SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Apabila masyarakat cepat bergerak dan pemerintah tahu apa yang harus dilakukan, maka bencana akan bisa segera diatasi. Penguatan tata kelola penanggulangan bencana dalam perspektif pemerintah, masyarakat dan dunia usaha menjadi penting untuk diwujudkan bersama.
Demikian sambutan Wagub Jatim Drs H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) saat membuka diskusi publik yang digelar PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jawa Timur dalam rangka Peringatan HUT ke 71 PWI dan Hari Pers Nasional (HPN), di Hotel Santika Premier Surabaya, Senin (27/3). Dengan mengusung tema “Membedah Tata Kelola Bencana di Jatim”, Gus Ipul memandang diskusi publik oleh PWI ini penting dan strategis.
Baca Juga: Pimpin Apel Kesiapsiagaan Hadapi Banjir, Adhy Karyono Optimistis Jawa Timur Siap Hadapi Bencana
Jawa Timur, lanjut Gus Ipul, memiliki banyak potensi bencana seperti puting beliung, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan, akibat perubahan cuaca yang sangat ekstrim. Gempa bumi juga berpotensi bencana tapi relatif kecil dibandingkan bencana-bencana tersebut.
“Ada 29 titik di kab/kota se-Jatim yang bisa dikatakan rawan bencana. Untuk itu Pemprov ingin membangun kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masing-masing supaya bisa berpartisipasi dalam menjaganya,” jelasnya.
Banjir yang durasinya semakin meningkat tiap tahunnya menjadi perhatian khusus Wagub Jatim Saifullah Yusuf. “Kerja keras diperlukan untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan membuat tanggul maupun normalisasi serta menjaga sumber-sumber air di bagian hulu agar bisa teratasi,” ucapnya.
Baca Juga: Kunjungi BPBD, IGI Jatim Rintis Penguatan Satuan Pendidikan Aman Bencana
Penetapan daerah oleh bupati sebagai daerah bencana terlebih dahulu kemudian menyusun rencana, menurut hemat Gus Ipul, tidak harus seperti itu. Dengan melihat realitas di lapangan yang perlu penanganan dan pada saat itu juga bisa dikordinasikan antara pemerintah kab/kota dan pemprov, akan membantu percepatan penanganannya.
Dalam hal standar bencana, Gus Ipul menambahkan, umumnya masyarakat tidak mau mengungsi hingga tempat-tempat pengungsian yang sudah disediakan pemkab/kot selalu kosong. Para korban lebih memilih tinggal di rumah saudara atau di rumah tetangga terdekat dengan dalih sekalian menjaga rumahnya yang terkena banjir.
Gus Ipul menekankan pentingnya peringatan dini (early warning) untuk lebih diefektifkan. Ia mencontohkan di Kabupaten Sampang yang ada peringatan dininya dengan bantuan teknologi. Ia juga mengajak kepada masyarakat untuk akrab terhadap bencana yang hampir tiap tahun terjadi.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Dalami Sistem Penanggulangan Bencana dan Pemanfaatan Teknologi di Jepang
Di tempat yang sama, Ketua PWI Provinsi Jawa Timur Akhmad Munir mengatakan, Diskusi Publik Membedah Tata Kelola Bencana Provinsi Jawa Timur terlaksana karena adanya pemikiran kalau Jawa Timur saat ini terkepung bencana.
“PWI ingin berkontribusi dalam penanggulangan bencana, sehingga memiliki satu kesamaan sikap, satu pemikiran, satu misi dengan pemerintah dalam mengatasi bencana di Jatim,” ungkapnya. Sikap tersebut dilakukan karena penanganan bencana menyangkut nyawa sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan humanis.
Sebagai langkah kepedulian warga PWI terhadap penanganan bencana di Jawa Timur, pada kesempatan itu dilakukan pemakaian rompi siaga bencana kepada lima orang perwakilan awak pers di Jatim sebagai tanda wartawan peduli bencana di Jatim.
Baca Juga: Pesan Pj Gubernur Jatim saat Rakor Penanganan Darurat Bencana di Kota Batu
Acara ini dihadiri pula Deputi BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) serta Kepala Pelaksana BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jatim Drs EC Sudarmawan, MM. Sudarmawan mengemukakan, kota merupakan pusat ekonomi dan industri, maka ancaman kegagalan teknologi sangat tinggi dan ini masuk ranah bencana.
Melihat kasus angin puting beliung yang terjadi belakangan, ia mengungkapkan, munculnya angin itu tidak tergantung cuaca, bisa musim kemarau terlebih saat musim hujan. “Munculnya angin puting beliung itu karena tidak ada atau kurangnya ruang terbuka hijau (RTH). Semakin banyak RTH atau rasionya itu berbanding lurus dengan ruang-ruang yang lain maka semakin kecil terjadi angin puting beliung,” tandasnya.
Pembangunan permukiman-permukiman baru yang tidak diimbangi dengan manajemen sanitasinya, lanjutnya, akan berpotensi terjadinya bencana banjir. Perspektif ekologi bisa berdampak pada bencana banjir yang berasal dari atas yang namanya banjir bandang. Sama karakternya terhadap daerah-daerah yang memiliki kawasan tinggi kalau perspektif ekologinya kurang bagus akan berdampak sama.
Baca Juga: Hari Kesiapsiagaan Bencana, Khofifah Ingatkan Pelbagai Hal saat Pancaroba
“Bagaimana perencanaan tata ruang itu berbasis pengurangan resiko bencana, sehingga lingkungan yang kritis, sungai yang kritis bisa ditekan. Trenggalek dan Pasururan sudah memulai perencanaan seperti itu. Untuk daerah lain konteksnya relatif,” tambahnya.
Bencana itu menurutnya, berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk akan menuntut kebutuhan permukiman. Ketika ada kebutuhan permukiman maka akan terjadi perubahan lingkungan strategic.
“Kalau perubahan lingkungan ini tidak diimbangi dengan pengendalian ruang seperti hilangnya resapan-resapan, cluster-cluster bermunculan tanpa diimbangi dengan manajemen sanitasi yang baik maka akan memicu terjadinya bencana,” pungkasnya. (ian/rev)
Baca Juga: BPBD Jatim: Gempa Rusak Puluhan Bangunan, 2 Orang Luka Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News