Tafsir An-Nahl 103: Soal Mahaguru, antara Nabi dan Taat Pribadi

Tafsir An-Nahl 103: Soal Mahaguru, antara Nabi dan Taat Pribadi ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Walaqad na’lamu annahum yaquuluuna innamaa yu’allimuhu basyarun lisaanu alladzii yulhiduuna ilayhi a’jamiyyun wahaadzaa lisaanun ‘arabiyyun mubiinun.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Ayat studi sebelumnya bertutur soal ayat al-Qur'an yang turun bervariasi, sehingga orang-orang kafir menuduh diri Rasulullah SAW mencla-mencle, tidak konsisten dan berubah-ubah seenaknya. Persepsi buruk itu hingga mengarah kepada tuduhan, bahwa Nabi pembohong dan suka menipu, sehingga apa yang diterima dari Tuhan dianggap akal bulus dan karangan sendiri. Lalu al-qur'an turun menjawab, bahwa itu semua dari Tuhan melalui Ruh al-Qudus, malaikat Jibril A.S. (102).

Gagal dari upaya pertama, mereka kini membuat tuduhan baru, bahwa apa yang diterima nabi Muhammad SAW itu bukanlah dari Tuhan, melainkan hasil belajar dari orang lain secara rahasia. "Innamaa yu'allimuhu basyar". Kata "basyar" artinya orang, mansuia. Tafsiran soal siapa mereka, ada beberapa orang yang dicurigai sebagai mahaguru nabi yang ternyata kebanyakan dari para budak nasrani. Di lingkungannya, mereka ada yang dikenal sebagai mengerti isi kitab al-Taurah atau al-Injil.

Mereka adalah Jabr, budak nasrani milik al-Fakih ibn al-Mughirah. Nama ini paling nominatif menurut mufassirin. Berikutanya adalah Ya'isy, budak dari Bani al-Hadramy, Yasar, Nabt (Abu Fukaihah), Bal'am, Abis, milik Huwaithib ibn Abd al-'Uzza. Mereka inilah yang dipromosikan sebagai mahaguru Nabi, sehingga apa yang diterima Nabi dari Allah itu bukanlah wahyu, melainkan bisikan dari para budak nasrani tersebut.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Al-Qurthuby mengomentari, bahwa semua nama tersebut sangat mungkin benar, dalam artian pernah ketemu nabi dan Nabi pernah pula mendengar dari mereka saat memabca kitab al-Taurah atau al-Injil. Sebatas mendengar seperti saat ketepatan lewat, atau mereka pernah mendiskusikan materi kitab suci bersama Nabi. Tapi, jika dikatakan wahyu al-Qur'an sebagai hasil belajar Nabi dari mereka, tentu hal tersebut mutlak tidak benar. Alasannya antara lain:

Pertama, Ternyata budak tersebut adalah bukan asli wong arab, melainkan non-arab, sedangkan nabi Muhamad SAW adalah orang arab asli. Itulah, maka janggal, bagaimana transformasi ilmu bisa terjadi secara optimal, mengingat kendala bahasa begitu fatal. Teks kitab al-Taurah dan al-Injil adalah menggunakan bahasa non-arab, semisal Suryani atau Ibrani. Maka Tuhan menangkis tuduhan itu dengan firman-Nya: "Lisaanu alladzii yulhiduuna ilayhi a’jamiyyun wahaadzaa lisaanun ‘arabiyyun mubiinun".

Kedua, bagaimana mungkin para budak yang tidak bisa bahasa arab itu bisa mengajari Nabi al-qur'an yang kelas sastranya jauh melampaui kualitas sastra para penyair arab papan atas. Mereka, para pujangga, baik dari kalangan Jin dan manusia saja tidak ada yang bisa membuat karya tandingan, kok budak non-arab yang tidak bisa bahasa arab bisa menjadi guru besar Nabi?

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Ketiga, merasa galau, budak miliknya dianggap sebagai mahaguru nabi Muhammad SAW, al-Fakih ibn al-Mughirah, majikan Jabr pernah mengecek langsung: "Hai Jabr, benarkah kamu mengajari Muhammad soal al-Qur'an?". Jabr menjawab: "Tidak, itu tidak benar". Ibn al-Mughirah: "Tapi kamu sering berdiskusi dengan Muhammad, kan ?". Jabr: "Ya, itu benar. Bukan aku mengajari dia, justru malah Muhammad yang mengajari aku, yang membimbing aku ke jalan yang benar".

Diriwayatkan, selanjutnya para budak itu justru masuk islam, setelah mengerti ayat-ayat al-qur'an. Kitab al-Injil yang biasa mereka baca dari para pendeta, mereka tinggalkan.

Kebalikan dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi sang penipu ulung. Taat punya tim untuk membikin beberapa mahaguru abal-abal yang diambil dari pengemis, pemulung, gelandangan tua-tua. Didandani bak syekh sufi, sekedar nampang doang di panggung kehormatan saat aksi wiridan dusta berlangsung. Mahaguru yang dipanggil dengan sebutan ‘Abah’ itu tinggal komat-kamit, memutar tasbih sambil merunduk memejamkan mata.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Era Nabi berbeda. Justru orang-orang kafir yang mempromosikan para budak nasrani diangkat menjadi mahaguru dari nabi Muhammad SAW. Trick mahaguru abal-abal ini gagal total, setelah Tuhan menjawab, yang kemudian disusul oleh pengakuan pribadi para budak yang bersangkutan. Akhirnya, justru mereka masuk islam.

Ini bagus sebagai nasehat bagi para da'i atau ustadz muda agar berprilaku alami saja, sewajarnya saja dalam berpenampilan. Umat ini pandai menilai, mana ustadz yang "kebelet" pamor, sehingga eforia dalam dandanan. Ya, memang halal dan tidak ada larangan, tapi yang alamiah biasanya yang langgeng dan yang eforia biasanya mudah pudar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO