Tradisi Tumpeng Sewu Digelar Usai Maghrib, Lima Bule dari Prancis Nikmati Pecel Pithik

Tradisi Tumpeng Sewu Digelar Usai Maghrib, Lima Bule dari Prancis Nikmati Pecel Pithik Asisten Administrasi Umum Sekda Banyuwangi, bersama lima wisatawan asal Prancis usai acara Tumpeng Sewu di Desa Kemiren Glagah Banyuwangi.

BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com -Tradisi Tumpeng Sewu, ritual selamatan kampung yang digelar warga Using Kemiren secara swadaya menjadi sebuah ungkapan syukur kepada Sang Mahapecipta atas keberkahan yang diterima selama ini.

Tradisi adat warga Using ini biasa digelar sebelum hari raya Idul Adha. Pada tahun 2016 ini, tradisi adat using tersebut dilaksankan pada hari Minggu (4/9) di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Banyuwangi.

Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung

Dalam prosesi selamatan kampung ini, tampak dhadiri oleh Asisten Administrasi Umum Fajar Suasana, SH, Kadisperindagtam Ir.Hary Cahyo Purnomo, Kadisbudpar M.Yanuarto Bramuda, Ketua DKB Samsudin Adlawi, Camat Glagah Setyo Puguh Widodo, dan tamu undangan yang menghadiri ritual ini.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sambutannya yang diwakilkan kepada Asisten Administrasi Umum Fajar Suasana, SH juga mengatakan, tradisi tumpeng sewu sengaja diangkat ke dalam Banyuwangi Festival bertujuan untuk melestarikan kearifan lokal Banyuwangi sekaligus mengenalkan tradisi dan budaya Daerah ke tingkat yang lebih luas.

“Tradisi ini juga menggambarkan keterbukaan dan keramahan Suku Using yang ingin kita kenalkan ke khalayak luas," jelasnya.

Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Amankan Dua Pelaku Jual Beli Benih Lobster Ilegal di Banyuwangi

Suhaimi, tokoh ritual Kemiren juga mengatakan, acara ini adalah hasil dari swadaya masyarakat kampong Using tanpa ada bantuan sama sekali dari Pemkab. Walupun ada Bupati maupun tidak ada Bupati atau pejabat lain, ritual adat ini harus berjalan tepat waktu dan tidak boleh ditunda- tunda,” ucapnya.

Suhaimi dalam sambutanya juga menceritakan rangkaian ritual yang ada di Tumpeng Sewu. Ritual yang pertam,a dilakukan adalah mepe kasur (jemur kasur). Kegiatan ini dillakukan secara beramai-ramai oleh warga kampung Using untuk menjemur kasurnya di depan rumah masing-masing dari pagi pukul 07.00 wib hingga menjelang sore pukul 14.00 wib sebelem salat ashar.

Kasur yang dijemur adalah kasur khas kampung Using Kemiren, dengan ciri khas warna hitam dan merah. Masyarakat Using ini meyakini dengan menjemur kasur dapat membersihkan diri dari segala penyakit. “Karena sumber macam penyakit itu datangnya dari kasur (tempat tidur),” katanya.

Baca Juga: Tim BPBD Lumajang Juara Umum dalam Semarak Gelar Peralatan se-Jatim, Ini Lima Arahan BNPB

Menurut Suhaimi, ritual kedua pada sore harinya dilakukan arak-arakan Barong (ider bumi) yang mengelilingi kampung Using, Desa Kemiren Kecamatan Glagah . Diawali kegiatan kepala adat dan sesepuh kampung Using melakukan ziarah ke makam leluhur suku Using yang bernama Buyut Cili.

Bagi pengunjung yang hadir di acara Mepe kasur dan arak arakan Barong, tidak perlu khawatir soal makanan dan minuman. Selama kegiatan ritual tersebut juga ada pasar rakyat yang disiapkan warga Using.

“Di pasar tepi jalan kampung Using itu tersedia berbagai jajanan dan minuman khas suku Using, seperti kopi, temulawak, pisang goreng telur, cenil, tape ketan khas Using, kucur, rujak soto, batik dan pernak-pernik suku Using Banyuwangi,” tutur Suhaimi

Baca Juga: Rumah di Banyuwangi Rusak Usai Diterjang Hujan Deras dan Tertimpa Pohon

Selanjutnya ritual ini akan diteruskan dengan menggelar selamatan Tumpeng Sewu. Rupanya nasi dalam bentuk kerucut dengan lauk pauk khas adat Using, yakni pecel pithik (ayam panggang dibalut parutan kelapa).

