Kasus Guru SMK Kosgoro
Priyo berharap, majelis hakim membebaskan terhadap terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum berdasarkan fakta persidangan yang terungkap. "Namun, jika perbuatan itu bukan perbuatan tindak pidana, hakim melepaskan segala tuntutan hukum," pungkasnya dengan didampingi Saheri SH, tim kuasa hukum.
Seperti diberitakan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Samhudi dengan tuntutan 6 bulan penjara, 1 tahun masa percobaan dan denda 500 ribu subsider 2 bulan. Dalam perkara pidana Nomor.240/Pid.sus/2016/PN.Sda Guru Agama itu didakwa "Melakukan kekerasan terhadap Anak" yakni dengan menyuruh membuka baju dan sepatu SS (15).
Kemudian SS diperintah untuk mengalungkan sepatu itu ke leher, selanjutnya tanpa bertanya kepada korban, terdakwa langsung memukul lengan dua kali dan mencubit hingga mengalami luka memar di bagian lengan tangan kanan.
Baca Juga: Gara-Gara Bodi Mobil Tua untuk Praktik Siswa, Guru SMK Kosgoro Balongbendo Diadili
Atas perbuatan itu, orang tua korban melaporkan kejadian itu ke pihak Polsek Balong Bendo. Hingga proses itu bergulir ke persidangan, terdakwa didakwa sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014, perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Meski sudah ada kesepakatan perdamaian kedua belah pihak pada saat sebelum tuntutan oleh JPU. Namun, proses hukum tetap berjalan dan tidak bisa dihentikan, hingga proses persidangan itu mendapat putusan tetap (incrach) dari Pengadilan Negeri Sidoarjo. (nni/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News