JOMBANG,BANGSAONLINE.com - Pekan lalu, warga Jombang dikejutkan dengan perilaku ratusan ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang "plesiran" ke Jakarta. Rombongan PKK yang dipimpin Tjaturina Wihandoko yang tak lain istri Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko itu terbang naik pesawat ke ibukota menggunakan Dana Desa (DD).
(BACA: Beredar Foto Rombongan PKK Jombang Naik Pesawat Diduga Jalan-jalan, ini Kata Netizen)
Baca Juga: Demi Anak Bisa Belajar Daring, Seorang Wali Murid di Jombang Jual Kambing untuk Beli Ponsel
Tentu "plesiran" tersebut mengecewakan karena dinilai hanya menghamburkan uang Negara. Apalagi ternyata masih banyak warga Kota Santri yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, ada di antara mereka yang harus mengais butiran padi sisa panen hanya untuk bertahan hidup. Bahkan, mereka harus menunggu pemberian tetangga untuk makan.
Itulah yang dialami Nenek Sijah, (70) dan Nenek Wiji (65) asal, Dusun Karangasem, Desa Karangdagangan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang. Di usia senjanya, dua nenek renta bersaudara ini terpaksa membanting tulang demi bertahan hidup.
"Adik saya buta, tidak bisa apa-apa, jadi mau tidak mau saya yang harus membuat makan setiap hari," tutur Sijah kepada Bangsaonline saat ditemui di gubuk reyotnya, Kamis (11/8).
Baca Juga: Sempat Viral di Medsos Karena Tak Dapat BLT, Janda Asal Jogoroto Dikunjungi Kapolsek
Setelah ditinggal suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Nenek Sijah hanya hidup berdua dengan Nenek Wiji. Maklum, selama hidup, Nek Wiji tidak pernah menikah. Sebab, kedua mata Nek Wiji memang sudah mengalami kebutaan sejak muda.
"Saya punya dua anak sebenarnya, satu laki-laki sekarang di Surabaya, sedangkan yang perempuan tinggal di Ponorogo. Jarang pulang, kadang lima bulan baru pulang," imbuhnya.
Nenek Sijah dan adiknya hanya makan seadanya. Jika beras jatah bantuan yang diterimanya habis, keduanya terpaksa makan sayur-sayuran rebus yang diambilnya dari pekarangan rumah. Atau menunggu belas kasih dari tetangga.
Baca Juga: Lumpuh Sejak Kecil, Daryanto, Pemuda 22 Tahun di Jombang Butuh Uluran Tangan
"Kalau musim panen, saya ke sawah. Ngasak (ngais) gabah sisa orang panen itu. Nanti kalau banyak terus digilingkan jadi menir seperti ini. Kalau sudah habis, ya makan seadanya saja, yang penting makan," terangnya.
(BACA: Tak Ada Perhatian dari Pemkab Jombang, Khamim Kakek Tinggal di Kandang Ayam Akhirnya Dibantu Lazisnu)
Rumahnya hanya gubuk tua yang tak lagi terurus. Tampak pemandangan yang kumuh. Dinding penuh debu. Barang-barang berserakan di dalam rumah. Kondisi ini tak lain karena keduanya sudah tak mampu mengurus tempat tinggalnya itu.
Baca Juga: Butuh Uluran Tangan, Remaja 16 Tahun di Jombang ini Tak Bisa Berjalan Sejak Kelas Satu MI
Kondisi Nenek Sijah dan Nenek Wiji yang hidup dalam kemiskinan ini minim perhatian dari pemkab Jombang. Setiap bulan, keduanya hanya menerima bantuan beras untuk warga miskin (Raskin) sebanyak 15 kilogram.
Seger (53), Ketua RT 01/04 Dusun Karangasem, Desa Karangdagangan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang berharap, ada bantuan rutin yang diberikan pemkab Jombang kepada Nenek Sijah dan Nenek Wiji. Mengingat kondisi keduanya yang sudah tua renta namun masih harus banting tulang hanya untuk bertahan hidup.
"Kalau bisa ada tambahan bantuan untuk kedua warga saya ini. Minimal, untuk kebutuhan makan setiap harinya. Karena anaknya juga jarang pulang," tandasnya. (rom/ony/rev)
Baca Juga: Bocah SD di Jombang Sehari-hari Rawat Neneknya yang Sakit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News