KY: Putusan Perkara La Nyalla Perlu Diperbaiki, Ketua MA Akui Keponakan La Nyalla

KY: Putusan Perkara La Nyalla Perlu Diperbaiki, Ketua MA Akui Keponakan La Nyalla Farid Wajdi

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, menilai ada sesuatu hal yang perlu diperbaiki dalam putusan majelis hakim terhadap terdakwa La Nyalla kemarin. Ia mengimbau aparat penegak hukum agar terus mengusut temuan-temuan yang mungkin menjadi fakta baru.

“Dorongan dan dukungan diserukan kepada aparat penegak hukum untuk terus memproses apa pun temuannya,” demikian pernyataan Farid dilansir Tempo.co, Rabu (28/12). Komisi Yudisial meminta aparat hukum tetap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pascaputusan La Nyalla.

Menurut Farid, langkah itu perlu dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap seluruh proses pengusutan kasus yang menjerat La Nyalla. Apalagi perkara La Nyalla telah berkali-kali melalui praperadilan. “Bisa jadi betul ada hal yang harus diperbaiki,” ujarnya lagi.

Meski begitu, Komisi Yudisial ingin semua pihak menghormati hasil putusan majelis hakim.

Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin memvonis bebas mantan Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti. La Nyalla dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kadin Jawa Timur sebesar Rp 1,1 miliar.

Jaksa penuntut umum menuntut La Nyalla dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Bekas Ketua Umum PSSI itu juga wajib mengembalikan kerugian negara Rp 1,1 miliar. Jaksa menyatakan La Nyalla memperkaya diri sendiri sebesar kerugian negara. Uang Rp 1,1 miliar itu didapatkan dari hasil penjualan saham Bank Jatim senilai Rp 6,4 miliar. Saham itu sebelumnya dibeli menggunakan dana hibah dengan senilai Rp 5,3 miliar.

Vonis bebas diberikan lantaran majelis hakim menilai uang Rp 5,3 miliar merupakan dana yang dipinjam oleh La Nyalla dan sudah dikembalikan. Majelis hakim mengatakan bahwa alat bukti yang sah dan keterangan dari dua saksi yang bersesuaian sehingga memutus bebas La Nyalla.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung menanggapi santai atas vonis bebasnya Ketua Kadin Jatim, La Nyalla Mattalitti.

Maruli menyebut, dua hakim yang menyatakan La Nyalla bersalah ialah hakim ad hoc. Sementara itu, tiga hakim yang menyatakan La Nyalla tidak bersalah adalah hakim karier.

"Dua hakim ad hoc yang sependapat dengan JPU, sementara tiga hakim yang tidak sepakat semuanya hakim karier. Ya, bisa diartikan sendirilah. Pikir sendiri," kata Maruli dilansir Kompas.com.

Namun, Maruli tetap menghormati putusan yang ada. Bahkan, ia mempertimbangkan upaya hukum atas vonis bebas La Nyalla.

"Kami masih ada waktu 14 hari untuk melakukan upaya hukum," ucapnya.

Apakah ada unsur lain dalam putusan hakim? Maruli enggan berkomentar, tetapi yang jelas, kata dia, publik bisa mengetahui sejak penyidikan kasus ini.

"Kalau soal unsur lain, sejak proses penyidikan kan sudah pada tahu, sampai praperadilan lima kali," kata Maruli.

Di sisi lain, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengakui La Nyalla Mahmud Mattalitti memang keponakannya dan masih satu ikatan keluarga. Namun, Hatta menegaskan tidak pernah melakukan intervensi terhadap putusan pengadilan Selasa (27/12) kemarin yang memvonis bebas La Nyalla.

"La Nyalla ini memang keponakan saya. Saya harus akui. Tapi saya tidak pernah melakukan intervensi. Yang jelas, silakan tanya hakimnya, lima-limanya, pernah enggak (saya) ngomong sama mereka, silakan ditanyakan kepada mereka satu per satu," kata dia di Gedung Mahkamah Agung RI dikutip dari Republika.co.id, Rabu (28/12).

Hatta melanjutkan, justru ia khawatir jika melakukan intervensi maka semua hakim akan bisa diintervensi. Karena itu, ia sebagai pimpinan MA harus memberi contoh yang baik kepada semua pihak.

"Kalau saya intervensi sebagai ketua, wah bisa berabe ni hakim. Semua bisa mengintervensi. Semua hakim agung bisa intervensi. Karena itu saya harus beri contoh yang baik bahwa keluarga sendiri pun saya tidak mengintervensi," ujar dia.

Sebagai wujud untuk menegakan hukum yang seadil-adilnya, Hatta menyetujui permintaan kejaksaan dan KPK untuk menyidangkan kasus La Nyalla di Jakarta.

"Bahkan mestinya persidangannya dilakukan di Surabaya, tapi karena KPK dan Kejaksaan minta disidangkan di Jakarta, saya penuhi. Kenapa? Ini kan dalam rangka penegakan hukum," ujar dia.

Di sisi lain, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menyikapi bijak keputusan tesebut. Kepala Bidang Komunikasi Kemenpora, Gatot S Dewa Broto menyebut La Nyalla berhak bebas karena pihak pengadilan memutuskan demikian.

Menurut Gatot, tak ada masalah dengan bebasnya mantan Ketua Umum PSSI tersebut. Dia minta semua pihak menghormati keputusan pengadilan.

"Dengan bebasnya La Nyalla Mattalitti, kami dari pihak Kemenpora ya biasa-biasa saja karena itu proses hukum. Pengadilan kan sudah menetapkan yang bersangkutan bebas, ya berarti haknya untuk bebas," ujar Gatot kepada Bola.net, Rabu (28/12).

Kemudian, ketika ditanya apakah La Nyalla pantas dijadikan anggota dewan kehormatan PSSI, Gatot tak berkomentar banyak. Sebab menurutnya, urusan itu bukan urusan Kemenpora.

"Kalau itu sih urusan PSSI. Biarkan PSSI yang memutuskan nanti di kongres," tutupnya. (Tempo.co/Kompas.com/Republika.co.id)

Sumber: Tempo.co/Kompas.com/Republika.co.id