NGAWI, BANGSAONLINE.com - Ambrolnya penahan jalan atau talut di Desa Pelanglor, beberapa waktu lalu, semakin tidak jelas penanggung jawabnya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ngawi belum mengambil langkah strategis untuk mengikis abrasi agar tidak meluas. Alasannya badan yang menangani bencana itu menunggu disposisi Bupati Ngawi Budi Sulistyono.
‘’BPBD belum terima surat pemberitahuan, disposisi, atau apapun ke kami mengenai hal itu (musibah talut ambrol),’’ jelas Eko Heru Tjahjono ketua pelaksana BPBD Ngawi.
Baca Juga: Belum Sebulan Dibangun, Proyek Talut di Desa Pelanglor Ambrol
Menurutnya, legalitas dari kepala daerah dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tugas perbaikan talut yang ambrol pada beberapa waktu lalu. Apalagi melihat kondisi terakhir talut tersebut terancam memutus satu-satunya akses penghubung antara RT 4 dengan RT 5 desa setempat.
Heru menyebutkan, jika disposisi bupati sudah keluar pihaknya langsung melangkah untuk menghindari abrasi semakin meluas. ‘’Kami tunggu saja perintah bupati yang turun seperti apa nanti,’’ ucapnya.
Untuk saat ini, Heru mengimbau agar warga setempat dapat melakukan langkah kedaruratan secara swadaya untuk mempertahankan kondisi tanah pasca rontoknya talut setinggi 17 meter itu. Misalnya dengan menanam bambu, ataupun menambah tanah uruk untuk memadatkan titik sekitar talud. ‘’Warga bisa melakukan itu secara swadaya untuk mencegah longsor,’’ terang Heru.
Orang nomor satu di BPBD Ngawi tersebut menjelaskan bahwa satu-satunya perbaikan yang bisa dilakukan dengan membuat talut permanen. Sebab, jika menggunakan sistem bronjong dapat mengancam tanah terkikis air dan masuk melalui celah. Tapi hal itu tidak serta merta dilaksanakan. Sebab, setidaknya, butuh detail perencanaan, penyusunan desain, dilanjutkan lelang fisik, selanjutnya eksekusi lapangan. ‘’Anggarannya jelas tidak sedikit yang sebelumnya saja sampai Rp 455 juta,’’ ucapnya.
Selain BPBD, terang pejabat asal Madiun tersebut, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) juga memiliki tugas yang sama dengannya. Menurutnya, renovasi terhadap bangunan yang hancur akibat bencana alam itu bisa jadi prioritas DPUPR tanpa menunggu APBD Perubahan. Dengan catatan, harus berdasarkan perintah bupati. Sehingga desa tidak perlu menunggu waktu lama untuk perbaikan talut tersebut. ‘’DPUPR bisa juga karena di sana (DPUPR) ada tim teknis sesuai keahliannya,’’ ucapnya. (nal/rd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News