SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Wardiman Djojonegoro menyatakan toleransi sangat diperlukan karena masyarakat di Indonesia sangat beragam.
Jika tidak toleran satu dengan yang lain, maka bakal terjadi gontok-gontokan. Akibatnya, negara tidak akan pernah aman dan bisa maju.
Baca Juga: Kanit PPA Polresta Sidoarjo Ajak Guru Wujudkan Kesejahteraan Anak
Hal itu disampaikan Wardiman Djojonegoro, dalam pembukaan "Training Pembuatan Kegiatan Penguatan Toleransi Untuk Guru atau Pembimbing Ekstrakurikuler” yang digelar secara daring oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan, Rabu (28/10) kemarin.
Training ini berlangsung dua hari, hingga Kamis (29/10). Acara ini diikuti puluhan guru dan pembina ekstrakurikuler dari lima SMP dan lima SMA di lima kecamatan di Kabupaten Sidoarjo.
Menurut Wardiman, untuk meningkatkan rasa toleransi, yaitu dengan cara mengurangi rasa unggul diri sendiri, kelompok atau daerah, dan tidak menganggap rendah kelompok yang lain. Susahnya, di zaman modern ini banyak faktor yang mendorong intoleransi.
Baca Juga: Berikut Tugas Guru Penggerak di Sekolah
Ada tiga faktor yang menyebabkan intoleransi, yaitu ketidaksamaan antardaerah atau antarkota. Ada daerah yang maju, daerah yang aman, daerah yang masih ketinggalan atau masih kumuh. Hal itu lantas dijadikan pemicu atau alasan untuk bentrokan.
"Ada orang-orang yang menjadikan perbedaan menjadi sarana untuk merendahkan atau menyerang orang atau kelompok lain," cetus Wardiman.
Kedua, pengaruh internet menjadikan kita mudah berpendapat tetapi mudah pula membuat orang lain tersinggung. Internet juga memudahkan penyebaran kabar bohong (hoaks) sehingga menjadikan berita panas. Kebebasan berpendapat justru menjadikan hal yang tak kondusif.
Baca Juga: Komitmen Tingkatkan Pelayanan, BPR Delta Artha Kelola Pembayaran Gaji Guru PPPK Sidoarjo
Ketiga, menurut Wardiman, pemilihan kepala daerah (pilkada) juga menjadi pemicu timbulnya intoleransi. Karena dalam kontestasi pilkada ini orang cenderung mencari-cari perbedaan dan kemudian dilegalkan.
Dalam training, narasumber lainnya yakni dari LPPM Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, yaitu yaitu Dr. A. Rubaidi, M.Ag, Amin Hasan, M.Pd dan Hernik Faisia, M.Pd.I. Selain itu juga ada pengantar pemahaman ekstrakurikuler dari Ketua BrangWetan, Henri Nurcahyo.
Training ini rangkaian program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air” yang berlangsung selama satu tahun sejak Juli 2020 hingga Juni 2021. Sebelumnya, BrangWetan di antaranya sudah menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk stakeholder pendidikan.
Baca Juga: Salah Soal Data Klaster PTM, Kiai NU Minta Menteri Nadiem Minta Maaf pada Warga Jatim
Manajer Program “Cinta Budaya Cinta Tanah Air”, Moh Masrullah, Kamis (29/10), berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan guru atau pembimbing ekstrakurikuler dalam menanamkan penguatan toleransi kepada siswa.
Selain itu diharapkan mampu berperan menciptakan karakater dan perilaku siswa yang mengedepankan nilai toleransi di sekolah dan lingkungannya.
Kegiatan ini dinilai sangat penting karena akan berdampak langsung terhadap kemampuan guru atau pendamping ekstrakurikuler dan siswa dalam memahami toleransi di sekolah dan lingkungannya. (sta/ian)
Baca Juga: Heboh Nadiem Renovasi Ruang Kerja Rp 5 M, Susi: Saya Ingin Bangun 10 Kelas Canggih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News