BANGSAONLINE.com - Setiap tanggal 22 Desember, bangsa Indonesia selalu memperingati hari ibu. Seremonial hari Ibu terus dilakukan dengan berbagai bentuk dan kekhasannya. Namun tampaknya, spirit Ibu hebat masih belum menjadi gerakan nasional. Faktanya, sangat mudah menemukan perilaku kaum Ibu yang seharusnya menjadi pelindung utama, namun justru menjadi pelaku kekerasan, kejahatan bahkan traficking bagi anak.
"Kondisi ini merupakan ironi yang tak boleh terjadi," ujar Susanto, Wakil Ketua KPAI, menyikapi peringatan Hari Ibu, (22/12).
Perubahan sosial-ekonomi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat, tampaknya berpengaruh terhadap pergeseran fungsi dan peran kaum Ibu. Jika sebelumnya, Ibu sebagai figur bertanya, belajar, berkonsultasi dan sumber nilai, saat ini fungsi Ibu seringkali tak diperankan.
"Kesulitan mencari informasi baru, anak lebih memilih google daripada bertanya kepada Ibu. Bagi Ibu yang terbatas waktu bertemu dengan anak, membuat anak menjadikan pengasuh dan orang sekitar sebagai figur pengganti dan sumber nilai dari seorang Ibu," tutur dia.
Faktor utama terjadinya pergeseran peran Ibu adalah karena faktor industrialisasi. Industrialisme modern telah berpengaruh terhadap peran ibu. Satu sisi Ibu memiliki kebebasan ekonomi, namun di pihak lain tetap berperan mengurus tugas-tugas keluarga termasuk pengasuhan. Mengingat interaksi ibu dengan anak terbatas, seringkali kaum Ibu memilih pola memanjakan daripada memandirikan.
"Hal ini sebagai bentuk pilihan kompensasi, agar anak dekat dengan Ibu," sebut Komisioner KPAI asal Pacitan tersebut.
Pergeseran pola pengasuhan Ibu dewasa ini, setidaknya terpotret ke dalam dua tipologi. Pertama pengasuhan permissive-indulgent adalah suatu gaya pengasuhan di mana Ibu terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit kendali atas mereka. Pengasuhan jenis ini diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan pengendalian diri anak, karena Ibu cenderung membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan.
"Akibatnya anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya dituruti," lanjut Susanto.
Kedua, pengasuhan permissive-indefferent, yaitu suatu gaya pengasuhan di mana Ibu tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua jenis ini cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.
Kecenderungan proses pengasuhan yang terjadi saat ini lebih mekanistis, sehingga peran pengasuhan Ibu terjadi distorsi. Aktivitas Ibu yang sangat sibuk di luar rumah, meminimalisir proses sosialisasi dengan anak. Adanya lembaga non-keluarga seperti tempat penitipan anak, kelompok bermain, taman kanak-kanak dan sekolah telah menyedot sebagian kehidupan anak dari proses di dalam keluarga.
"Dengan demikian posisi Ibu sebagai pendidik pertama dan utama kini bahkan mulai tergeser posisinya oleh sekolah dan lingkungan sosialnya," tandasnya. (yun/rev)







