PONOROGO, BANGSAONLINE.com - Saat peringatan Hari Anak Nasonal, Sabtu (23/7) semua anak-anak Indonesia dimanjakan dengan keceriaan. Namun, masih saja ada yang merana karena kondisi orang tuanya. Seperti yang dialami Ida Wahyuti (10), warga desa Tantung, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo ini.
Saat ditinggal orang tuanya pergi ke sawah sebagai buruh tani, Ida harus diikat kakinya dan dikrangkeng di dalam rumahnya sendiri. Kaki Ida diikat dengan tampar di rumah yang kondisinya reot. Kedua orang tuanya, harus terus mempertahankan hidupnya dengan menjadi buruh tani. Jika tidak bekerja, tidak mungkin dapur milik orang tua Ida mengepul. Sedangkan ketiga saudaranya, juga harus sekolah.
Baca Juga: Di Sanggar Kesenian Langen Kusumo Ponorogo, Khofifah Apresiasi Inovasi Pelestarian Reog
Ketika mendengar deru kendaraan atau ada orang lewat, sesekali Ida berteriak pada orang yang melintasi depan rumahnya. Pun saat kehausan atau kelaparan, dia juga berteriak. Warga sekitar sudah tidak asing dengan kaki sebelah kanan yang ditali dengan tali dadung ukuran 1 meter.
Secara umur, Ida memang sudah 10 tahun, namun dalam pertumbuhan fisiknya, dia tergolong lambat. Ida yang tinggal dibagian selatan Kabupaten Ponorogo ini perawakannya kecil dan kurus. Ida juga langsung bergembira jika kedua orang tuanya datang, Sri Yabi dan Barokah. Ida langsung meminta makan dengan bahasa tubuhnya.
Sang Ibu, Sri juga langsung mencuci tangan ketika datang dari sawah. Setelahnya, juga langsung mengambilkan nasi untuk disuapkan kepada anaknya. "Ayo nak, makan yang banyak," kata Sri Yani, Ibu dari Ida Wahyuti, Sabtu (23/7).
Baca Juga: Kalaksa BPBD Jatim Resmikan Rekonstruksi Jembatan Terdampak Bencana di Kabupaten Ponorogo
Sri mengatakan, sebenarnya tidak tega jika harus mengikat Ida. Namun tidak ada pilihan lain lagi. Sri menuturkan jika dibiarkan, Ida bisa jalan ke mana-mana.
"Ada mobil lewat bisa langsung dihentikan. Pernah juga dia hampir masuk selokan karena tidak dijerat kakinya," kata dia.
Sri menceritakan, saat bayi tidak ada keanehan. Hanya waktu umur enam bulan, bidan desa mengatakan bahwa posisi bayi sungsang. Tapi waktu melahirkan normal tidak ada halangan. Cuma ketika umur sembilan bulan yang seharusnya bisa merangkak, Ida tidak bisa.
Baca Juga: Hari Anak Nasional, Bupati Blitar Ajak Masyarakat Turut Berperan Wujudkan Generasi Unggul
"Saya juga tidak membawa ke rumah sakit. Hanya puskesmas saja. Cuma diberi obat saja," kata dia seperti dikutip dari beritajatim.com.
Dari sakit, lanjut dia, Ida tidak pernah mendapat bantuan sama sekali dari Pemkab Ponorogo. Sri menerangkan jika ditangani Ida bisa saja sembuh. "Pengennya ditangani, Pemkab Ponorogo lebih memperhatikan. Selama ini sampai Ida umur 10 tahun tidak ada penangan dari pemerintah," terangnya.
Sedangkan ayah Ida, Barokah, juga pasrah. "Pasrah saja, soalnya tidak punya biaya untuk mengobati Ida," katanya.
Baca Juga: Puncak Peringatan HAN 2024 di Lamongan: Jadi Momentum Lindungi Hak Anak
Barokah menerangkan kemarin sempat ada secercah harapan ketika tiga bulan silam ada yang mengaku oknum dari Komnas HAM datang. Ida sudah disyuting dan ditanyain. "Tapi tidak ada tindak lanjut. Malah beban mental yang saya terima," katanya.
Dia berharap Bupati Ipong Muchlissoni bisa menjenguk keluarganya yang serba pas-pas-an ini. Ida juga bisa sembuh seperti anak-anak lain.
Di sisi lain, Kepala Desa Teguhan, Rudy, menerangkan memang ada yang mengaku komnas HAM dan menjenguk Ida. "Saya juga pegang suratnya kemarin itu," katanya.
Baca Juga: Hari Anak Nasional, Petrokimia Gresik Berbagi Inspirasi untuk Pelajar di Sekitar Perusahaan
Namun anehnya, setelah komnas HAM datang tidak ada satu pun yang datang. Jadi seakan sia-sia. Dia berharap dengan Hari Anak Nasional, Ida bisa terselamatkan. (jap/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News