Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Walaqad na’lamu annahum yaquuluuna innamaa yu’allimuhu basyarun lisaanu alladzii yulhiduuna ilayhi a’jamiyyun wahaadzaa lisaanun ‘arabiyyun mubiinun.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Al-Qur'an turun dengan menggunakan bahasa arab wahyu, bukan bahasa arab budaya. Arab wahyu itu bahasa Tuhan, sedangkan arab budaya itu bahasa manusia. Sama-sama bahasa arab, sama-sama dimengerti oleh orang arab, tapi mereka bisa merasakan perbedaannya. Sekelas masyarakat awam mengerti itu dan bisa membedakan, itulah yang disebut "Dzauq", apalagi kelas sastrawan dan pujangga.
Bahasa arab wahyu ini nyata adanya, nyata kualitasnya dan nyata kedahsyatannya sehingga berjuluk mukjizat. Artinya, tidak akan ada makhluq, baik dari kalangan jin, manusia, malaikat maupun iblis bisa menandingi. Ya, karena bahasa al-Qura'an kelasnya sudah level Tuhan Allah SWT, sedangkan bahasa arab buatan manusia dan sebangsanya hanya kelas makhluk yang tentu tidak level.
Dengan dipilihnya bahasa arab (wahyu), tentu saja bahasa non-arab tidak lagi masuk dan tidak ada kaitan apa-apa. Karena itu, tuduhan orang kafir bahwa nabi Muhamamd SAW belajar dari budak nasrani yang non-arab adalah tuduhan mengada-ada, gak ono dalane, no way.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Deklarasi Tuhan soal bahasa arab wahyu ini tidak main-main. Hal itu sekaligus tantangan bagi siapa saja yang tidak mempercayai Al-Qur'an sebagai wahyu Tuhan. Bukan berarti merendahkan agama atau kitab suci lain, tapi nyatanya hanya Al-Qur'an yang berani terbuka dan menantang, agar membuat Al-Qur'an tandingan. So, adakah kitab suci mereka ada yang berani menantang seperti ini.
Soal ada yang membuat Al-Qur'an tandingan sudah pasti ada dan sejak Musailimah al-Kazzab dulu. Tapi bukan Al-Qur'an yang menggugurkan, bukan al-Qur'an yang membodoh-bodohkan, tapi para ahli sastra arab dari kalangan mereka sendiri. Para ahli bahasa arab spontan berdiri menjadi hakim dan mencemooh. "ma hadza al-kalam?", iki ngomong opo?. Bahasanya Jawanya: "angger jeplak ae".
Ya, karena nilainya sangat rendah dan tidak ada apa-apanya dibanding sastra al-Qur'an.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Jika ada tokoh agama lain yang ingin membuat tantangan kepada publik, dipersilakan seperti tantangan Al-Qur'an ini. Misalnya dari kalangan pendeta, biksu dan sebagainya. Lalu serahkan karya tandingan kitab suci tersebut kepada para ahli bahasa (dewan juri), sesuai bahasa yang dipakai agar menilai secara obyektif dan akademik. Mana paling tinggi nilai sastranya antara redaksi kitab suci dengan karya tandingan. Sampai hari ini tidak ada agama lain melakukan itu dan itu hak mereka.
Kata 'ajam, 'ujm, ujmah banyak arti. Ajam, biasanya dimaknai sebagai non-arab, tidak jelas, tidak fasih dan sebangsanya. Orang yang tidak bisa basaha arab disebut ajam, meskipun dia orang Arab asli. Bahkan, orang yang tidak pandai berbahasa arab, tidak fasih melafalkan bahasa arab juga disebut 'ajam, meskipun dia orang arab asli. Sedangkan orang yang pandai berbahasa arab disebut araby.
Oleh Allah SWT, nabi Muhammad SAW digelari sebagai "arabiy mubin". Orang yang mahir berbahasa arab yang sangat nyata. Kini, bagaimana dengan orang yang non-arab, tapi sangat bagus dalam berbahasa arab?. Karena ini dalam perspektif berbahasa, maka bisa disebut "arabiy", bukan ajamy. Sekali lagi, mereka yang tidak pandai bahasa arab sudah tentu tidak punya kelayakan memahami al-qur'an langsung dari sisi kebahahasaannya, apalagi menilai kualitas sastranya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News