SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Perusahaan Daerah (Perusda) Banongan Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo disebut bangkrut oleh DPRD Kabupaten Situbondo setelah tidak bisa membayar gaji karyawannya selama dua bulan. Pernyataan itu disampaikan oleh anggota DPRD Situbondo Hadi Priyanto.
Politisi Partai Demokrat yang pernah menjadi ketua pansus Perusda Banongan pada tahun 2015 lalu ini menilai, Perusahaan ini tidak dikelola dengan menejemen yang baik sehingga mengalami kebangkrutan.
Baca Juga: Hasil Voting, DPRD Setujui Pembubaran Perusda Pasir Putih dan Banongan, FPKB: ini Arogansi Kekuasaan
"Sampai sekarang tidak bisa membiayai produksi dan tidak bisa bayar karyawannya, ayo dikatakan apa namanya? Kalau tidak dikatakan bangkrut," ujar mantan aktivis PMII ini.
Hadi menjelaskan, saat ia memimpin pansus pada tahun 2015 lalu, pihaknya meneliti betul persoalan yang sebenarnya terjadi di Perusda Banongan, bahkan sempai melakukan penelitian dengan P3GI Pusat Penelitian Tebu, yang hasilnya menyebutkan tanah Banongan sangat bagus dan layak ditanami tebu.
"Kok bisa Direktur Banongan mengatakan bahwa tanah di Banongan itu tidak bagus, unsur haranya tidak bagus. Padahal hasil penelitian kami sebaliknya, kecuali di beberapa petak saja yang tidak bagus karena berada di pinggir pesisir," terangnya.
Baca Juga: Lantik Direktur Perusda Banongan, Bupati Situbondo Janji Pecat Jika Enam Bulan tak ada Perbaikan
Anggota di komisi II DPRD Situbondo ini melanjutkan, pada tahun 2015 lalu Pansus Banongan telah memberikan rekomendasi kepada Bupati Situbondo agar Direktur dan Wakil Direktur Perusda Banongan di nonaktifkan. Sebagai gantinya Bupati bisa menunjuk orang yang benar-ibenar ahli di bidang menejemen perusahaan. Namun rekomendasi itu tidak dilaksanakan.
"Rekomendasi pansus agar inspektorat melakukan audit investigasi terhadap Perusda Banongan juga tidak dilakukan. Padahal dari audit ini kita bisa mengetahui aset aset perusahaan, mulai dari aset keuangan, barang dan aset usaha seperti aset tebu yang ada, sehingga semuanya bisa terselamatkan, termasuk tebunya," tuturnya.
Informasi yang dihimpun BANGSAONLINE.com menyebutkan, kondisi Perusahaan Daerah Banongan saat ini mengalami kesulitan keuangan. Terbukti, sekitar 40 karyawannya tidak digaji selama dua bulan. Bahkan, pajak badan sebesar Rp. 1,2 Miliar juga belum terbayar.
Di samping persoalan-persoalan tersebut, ketidakberesan pengeloaan perusahaan daerah ini tampak ketika tebu yang ditebang pada panen saat sekarang sudah dijual lebih dulu pada bulan Januari lalu dengan harga Rp 20 ribu per kwintal. Padahal harga tebu saat ini mencapai Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu per kwintal
"Andai kata dijual sekarang paling tidak kan bisa membayar gaji karyawannya, kenapa dijual duluan saat tebu masih berusia muda, ada apa ini?," tanya politisi muda asal kapongan ini.
Sementara Ketua Komisi II DPRD Situbondo, Janur Sastra Ananda mengatakan, bahwa komisi II secara tertulis akan meminta pertemuan dengan Bupati untuk membicarakan persoalan Perusda Banongan. Janur menjelaskan, saat ini ada sekitar 40 karyawan Perusda Banongan yang tidak digaji selama dua bulan.
"Masalah di Banongan ini harus segera ada solusinya, makanya kita akan segera mengagendakan pertemuan dengan Bupati. Apalagi pada bulan sembilan ini akan jatuh tempo pajak badan sekitar Rp. 1,2 Miliar. Kalau tidak bisa terbayar maka kendaraan roda empat milik Perusda Banongan akan disita," katanya.
Janur menjelaskan, bahwa hasil dari pansus Banongan pada tahun 2015 lalu merekomendasikan Perusda Banongan ditutup. Namun sampai saat ini beberapa rekomendasi penting itu tidak dilakukan.
"Saya mensinyalir Bupati kesulitan mengambil langkah konkret karena direcoki masalah-masalah di luar, yaitu masalah politik," (stb1/had)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News