MALANG, BANGSAONLINE.com – Kasus pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan SDI, oknum petugas bagian loket Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Malang terus menjadi sorotan publik.
SDI yang memungut biaya Rp 5000 sampai Rp 10.000 secara terbuka bagi setiap orang yang melegalisir KK dan KTP itu dianggap sangat berani dan mencerminkan bobroknya birokrasi Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Malang.
Baca Juga: Dispendukcapil Kabupaten Malang Fasilitasi Perekaman E-KTP Bagi Pemilih Pemula dan Pelajar
Namun Widodo, Ketua Komisi B dari F-Golkar, DPRD Kabupaten Malang mengaku baru tahu kalau ada pungli di Dispendukcapil Pemkab Malang. Ia menegaskan, jika ada upaya oknum ASN melakukan pungli, yang jelas tidak dibenarkan oleh aturan hukum atau tidak dilandasi payung hukum, maka masyarakat harus segera melaporkannya ke pihak berwajib, karena itu sudah melakukan tindak pidana.
”Terus terang, kendati kantornya berdekatan, tapi baru kali ini saya mendengar ada pungutan di Dispenduk. Kami akan melakukan agenda pemanggilan guna kroscek kepada pihak Dispenduk, khususnya oknum yang bersangkutan," ucap Widodo melalui ponselnya kepada bangsonline.com, Rabu (31/08).
Dr Prija Jatmika, pakar hukum pidana Universitas Brawijaya Malang menilai bahwa perbuatan meminta sesuatu kepada orang lain yang berkaitan dengan jabatan dan kedudukan, dalam hal ini seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), bisa dikategorikan melakukan penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga: Komisi A DPRD Kabupaten Malang Soroti Kekosongan Beberapa Jabatan Kepala OPD
“Menurut pasal 12 e, UU tindak pidana korupsi no.20 tahun 2001, perubahan dari UU nomer 31 tahun 99, ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," jelas Dr Prija, panggilan Prija Jatmika, kepada bangsaonline.com melalui ponselnya, Rabu (31/8/2016).
Menurut Dr Prija, perlu dipertanyakan, apakah perbuatan oknum petugas loket yang diduga melakukan pungli itu atas nama sendiri pribadi atau organisatoris (internal lembaga). Karena itu – tegas Prija – kalau dia bukan atas nama pribadi harus berani membongkar. ”Jika tidak berani membongkar, maka konskuensinya dia menjadi korban (tumbal). Namun jika itu atas nama pribadi, sudah menjadi konskuensinya," terangnya.
Dr Prija juga menekankan agar media harus bisa membongkar kasus tersebut. Bukan hanya masalah oknumnya, tapijuga membongkar uang yang masuk tersebut. ”Bagaimana pendistribusiannya, apakah masuk kantong atau untuk kebutuhan lain, agar larinya uang tersebut bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Baca Juga: Beri Layanan Adminduk Hingga ke Pelosok Desa, Bupati Malang Launching Mobil Plat N
Selain itu – tegas dia – juga harus ditelusuri pungutan biaya tersebut sudah berapa lama dilakukan. ”Ini yang mesti menjadi perhatian banyak pihak, khususnya aparat hukum maupun bupati dan pirantinya," beber Dr Prija.
Sementara itu Kabag Hukum Pemkab Malang Subur saat dikonfirmasi mengenai Perda penarikan biaya legalisir atau pengurusan KTP dan KK belum berani memberikan jawaban. Ia malah malah melempar bangsaonline.com ke Dispenduk. ”Ke Dispenduk saja untuk konfirmasi lebih jelasnya," kata Subur.
Pejabat di lingkungan Dispendukcapil kini memang bungkam. Bahkan Purnadi, Kepala Dispendukcapil Pemkab Malang langsung memblokir WA wartawan yang mau konfirmasi ulang kasus tersebut. (iwa/thu)
Baca Juga: Dispendukcapil Punya Program Baru Namanya Jebolanduk, Urus Adminduk Bisa di Kecamatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News