Dalam prosesi ini setiap warga kampung Using diwajibkan mengeluarkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan rumahnya masing masing. Ritual ini dimulai setelah salat Maghrib berjamaah di masjid Nur Huda.

Sebelum ritual makan Tumpeng Sewu dimulai, warga kampung Using diajak berdoa terlebih dahulu, agar warga kampong adat Using Kemiren dijauhkan dari segala bencana dan sumber penyakit. “Sebab, ritual ini diyakini merupakan selamatan tolak bala. karena itulah warga adat Using menjaga tradisi itu hingga turun menuru,” papar Suhaimi.

Baca Juga: Diduga Mabuk Sopir Truk Fuso Tabrak Pagar Masjid Ikon di Banyuwangi, 3 Motor Rusak Parah

Usai salat berjamaah, maka penerangan seluruh desa yang ada di kampung Using dimatikan semua (agar suasana kampung seperti jaman dulu). Setelah itu dilanjutkan penyalaan oncor ajug ajug(obor bambu berkaki empat) sebagai penerang jalan desa.

Uniknya, api pertama penyalaan obor ritual ini diambil dari api biru (Blue Fire) dari gunung Ijen. Setelah obor dihidupkan, seluruh masyarakat adat Using akan menjalankan tradisi makan Tumpeng Sewu di depan rumah masing-masing. Dimakan bersama-sama sanak keluarga, tetangga atupun pengunjung yang datang di acara Tumpeng Sewu ini.

“Selesai makan Tumpeng Sewu, ritual ini akan ditutup dengan pembacaan lontar macapat Yusuf di balai desa Kemiren, dan pendopo barong Kemiren,” tambah Suhaimi.

Baca Juga: Dua PMI asal Banyuwangi Alami Gangguan Jiwa Setelah Dipulangkan dari Malaysia

Kegiatan ritual di kampung Using, Kemiren Glagah Banyuwangi ini ternyata menarik minat wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Di antaranya sebanyak lima warga Bule asal Prancis datang langsung untuk mengikuti prosesi ritual adat Using Banyuwangi.Tampak kelima wisatawan asing itu sangat menikmati suguhan pecel phitik yang disediakan dalam acara ritual Tumpeng Sewu. 

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Yanuar Bramuda mengatakan pihaknya terus berupaya mengangkat tradisi lokal Banyuwangi, seperti tumpeng sewu. Menurut dia, tradisi menjadi salah satu daya tarik wisata yang banyak diminati wisatawan. Saat ini banyak travel yang membuat paket-paket wisata yang memasukkan atraksi budaya sebagai salah satu destinasinya. 

“Kekhasan semacam ini banyak diminati wisatawan. Kami akan terus mendorong bentuk-bentuk wisata ini karena wisata tradisi ini juga bisa memperpanjang lama tinggal wisatawan di Banyuwangi. Mereka yang setelah dari Gunung Ijen, bisa menikmati dulu tradisi Kemiren," kata Bramuda.

Baca Juga: Ngaku Khilaf, Seorang Bapak di Banyuwangi Tega Cabuli Anak Kandungnya

Selain itu, lanjut dia, nilai-nilai yang dimiliki warga Banyuwangi yang egaliter dan terbuka juga menopang Banyuwangi dalam membidik segmentasi pariwisata syariah. Pariwisata Banyuwangi saat ini masih didominasi wisatawan asing dari Eropa seperti Perancis dan Belanda. 

"Tradisi semacam tumpeng sewu ini akan memperluas segmentasi kami ke pasar Timur Tengah dan Asia. Karena karakter wisatawan dinkawasan tersebut menyenangi tradisi swmacam ini. Kami juga sudah ada pembicaraan dengan agen travel dari Malaysia. Mereka tertarik untuk membuat paket wisata yang direct langsung dari Malaysia ke Banyuwangi. Semuanya sedang kita siapkan," ujar Bramuda.

Sampai saat ini wisatawan Banyuwangi sendiri terus meningkat. Pada 2015 wisatawan mancanegara mencapai 40 ribu, dan wisatwan domestik sejumlah 1,8 juta orang. "Target kami tahun 2016 ini wisman tembus 50 ribu, dan domestik 2,5 juta orang. Saat bulan ini sudah 2,1 jta wisatawan yang melancong ke Banyuwangi," pungkas Bramuda. (ganda siswanto/abdurrahman ubaidah)

Baca Juga: Tak Terima Rumahnya Jadi Tempat Parkir, Warga Banyuwangi Bacok Tetangganya saat Tahlilan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO