SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Meski mayoritas santrinya adalah mahasiswa, Ponpes Bureng juga tidak menutup pintunya bagi mereka-mereka yang pernah atau sedang menjalani masa rehabilitasi narkoba serta sejenisnya. Mereka juga diajak mengaji tasawuf, hikmah serta ketauhidan.
“Targetnya tidak muluk-muluk, yang penting mereka bisa membaca serta memahai kitab lalu diamalkan,” tandas Abah Hamid, sapaan akrab KH Mas Abdul Hamid Sya’roni.
Baca Juga: Peletakan Batu Pertama Perpustakaan Khofifah, Prof Kiai Imam Ghazali Berharap seperti Al-Azhar Mesir
Selain narkoba serta anak-anak nakal, Ponpes Bureng juga mau membantu anak-anak yang kejiwaannya terganggu. “Ada satu santri yang dirujuk teman-teman dari Rumah Sakit Menur. Alhamdulillah, sekarang sudah sembuh dan masih mengaji di sini (Ponpes Bureng),” tuturnya.
Dalam membimbing santrinya, Hamid juga menekankan pentingnya peranan orang tua sebagai syarat utama keberhasilan para santri menuntut ilmu. Hal ini ia buktikan saat awal penerimaan seseorang menjadi santrinya. Meskipun sekolahnya sudah tingkat S2 pun, harus ada orang tua yang menemani calon santri mendaftar.
“Dengan ikutnya para orang tua calon santri saat mendaftar, berarti mereka sudah memasrahkan anaknya untuk dididik di Bureng ini. Supaya ada doa (takdzim) serta ada keterlibatan mereka,” tutur ayah tiga anak ini.
Baca Juga: Ngabuburit di Masjid Al-Akbar Berhadiah Motor
Sebut saja Muhammad Said Wafi, lelaki kelahiran Gresik 21 tahun lalu ini adalah salah satu dari 60 santri yang mukim (mondok) di pesantren Bureng. Said, sapaan akrab Muhammad Said Wafi memiliki alasan tersendiri mau mendalami ilmu agama di Ponpes Bureng.
“Awalnya memutuskan untuk mondok di Bureng ini karena orang tua menginginkan saya untuk mondok lagi di samping kuliah,” jelas alumni Madrasatul Quran Tebuireng, Jombang ini.
Informasi tentang Ponpes Bureng ini ia dapat dari mahasiswa Unesa yang bertemu saat pendaftaran, yang kebetulan seorang santri Bureng. Kemudian, diantarlah Said bersama orang tuanya untuk melihat-lihat Ponpes Bureng.
Baca Juga: Khofifah Sebut Pesantren Digital Al Yasmin Jadi Kafetaria Dakwah Bil Mal
“Sebelumnya, setelah diterima menjadi mahasiswa Unesa, saya bersama orang tua juga mencari-cari informasi terkait pesantren sekitar Kampus Unesa,” tandasnya.
Meski jarak dari pesantren menuju kampusnya sekitar 2 km, ia pun tidak keberatan untuk jalan kaki pergi pulang setiap harinya. Ia merasa cocok di Ponpes Bureng karena sudah tiga tahun ini menjadi santri Bureng. Menurutnya lingkungan serta kegiatan-kegiatan yang ada di Ponpes Bureng sudah cocok, sesuai apa yang ia inginkan.
Tujuan kita di sini juga terealisasi, di samping kuliah bisa lancar juga bisa mengaji kitab di pesantren. “Menurut saya mondok di sini (Bureng) merasa nyaman karena tidak mengekang sehingga saya bisa melakukan aktivitas kedua-duanya, baik yang ada di kampus maupun pondok,” urai Mahasiswa Jurusan PPKn Universitas Negeri Surabaya ini.
Baca Juga: BRI Cabang Kaliasin Bangun Sinergi dengan Pesantren Luhur Al Husna Surabaya
Mahasiswa yang menjadi santri di Ponpes Bureng berasal dari berbagai daerah seperti Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Lamongan, Bojonegoro dan sebagainya. Selain dari luar kota ada juga yang dari dalam kota Surabaya sendiri.
“Ada salah satu teman organisasi yang asli Surabaya yang ikut mondok karena sebelumnya tidak ada basic pesantren dan ingin merasakan bagaimana kehidupan di pesantren itu,” pungkas mahasiswa semester 6 ini. (ian/lan/bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News