SURABAYA, BANGSAONLINE.com - PDI Perjuang memberi sinyal positif kepada Saifullah Yusuf untuk maju sebagai Calon Gubernur Jawa Timur pada Pilkada 2018 mendatang. Sinyal positif itu diungkapkan Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu, Bambang Dwi Hartono. Bambang mengatakan yang menjadi pertimbangan utama PDIP akan mengusung pria yang akrab dipanggil Gus Ipul tersebut, adalah keberhasilannya memperjuangkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila.
"Gus Ipul yang terdepan memperjuangkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Bagi PDIP ini sudah investasi politik dia untuk mendapat dukungan dari PDIP," ungkap mantan Wali Kota Surabaya dua periode ini, Senin (26/9).
Baca Juga: Ikhtiar Ketuk Pintu Langit, Khofifah Hadiri Shalawat Akbar Bersama Ribuan Masyarakat Gresik
Anggota Komisi A DPRD Jatim ini menjelaskan, komunikasi politik Wakil Gubernur Jatim itu dengan internal PDIP juga sangat baik. Bahkan Gus Ipul saat ini sudah menjalin komunikasi intensif dengan beberapa pengurus teras DPP PDIP, termasuk Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Gus Ipul sering ke Jakarta, sering bertemu dengan Bu Mega. Peluang besar untuk dapat rekomendasi," imbuh mantan Dosen Unesa itu.
Dalam catatan bangsaonline.com, Gus Ipul selama ini juga sangat dekat dengan Bupati Ngawi Budi Sulityono yang akrab dipanggil Kanang. Bahkan Kanang disebut-sebut bakal jadi cawagub Gus Ipul.
Baca Juga: Survei Poltracking Terbaru, Khofifah-Emil Melejit Tinggalkan Risma-Hans dan Luluk-Lukman
Soal munculnya nama Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini untuk maju di Pilkada Jatim, Bambang DH secara tegas membantahnya. Menurut dia, Risma harus menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Surabaya hingga masa jabatannya berakhir di tahun 2020.
"Belum ada yang mengusulkan. Biar dia (Risma-red) selesaikan tugasnya dulu sebagai Wali Kota Surabaya. Tak ada yang menginginkan dia di pilgub Jatim,” kata Plt Ketua DPD PDIP Jakarta yang dicopot menjelang penentuan Cagub DKI Jakarta itu.
Bambang DH selama ini disebut-sebut tak sejalan dan bahkan berseteru berat dengan Wali Kota Risma saat ia menjabat wakil wali kota Surabaya. Ia kemudian memilih mundur dari jabatan wakil wali kota Surabaya karena tak sejalan dengan Risma.
Baca Juga: Survei ARCI: Khofifah-Emil Dominan di Mataraman
Senada, Ketua DPD PDIP Jatim, Kusnadi menegaskan Risma belum tentu diusung PDIP sebagai Cagub atau Cawagub Jatim tahun 2018 mendatang. Ini karena PDIP masih banyak calon, di antaranya Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) dan Emil Dardak (Bupati Trenggalek). Karenanya Risma harus mengikuti mekanisme partai dulu.
Menurut dia, semua kader memiliki peluang dimajukan partai sebagai Cagub Jatim 2018 mendatang. Namun karena di Jatim, PDIP memiliki banyak calon maka mekanisme penjaringan dan penyaringan tetap dilalui.
Risma yang sebelumnya sempat disebut sebagai Cagub DKI, jika nantinya akan maju dalam Cagub Jatim juga harus melalui mekanisme lebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai Cagub Jatim nantinya.
Baca Juga: Siap Jadikan Jawa Timur Sebagai Gerbang Baru Nusantara, Khofifah-Emil Ajak Sukseskan Pilkada 2024
"Di PDIP semua calon harus melalui mekanisme dan tidak bisa secara otomatis. Termasuk Bu Risma. Ini karena partai memiliki aturan," tegas Kusnadi yang juga Wakil Ketua DPRD Jatim ini.
Kusnadi menambahkan, salah satunya adalah proses penyaringan. Sebab, selain Risma tentunya juga akan ada nama lainnya yang juga siap bersaring. "Nah salah satu metode penyaringannya ya misalnya melalui survei internal, dengan tujuan untuk mengetahui aspirasi kader PDIP di Jawa Timur ini," beber Kusnadi.
Untuk diketahui, PDIP memiliki 19 kursi di Parlemen Jatim, sesuai UU PPilkada hanya kurang 1 kursi untuk bisa mengusung calon dalam Pilkada Jatim. Kekurangan 1 kursi itu bukan hal yang sulit untuk dipenuhi partai berbasis nasionalis itu. Sebab, PDIP bisa menggandeng partai lain di parlemen atau mengajak bergabung partai non parlemen.
Baca Juga: Di Sidoarjo, Khofifah Ajak Sukseskan Pilkada Serentak 2024 dengan Damai dan Senang
Tak jelas, apakah nasib Risma dalam pilgub Jatim akan sama dengan Ahok dalam pilgub DKI Jakata.
Ahok juga tak mengikuti mekanisme PDIP. Ia tak mau daftar ketika partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputeri itu membuka pendaftaran pilgub DKI Jakarta. Akibatnya banyak petinggi PDIP mengeluarkan statement keras mengecam Ahok. Namun Ahok tetap tak mau tunduk kepada mekasnime PDIP. Namun meski perilakunya sempat membuat para petinggi PDIP marah ia tetap mendapat rekomendasi dari PDIP dalam pilgub DKI Jakarta setelah bertemu Megawati. (mdr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News