JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Memperingati hari tani yang jatuh pada 24 September, aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jombang melakukan orasi di depan kantor DPRD Jombang, Selasa (27/09). Selain prihatin atas nasib petani, aksi mereka juga didasarkan atas UU Nomor 5 tahun 1960 alias UU Pokok Agraria (PA) yang dianggap tidak berjalan sesuai harapan.
Sebelumnya, belasan mahasiswa itu melakukan aksi jalan kaki di sepanjang Jl KH Wahid Hasyim menuju kantor dewan. Aksi ini, dilanjutkan dengan orasi terkait tuntutan yang mereka bawakan. Dalam aksinya, mereka menyerukan keprihatinan terhadap nasib petani yang selama ini tidak diperhatikan pemerintah. Akibatnya kesejahteraan para petani terabaikan.
Baca Juga: GMNI Dukung Rencana Pembentukan Zaken Kabinet Pemerintahan Prabowo
”Sejak 56 tahun UU PA disahkan nasib kaum tani Indonesia tidak banyak berubah dan terus terpinggirkan. Berbagai persoalan terkait penggusuran lahan, perampasan hak tanah krisis pangan menjadi persoalan yang tiada henti dirasakan petani,’’ pekik Sadan, salah satu orator GMNI DPC Jombang.
Aksi tersebut berlangsung hingga siang hari. Secara bergantian mereka mengutarakan aksi-aksi kepedulian terhadap nasib petani yang semakin nelangsa di Jombang. Namun, sayang pada saat bersamaan, keinginan mereka untuk menemui ketua DPRD Jombang, Joko Triono gagal. Ini dikarenakan, pimpinan sedang melakukan kunjungan kerja bersama tiga pansus DPRD Jombang lainnya.
Selain itu, belasan mahasiswa juga menyerukan tiga tuntutan terhadap UU Pokok Agraria yang dinilai bertentangan dan tidak diterapkan sebagaima mestinya. Tuntutan pertama meminta pemerintahan Jokowi-JK untuk melakukan reformasi agraria sejati sesuai dengan UU PA tahun 1960. Kedua, menuntut pemerintahan Jokowi-JK untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria di Indonesia dan ketiga menuntut pemerintahan Jokowi-JK untuk melakukan kajian ulang terhadap UU PA.
Baca Juga: Ribuan Kader dan Alumni GMNI Jawa Tengah Ziarah ke Makam Bung Karno
”Sepanjang tahun 2015 setidaknya telah terjadi 252 konflik agrarian di tanah air, dengan luasan wilayah mencapai 400.430 hektare dan konflik tersebut melibatkan 108.784 kepala keluarga, yang mana hal itu sangat bertolak belakang reformasi agraria,’’ imbuhnya.
Ditambahkan,selama ini pemerintahan melaksanakan reformasi agraria palsu. ”Pemerintahan melaksanakan reformasi agrarian palsu karena bertentangan dengan UU PA tahun 1960,’’ pungkasnya. (ony/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News