JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Manajemen Borobudur dan Keraton yang diduga melarang karyawatinya mengenakan jilbab dan mengharuskan memakai rok mini menuai kecaman dari kalangan aktivis. Salah satunya dari Jaringan GuwDurian Jombang yang menilai kebijakan dua swalayan itu bersifat diskriminatif terhadap karyawati yang dipaksa membuka sebagian anggota tubuhnya.
Padahal seharusnya manajemen Borobudur yang ada di Jl Gus Dur dan Keraton di Jl A Yani Jombang tersebut menghormati hak para karyawan perempuan untuk menutup aurat.
Baca Juga: Selain Paksa Berpakaian Minim, Borobudur Juga tak Gaji Karyawan Sesuai UMK Jombang
"Bahwa pada prinsipnya, setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dalam berbusana. Setiap individu tidak boleh dipaksa untuk memakai atau tidak memakai busana tertentu. Pemaksaan yang berujung adanya diskriminasi jelas melanggar prinsip dasar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Aan Anshori, Koordinator Jaringan GusDurian Jombang kepada BANGSAONLINE.com.
Lebih lanjut Aan menuntut manajemen Borobudur dan Keraton untuk tidak melakukan diskriminasi terkait pakaian kerja. Di samping itu, ia mendorong semua pihak untuk mengedepankan dialog bermartabat dalam penyelesaian kasus ini.
"Kami mengecam kebijakan menejemen swalayan Borobudur yang melarang karyawatinya memakai jilbab saat bekerja," tegas aktivis berkacamata ini.
Baca Juga: Hasil Hearing DPRD Jombang, Izin Operasional Swalayan Borobudur Terancam Dicabut
BERITA TERKAIT:
- Larang Karyawan Berjilbab, DPRD Jombang Desak Swalayan Borobudur dan Keraton Ditutup
- Hasil Hearing DPRD Jombang, Izin Operasional Swalayan Borobudur Terancam Dicabut
- Selain Paksa Berpakaian Minim, Borobudur Juga tak Gaji Karyawan Sesuai UMK Jombang
Aan yang juga Direktur LInK (Lingkar Indonesia untuk Keadilan) ini meminta kepada DPRD dan Bupati Jombang berlaku adil dan tidak menerapkan standart ganda dalam urusan pakaian. Di satu sisi, mengecam pelarangan pemakaian jilbab, namun di sisi lain memaksa perempuan berjilbab. Salah satunya bisa melihat situasi pegawai perempuan Islam di Pemkab, maupun kebijakan berpakaian di hampir semua sekolah negeri terhadap siswi muslim. Dalam konteks itu dinilai tidak adil. Pasalnya, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, perempuan dijamin oleh konstitusi untuk mengenakan atau tidak mengenakan jilbab tanpa perlu takut didiskriminasi.
"Untuk itu, kami juga meminta aparat hukum dan tokoh agama untuk mewaspadai para pihak yang berkeinginan mempolitisasi masalah ini dengan isu SARA dan , yang berpotensi menimbulkan kerusuhan menjelang Natal dan Tahun Baru," pungkas Aan.
Baca Juga: Larang Karyawan Berjilbab, DPRD Jombang Desak Swalayan Borobudur dan Keraton Ditutup
Seperti diketahui, kalangan anggota DPRD Jombang mendesak penutupan swalayan Borobudur dan Keraton. Itu karena dua swalayan tersebut melarang karyawatinya mengenakan jilbab serta mengharuskan memakai rok mini yang hanya diatas lutut. Tak hanya itu, manajemen juga menolak menemui kalangan DPRD yang hendak melakukan klarifikasi atas persoalan tersebut saat sidak (Inspeksi Mendadak), Kamis (22/12). Padahal, anggota legislatif sudah menerima pengaduan dari masyarakat dan karyawan yang keberatan atas kebijakan perusahaan tersebut. (rom/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News