Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - Man kafara biallaahi min ba’di iimaanihi illaa man ukriha waqalbuhu muthma-innun bial-iimaani walaakin man syaraha bialkufri shadran fa’alayhim ghadhabun mina allaahi walahum ‘adzaabun ‘azhiimun (106).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Latar belakang turunya ayat studi ini (106) sungguh nyata, tak terbantah. Betapa wong kafir Makkah sangat kejam terhadap orang-orang islam. Begitulah bila para kafir berkuasa. Masa awal islam menunjukkan demikian dan ayat studi ini mengabadikan.
Adalah Sumaiyah, istri Yasir, wanita teguh iman dan pemberani. Keteguhannya membuat Abu Jahal sangat marah dan langsung mengambil tumbak. Vagina Sumaiyah ditusuk dengan tumbak, terus dan terus ditusuk hingga tembus tenggorokan (al-Qurthuby: X/181). Berteriak "Allah, Allah", Sumaiyah dinobatkan sebagai wanita pertama yang mati syahid membela agama.
Sedangkan syahid dari kaum laki-laki adalah Mihja', budak milik Umar ibn al-Khattab. Kawan Mihja' yang disiksa parah adalah Bilal, Ammar, Yasir, Shuhaib, Khabbab dll. Mereka bukan penjahat. Hanya karena beriman kepada Allah SWT dan beda keyakinan dengan mereka, para nonmuslim kalap dan tega.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Nabi mengerti, tapi tak bisa berbuat banyak. Nabi mendoakan dan memberi semangat agar tetap iman serta menjanjikan surga bagi keluarga Yasir. "Shabra ala Yasir, fa inn mau'idakum al-jannah". Di sini, harus dibedakan antara kemampuan dengan prinsip. Memang hanya sebegitu kemampuan yang diliki Nabi saat itu, yakni menyemangati, berdoa, bernegosiasi dengan musuh termasuk membeli budak muslim dari majikan kafir dengan uang sendiri.
Sama sekali Nabi tidak pernah bertoleransi terhadap kejahatan wong kafir dan tidak pula pernah berteman setia, apalagi berbaik-baikan. Ketika seorang sahabat bentrok dengan wong kafir, maka sikap Nabi seperti menyikapi anak sendiri yang bentrok dengan anak tetangga. Apa?.
Yaitu mengelus kepala anak sendiri, mungkin menjewer kupingnya, menasehati dan mendewasakan. Sementara terhadap anak tetangga yang brutal itu tetap bersikap mawas dan bijak. Bukan menjewer anak sendiri, seraya membiarkan anak tetangga terus memukuli seenaknya. Itu orang tua bejat. Itu juga bukan toleransi, tapi bunuh diri atas nama toleransi.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Toleransi, "tasamuh" sungguh ideom indah penuh rahmah. Tapi di negeri ini, praktiknya cenderung pembiaran tanpa batasan. Dan Gus Dur tidak demikian. Maka jangan gegabah merujuk Gus Dur sebagai dalil menyikapi problem hari ini. Eranya beda. Meski nampak "menjewer" umat sendiri, tapi Gus Dur punya kekuatan dan nilai nego yang tinggi kepada tetangga. Inilah yang tidak dilihat oleh para pembebek Gus Dur. Ketahuilah, orang yang paling dibenci Gus Dur adalah orang yang membebek kepada Gus Dur tanpa melengkapi diri seperti Gus Dur. Rahmatullah 'ala Gus Dur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News